Langsung ke konten utama

SUMPAH PEMUDA: Kramat Raya yang Bersejarah

Peristiwa Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, di rumah indekos Jalan Kramat Raya Nomor 106, Jakarta Pusat, seakan jadi klimaks dari peran besar wilayah itu dalam kehadiran bangsa Indonesia. Tidak hanya menjadi saksi bisu hadirnya tiga sumpah para pemuda, tetapi juga menggaungkan pertama kali alunan instrumental 'Indonesia Raya' di bumi ibu pertiwi.

Kini, sepanjang Jalan Kramat Raya, yang panjangnya 1,8 kilometer itu, ada empat kelurahan, yaitu Kwitang, Kramat, Kenari, dan Paseban. Ruas jalan itu dipadati berbagai gedung bisnis, rumah sakit, organisasi keagamaan, pusat pendidikan, hotel, rumah ibadah, dan kediaman. Suasana itu tidak berbeda jauh dibandingkan dengan kehadiran wilayah itu pada awal abad ke-20. 

Keberadaan jalur trem rute Harmoni-Meester Cornelis (Jatinegara) menjadi penanda hiruk pikuk di wilayah itu telah terjadi lebih dari seabad lalu. Bahkan, di sepanjang Jalan Kramat Raya terdapat dua stasiun trem, yaitu Kramat dan Salemba. Kala itu, Jalan Kramat Raya masuk dalam wilayah Gemeente (Kotapraja) Batavia selatan. 

Jalur trem itu pula menunjukkan kontribusi Jalan Kramat Raya sebagai penghubung pusat kota Batavia di sekitar wilayah Gedung Societeit Harmonie dengan wilayah sisi selatan Batavia, Meester Cornelis. 

Berbagai akses transportasi umum itu menunjukkan Jalan Kramat Raya punya peran sebagai salah satu pusat bisnis. Salah satu indikasinya ialah kehadiran pabrik opium di salah satu ruas jalan itu. Dalam buku Opium to Java (1990) karya James R Rush terungkap bahwa Pemerintah Hindia Belanda menjadikan opium sebagai komoditas perdagangan utama. Untuk itu, melalui Regi Opium, Pemerintah Hindia Belanda membangun pabrik opium besar di kawasan Kramat pada 1901. Keberadaan Stasiun Salemba di wilayah itu membantu pendistribusian candu mentah dari pelabuhan ke pabrik itu. Kini, sisa bangunan pabrik itu menjadi bagian kompleks Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta. 

Terkait dengan sejarah kebangkitan bangsa, bapak pers Indonesia, Tirto Adhi Soerjo, memilih Jalan Kramat Raya sebagai langkah lanjutan perjuangannya setelah membesarkan koran berbahasa Melayu pertama, Medan Prijaji. Pada 1910, Tirto membeli sebuah rumah tepat di depan stasiun trem Kramat. Dalam Sang Pemula (1985), Pramoedya Ananta Toer mengungkapkan, rumah itu dijadikan Hotel Medan Prijaji.

Keberadaan sejumlah rumah besar tidak hanya dijadikan hotel, tetapi ada pula yang difungsikan sebagai indekos. Salah satunya rumah milik Sie Kong Liong yang sejak 1925 diberi nama Langen Siswo oleh para mahasiswa yang menyewa rumah itu.

Rumah itu menjadi pusat kegiatan mahasiswa karena lokasinya hanya sekitar 1,3 kilometer dari kampus School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA/sekolah kedokteran), lalu cukup ditempuh sekitar 2 km dari kampus Rechts Hogeschool (RS/sekolah hukum). Mahasiswa dari kedua sekolah tinggi itu yang bermukim dan beraktivitas ekstra-akademik di Langen Siswo.

Tidak selesai sampai di situ. Terinspirasi dari Sumpah Pemuda, seorang insinyur lulusan Jerman, Soeratin Sosrosoegondo, melakukan pertemuan dengan pengurus Voetbalbold Indonesische Jacatra di Hotel Binnenhof, Jalan Kramat Raya Nomor 17. Buku Sepakbola Indonesia: Alat Perjuangan Bangsa (2010) menjelaskan, pertemuan itu jadi pemantik kehadiran Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) yang mewadahi semua klub bola di Hindia Belanda yang telah muncul sejak awal abad ke-20.

Mistik

Zaenuddin HM dalam Asal-Usul Djakarta Tempo Doeloe (2018) menulis, ruas Kramat Raya telah ada sejak abad ke-19. Selain jalan raya, pemerintah kolonial Belanda juga menjadikan Kramat Raya sebagai pusat lalu lintas dengan mengadakan transportasi umum trem yang menjadi penghubung kawasan Kwitang dan Senen yang saat itu banyak terdapat kampung pribumi.

Disebut Kramat karena konon di kawasan ini dulu banyak tempat yang dikeramatkan atau dianggap punya kekuatan mistik.

Ya, itulah sepenggal Kramat Raya yang punya peran amat keramat bagi lahirnya bangsa Indonesia. (SAN/AGE)



Sumber: Kompas, 31 Oktober 2018



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rangkaian Peristiwa Bandung Lautan Api (4) Perintah: Bumi-hanguskan Semua Bangunan

Oleh AH NASUTION Bandung Lautan Api Setelah di pos komando, oleh kepala staf diperlihatkan "kawat dari Yogya" tanpa alamat si pengirim: "Tiap sejengkal tumpah darah harus dipertahankan." Maka mulailah perundingan-perundingan, dengan sipil, dengan badan perjuangan dan dengan komandan-komandan resimen 8 serta Pelopor. Pihak sipil meminta sekali lagi kepada panglima div Inggris untuk menunda batas waktu, agar rakyat dapat ditenangkan dan diatur. Tapi Inggris menolak. Walikota berpidato, bahwa pemerintah sipil menaati instruksi pemerintah pusat dan akan tetap berada bersama rakyat di dalam kota. Letkol. Sutoko menyarankan: ke luar bersama rakyat. Letkol Omon A. Rahman menyatakan: resmi taat, tapi sebagai rakyat berjuang terus. Mayor Rukmana: ledakan terowongan Citarum di Rajamandala, supaya kita buat "Bandung Lautan Api" dan "Bandung Lautan Air". Keadaan amat emosional Sebagai panglima penanggung jawab saya putuskan akhirn...

Putusan Congres Pemuda-pemuda Indonesia

K ERAPATAN pemoeda-pemoeda Indonesia diadakan oleh perkoempoelan-perkoempoelan pemoeda Indonesia jang berdasarkan kebangsaan dengan namanja : Jong Java, Jong Soematera (pemoeda Soematera), Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen, Jong Islamieten Bond, Jong Bataksbond, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawi dan perhimpoenan. Memboeka rapat tanggal 27 dan 28 October tahun 1928 dinegeri Djakarta ; Kerapatan laloe mengambil poeteoesan :  PERTAMA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA. KEDOEA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA JG SATOE, BANGSA INDONESIA. KETIGA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENDJUNGDJUNG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA. Setelah mendengar poetoesan ini, kerapatan mengeloearkan kejakinan azas ini wadjib dipakai oleh segala perkoempoelan-perkoempoelan kebangsaan Indonesia. Mengeloerkan kejakinan persatoean Indonesia diperkoeat dengan memperhatikan dasar persatuannja : Kemaoean, sedjarah, bahasa hoekoem adat...

Kemerdekaan, Hadiah dari Siapa?

Oleh ERHAM BUDI W. ANAK  bangsa adalah anak sejarah sekaligus ahli waris kisah. Mewarisi kisah berarti juga mewarisi semangat. Dengan semangat itulah, kisah selanjutnya akan ditorehkan oleh para penerus. Berkaitan dengan ulang tahun kemerdekaan yang lusa kita peringati bersama, pertanyaan kritis yang kerap muncul adalah benarkah kemerdekaan yang kita peroleh merupakan buah perjuangan? Ataukah hadiah belaka? Kemerdekaan memang bisa dimaknai sebagai hadiah, tapi tentu bukan pemberian cuma-cuma. Hadiah dari Jepang? Kemerdekaan Indonesia dianggap sebagai hadiah dari Pemerintah Jepang. Asumsi tersebut sebenarnya cukup beralasan. Gagasan menghadiahkan kemerdekaan kepada Indonesia muncul pada 7 September 1944 melalui pernyataan PM Koiso Kuniaki yang menggantikan Hideo Tojo. Sejak saat itulah, Sang Saka Merah Putih boleh dikibarkan. Bahkan, Laksamana Muda Maeda Tadashi mendirikan Asrama Indonesia Merdeka di Jakarta serta membantu biaya perjalanan Sokarno dan Hatta ke beberapa...