Langsung ke konten utama

Westerling Lari Terbirit-birit

Tanjung Priok selepas magrib. Dua perwira muda TNI meninggalkan markas Komando Militer Kota (KMK) menuju arah pelabuhan II dengan sebuah jeep Ford tua. Berbekal sepucuk senapan dan sebuah granat, keduanya mendapat tugas melacak dan menyergap Kapten Raymond Pierre Westerling. Perintah dari komandan: tangkap dan tembak Westerling!

Semula mereka sepakat untuk melakukan serangan mendadak. Seorang akan memuntahkan peluru ke sasaran dan seorang lagi meledakkan granat. Taruhannya? Jiwa mereka sendiri. Syukur kalau masih bisa berlindung, namun kalau tidak ... berarti nasib!

Tapi apa lacur. Di luar dugaan, saat bertemu dengan orang yang dicari-cari di sebuah tempat minum, Westerling serta merta menghampiri dan mengajak minum bir bersama-sama dengan tujuh orang pengawalnya. Rencana berubah. Ajakan minum bir dipenuhi. Ketika itulah muncul ide baru, dan salah seorang perwira mengatakan bahwa Westerling dipanggil menghadap Komandan KMK Tanjung Priok sebentar. Maksudnya, mereka akan melakukan serangan saat Westerling dan pengawalnya berada di mobil.

Westerling terpancing. Permintaan itu disetujuinya dan kemudian bersama pengawal-pengawalnya menaiki jeep Willys-nya yang masih baru. Tapi kemudian keadaan berbalik, belum lagi mesin mobil dihidupkan, Westerling dan pengawalnya memberondong dengan senapan. Kedua perwira TNI tersebut tidak gentar dan terus melakukan pengejaran. 

Akhirnya perlawanan mereka selesai bersamaan dengan terbalik dan hancurnya kendaraan. Keduanya mengalami luka-luka tertembus peluru, namun tidak sempat merenggut nyawa mereka. Sementara Westerling dan para pengawalnya melarikan diri.

"Dia (Westerling) memang licin dan licik. Siasat kami dapat dibacanya, dan bahkan sebaliknya kami terjebak," ujar Supardi (65 th), salah seorang perwira TNI yang terkecoh oleh siasat Westerling tersebut kepada Suara Karya di kediamannya di Bogor, Rabu lalu.

Mengenang kembali peristiwa 23 Februari 1950 tersebut, Supardi yang berhenti dari dinas militer 1953 dengan pangkat Letnan seakan bersemangat. "Westerling itu lelaki pengecut. Buktinya, dia lari terbirit-birit setelah kontak senjata dengan kami," katanya.

Selesai kontak senjata dengan Letnan Supardi (Komandan Peleton KMK) dan Letnan Kusumah (sudah almarhum) malam itu, Westerling melarikan diri menuju Zandvoort (Sampur - red), karena mengira tempat itu sudah dikepung pasukan TNI dan tak ada harapan lagi untuk selamat. Dari Sampur ia naik motor boat kembali ke arah pelabuhan menuju dam tempat hanggar pesawat air. Di situ telah menunggu pesawat Catalina, dan dengan pesawat tersebut ia lari ke Singapura.

"Kalau dia benar-benar prajurit sejati, tentu tidak akan lari begitu saja. Apalagi meninggalkan anak-anak buahnya pasukan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil) yang akhirnya menyerah tanpa syarat," kata Supardi berapi-api. Sepintas terkesan ia masih menaruh dendam kepada "jagal" 40.000 rakyat Sulsel tersebut.

Supardi membantah kesan selama ini yang mengatakan bahwa kepergian Westerling ke Singapura tersebut adalah sengaja diungsikan secara diam-diam. "Itu tidak betul. Westerling bukan sengaja diungsikan, tapi lari karena dikejar pasukan TNI," ujarnya mencoba mengoreksi pendapat yang salah itu.

Apa yang dikatakan Supardi memang ada benarnya. Buktinya? Seperti diakui Westerling sendiri dalam bukunya "Westerling de eenling", bahwa setibanya di perairan Singapura Westerling mengganti pakaian dengan pakaian sipil, kemudian naik perahu ke pantai. Karena tidak punya uang, ia membayar ongkos perahu dengan makanan kaleng.

Dari pengakuan itu jelas bahwa ketika lari Westerling masih menggunakan pakaian seragam dan tidak punya uang, sehingga membayar ongkos perahu dengan makanan kaleng. "Jadi kepergiannya ke Singapura itu terburu-buru dan tidak direncanakan sebelumnya. Dia lari karena dikejar oleh kami (TNI), bukan diungsikan," kata Supardi dengan nada tinggi.

Sekitar 2 minggu setelah penyerahan kedaulatan tahun 1949, Westerling yang sebelumnya dengan brutal membunuhi ribuan rakyat di Sulsel, mengumumkan berdirinya Pasukan APRA yang terdiri dari Baret Hijau Special Troepen. Tujuannya, menguasai dua kota besar Bandung dan Jakarta.

Di Bandung pasukan ini berhasil menggebrak Divisi Siliwangi, lewat serangan mendadak dari dua jurusan menggunting. Pada peristiwa 23 Januari 1950 ini, satu regu pasukan pengawal gugur, di antaranya Letkol Lembong, tamu Divisi Siliwangi dari MBAD. Lewat gebrakan di Bandung ini, Westerling dengan APRA-nya berhasil memperlihatkan kekuatannya pada Pemerintah RIS maupun dunia bahwa APRA harus diperhitungkan.

Tidak puas dengan hasil itu, Westerling mempersiapkan penyerangan yang lebih besar lagi di Jakarta. Ia bermaksud membuat Jakarta seperti Sulawesi Selatan: mendudukinya dan melakukan pembunuhan besar-besaran!

Rencana ini ternyata tercium oleh TNI, dan pimpinan TNI ketika itu memerintahkan Komando Militer Kota yang bermarkas di Tanjung Priok untuk memburu Westerling. Maka periode lima bulan sejak akhir 1949 hingga awal 1950 merupakan periode yang paling sibuk dari KMK di bawah komando Letnan Sanjoto, dengan tugas melacak dan memburu Westerling di seluruh tempat-tempat persembunyiannya di Jakarta.

Seperti diakui Supardi yang ketika itu menjawab Komandan Peleton Staf Dekking KMK, upaya untuk memburu Westerling tersebut ternyata bukan pekerjaan yang gampang. Beberapa kali penggerebekan yang dilakukan anggota-anggota KMK selalu berakhir dengan hasil nihil.

"Selain kejam dan licik, Westerling juga ternyata licin. Selalu saja ia berhasil melarikan diri walaupun kami sudah berhasil mengepung tempat persembunyiannya," ujar Supardi mengisahkan. Tempat-tempat persembunyian Westerling dan pasukan APRA-nya yang pernah diserbu anggota KMK al: Jl Kramat No. 2, bar Black Cat (Jl Segara), Jl Teluk Betung (rumah seorang pribumi), Jl Batu Ceper, Jl Gajah Mada, Hotel Des Indes, bahkan di Gereja Vincentius. "Tapi ia selalu saja lolos," kata Supardi.

Tiba saatnya pada 23 Februari 1950. Ketika itu pukul 10.00, Komandan KMK Tanjung Priok Letnan I Sanjoto mendapat informasi bahwa Westerling sedang berada di pelabuhan II. Sanjoto lantas memerintahkan Letnan Supardi dan Letnan Kusumah untuk segera melakukan penyergapan. Tapi dengan pertimbangan keadaan di pelabuhan sedang ramai, rencana penyergapan diundur sampai malam harinya.

Sebagaimana operasi yang sudah-sudah, penyergapan oleh dua perwira TNI ini juga mengalami kegagalan. Secara licin tapi juga dengan jiwa pengecut, Westerling berhasil lolos dan lantas melarikan diri. Kedua perwira itu agaknya kalah siasat!

Andaikan Supardi dan Kusumah malam itu tidak terkecoh oleh taktik licik Westerling, bisa jadi mereka akan tercatat khusus sebagai pengukir sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Ya, seandainya ....

Tapi itu tidak perlu disesalkan. Sebab, kaburnya Westerling menyebabkan sisa-sisa pasukan APRA menyerah tanpa syarat. Mereka--para anggota APRA itu--agaknya mengambil sikap lebih baik menyerah daripada terus setia kepada komandannya yang pengecut. Dan, si pengecut itu sudah mati! (Syahlan Bhaythansyor)



Sumber: Suara Karya, 11 Desember 1987



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hari Ini 44 Tahun Lalu (1) Mereka Tidak Rela Kemerdekaan Lepas Kembali

Pengantar Hari ini, 11 Desember 1990, masyarakat Sulawesi Selatan kembali memperingati peristiwa heroik 44 tahun lalu, di mana segenap lapisan masyarakat ketika itu bahu-membahu berjuang mempertahankan Kemerdekaan yang setahun sebelumnya berhasil diraih bangsa Indonesia. Dalam peristiwa itu ribuan bahkan puluhan ribu orang jadi korban aksi pembunuhan massal ( massacre ) yang dilakukan Pasukan Merah Westerling. Berikut Koresponden Suara Karya   Muhamad Ridwan  mencoba mengungkap kembali peristiwa tersebut dalam dua tulisan, yang diturunkan hari ini dan besok. Selamat mengikuti. T egaknya tonggak satu negara, Jumat 17 Agustus 1945, merupakan kenyataan yang diakui dunia internasional. Bendera kemerdekaan yang dikibarkan bukan hadiah, melainkan hasil perjuangan panjang yang menelan pengorbanan jiwa dan harta rakyat yang tak terperikan. Lalu, tentara Australia (Sekutu) mendarat pada September 1945. Tujuannya untuk melucuti sisa pasukan Nippon. Namun di belakangnya mendongkel person...

Mengenang Peristiwa 40 Tahun Silam: Taruna "Militaire Academie" Berusaha Melucuti Senjata Tentara Jepang

I NDONESIA pernah memiliki akademi militer (akmil) yang berumur sekitar 5 bulan, tapi menghasilkan lulusan "Vaandrig" (Calon Perwira) berusia muda. Selama dalam pendidikan para tarunanya telah mengalami pengalaman heroik dan patriotik. Akmil itu adalah "MA (Militaire Academice) Tangerang". Sabtu pagi ini, para alumni MA Tangerang akan mengadakan apel besar di Taman Makam Pahlawan Taruna, Jl Daan Mogot, Tangerang, Jawa Barat. Selain untuk memperingati berdirinya akmil itu, apel sekaligus untuk memperingati 40 tahun "Peristiwa Pertempuran Lengkong (PPL)". Ketua Umum Dewan Harian Nasional Angkatan 45 Jenderal (Purn) H Surono akan bertindak sebagai inspektur upacara. PPL meletus 25 Januari 1946. Ketika itu taruna MA Tangerang yang menjadi inti pasukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat), dalam usahanya melucuti tentara Jepang di Lengkong, Kecamatan Serpong Tangerang, terjebak dalam pertempuran yang tidak seimbang. Direktur MA Tangerang, Mayor Daan Mogot...

Hari ini, 36 tahun lalu: Bom atom pertama dicoba di Alamogordo

Jalannya sejarah bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia mungkin akan berbeda kalau tidak ada peristiwa yang terjadi 16 Juli, 36 tahun lalu. Pada hari itu Amerika Serikat membuka babak baru di dalam teknik, yakni berhasil meledakkan bom atom di New Mexico, tepatnya di Alamogordo. Percobaan yang berhasil ini telah memungkinkan Amerika Serikat menghasilkan bom atom lainnya yang dijatuhkan atas Hiroshima dan Nagasaki. Ketakutan akan akibat bom atom ini telah membuat Jepang ketakutan dan menyerah kepada sekutu, pada 14 Agustus 1945. Jauh-jauh hari sebelum bom atom pertama diledakkan di gurun Alamogordo itu, kurang lebih enam tahun sebelumnya Presiden Franklin D. Roosevelt menerima sepucuk surat dari Dr. Albert Einstein yang isinya mengenai kemungkinan pembuatan bom uranium yang kemampuannya sangat besar. Surat itulah yang kemudian melahirkan suatu proyek yang sangat dirahasiakan dan hanya kalangan kecil yang mengenalnya dengan nama Manhattan Engineer District di bawah pimpinan Mayor...

RUNTUHNYA HINDIA BELANDA: Menyerahnya Gubernur Jendral AWL TJARDA dan Letnan Jendral TER POORTEN kepada Letnan Jendral IMMAMURA Panglima Perang Jepang 8 Maret 1942

Generasi kita sekarang, mungkin tidak banyak yang mengetahui terjadinya peristiwa penting di tanah air kita 35 tahun yang lalu, yaitu menyerahnya Gubernur Jenderal dan Panglima Perang Hindia Belanda "Tanpa Syarat" kepada Panglima Perang Jepang yang terjadi di Kalijati Bandung pada tanggal 8 Maret 1942. Peristiwa yang mengandung sejarah di Tanah Air kita ini telah ditulis oleh Tuan S. Miyosi seperti di bawah ini: Pada tanggal 8 Maret 1942 ketika fajar kurang lebih jam 07.00 pagi, kami sedang minum kopi sambil menggosok mata, karena kami baru saja memasuki kota Jakarta, dan malamnya banyak diadakan permusyawaratan. Pada waktu itu datanglah seorang utusan dari Markas Besar Balatentara Jepang untuk menyampaikan berita supaya kami secepat mungkin datang, walaupun tidak berpakaian lengkap sekalipun. Kami bertanya kepada utusan itu, apa sebabnya maka kami disuruh tergesa-gesa? Rupa-rupanya balatentara Hindia Belanda memberi tanda-tanda bahwa peperangan hendak dihentikan! Akan ...

Putusan Congres Pemuda-pemuda Indonesia

K ERAPATAN pemoeda-pemoeda Indonesia diadakan oleh perkoempoelan-perkoempoelan pemoeda Indonesia jang berdasarkan kebangsaan dengan namanja : Jong Java, Jong Soematera (pemoeda Soematera), Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen, Jong Islamieten Bond, Jong Bataksbond, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawi dan perhimpoenan. Memboeka rapat tanggal 27 dan 28 October tahun 1928 dinegeri Djakarta ; Kerapatan laloe mengambil poeteoesan :  PERTAMA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA. KEDOEA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA JG SATOE, BANGSA INDONESIA. KETIGA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENDJUNGDJUNG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA. Setelah mendengar poetoesan ini, kerapatan mengeloearkan kejakinan azas ini wadjib dipakai oleh segala perkoempoelan-perkoempoelan kebangsaan Indonesia. Mengeloerkan kejakinan persatoean Indonesia diperkoeat dengan memperhatikan dasar persatuannja : Kemaoean, sedjarah, bahasa hoekoem adat...

Penyerbuan Lapangan Andir di Bandung

Sebetulnya dengan mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, orang asing yang pernah menjajah harus sudah angkat kaki. Tetapi kenyataannya tidak demikian. Masih ada saja bangsa asing yang ingin tetap menjajah. Jepang main ulur waktu, Belanda ngotot tetap mau berkuasa. Tentu saja rakyat Indonesia yang sudah meneriakkan semangat "sekali merdeka tetap merdeka" mengadakan perlawanan hebat. Di mana-mana terjadi pertempuran hebat antara rakyat Indonesia dengan penjajah. Salah satu pertempuran sengit dari berbagai pertempuran yang meletus di mana-mana adalah di Bandung. Bandung lautan api merupakan peristiwa bersejarah yang tidak akan terlupakan.  Pada saat sengitnya rakyat Indonesia menentang penjajah, Lapangan Andir di Bandung mempunyai kisah tersendiri. Di lapangan terbang ini juga terjadi pertempuran antara rakyat Kota Kembang dan sekitarnya melawan penjajah, khususnya yang terjadi pada tanggal 10 Oktober 1945. Lapangan terbang Andir merupakan sala...

Pemuda Penjuru Bangsa

"Berikan aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Berikan aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia". (Ir Soekarno) JAKARTA, KOMPAS -- Pernyataan presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno, itu menggambarkan betapa pemuda merupakan potensi yang luar biasa, tidak hanya untuk pembangunan bangsa, tetapi juga untuk mengguncangkan dunia. Dalam perkembangan bangsa ini, kaum muda banyak mewarnai sejarah Indonesia. Tidak hanya dimulai dengan digelarnya Kongres Pemuda II tahun 1928, yang menegaskan "bertanah air dan berbangsa yang satu, bangsa Indonesia serta berbahasa persatuan, bahasa Indonesia", tetapi peristiwa pembentukan negeri ini, misalnya lahirnya Boedi Oetomo tahun 1908, pun digagas pemuda. Bahkan, organisasi kebangsaan, seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, tidak bisa dipisahkan dari peranan kaum muda. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan, yang diakui sebagai pemuda adalah warga negara yang m...