Langsung ke konten utama

Sekali Peristiwa di Bojongkokosan (2-Habis) Ironi di Bekas Lokasi Pertempuran

KEMARIN, semburat kesedihan tertampak jelas di wajah Satibi. Saat itu, ia tengah mengikuti peringatan Hari Juang Siliwangi di Lapangan Palagan Bojongkokosan, Kecamatan Parungkuda, Kabupaten Sukabumi. Pria 94 tahun itu merupakan salah satu pelaku sejarah peristiwa heroik yang berlangsung 68 tahun silam.

Ingatan Satibi melayang jauh ke belakang. Ia mengenang kawan-kawan seperjuangan yang telah mendahuluinya. Kenangan itulah yang membuat Satibi sedih. Namun, ia mencoba tegar. "Walaupun kadang lupa, kenangan pertempuran Bojongkokosan masih teringat. Kami melakukan penghadangan di sekitar tebing Bojongkokosan hingga ke Kota Sukabumi. Di sini, sejumlah teman dan saudara seperjuangan gugur," katanya. "Kami tidak rela tanah air ini kembali diinjak-injak Belanda."

Beberapa hari sebelumnya, "PR" sempat menemui Satibi di kediamannya yang bersahaja di salah satu sudut Museum Bojongkokosan. "PR" juga menyambangi Sholeh, salah satu pelaku sejarah pertempuran itu. Pria 83 tahun itu masih sangat sehat. Bahkan, kini, ia masih beraktivitas di Kantor Urusan Agama Kecamatan Parungkuda dan kantor kepala desa setempat. 

Ditemui terpisah, Satibi dan Soleh sepakat, pasukan sekutu yang mereka sergap tak hanya menumpang 70 kendaraan, seperti versi Inggris. Mereka menaksir, pasukan sekutu itu menumpang sedikitnya 150 kendaraan berupa truk, jip, dan tank. Pasukan itu pun berasal dari berbagai negara, di antaranya Inggris, Divisi India, Skotlandia, termasuk tentara Belanda.

Menurut Satibi, penyergapan pasukan sekutu sudah direncanakan secara matang. Hal itu muncul setelah pejuang dari Bogor menginformasikan rencana perjalanan pasukan sekutu dari Jakarta menuju Bandung. Saat itu, animo para pejuang sangat besar. Tak heran jika kemudian banyak unsur pejuang yang terlibat, seperti Laskar Hizbullah, Laskar Banten, Tentara Keamanan Rakyat, bahkan masyarakat umum dan ibu rumah tangga. Sebelum beraksi, mereka memanjatkan doa bersama, dipimpin oleh sejumlah tokoh agama Islam.

Para pejuang pun bersepakat, penyergapan dilakukan pada pukul 15.00. Sebelumnya, mereka memasang penghalang dari batang-batang kelapa dan sejumlah jebakan. Saat "kepala" rombongan pasukan sekutu berhenti, para pejuang menyerang bagian "ekor", diawali oleh dua kali tembakan pistol ke udara.

"Wah, harita mah modal kawani saréréa, sagala dikerahkeun. Tina mimiti penémbak jitu, bambu runcing, bandring (alat pelempar batu), batu, senjata tajam, jeung sagala rupa. Éta tentara sekutu langsung panik. Salian seueur anu téwas diserang ti pihak Indonesia, maranéhna ogé banyak anu némbak babaturanna kénéh," ujar Satibi, mengenang peristiwa itu.

Dalam peristiwa itu, kata dia, jumlah tentara Inggris yang tewas dan hilang sangat banyak, tak hanya 35 orang seperti diklaim Sekutu. Bahkan, ujar Satibi, ada seorang perwira tinggi yang tewas dan hingga kini namanya tetap dirahasiakan. Tentara Divisi India yang tewas juga sangat banyak. Sementara, di pihak Indonesia, pejuang yang gugur mencapai 28 orang. Nama mereka dicantumkan di tugu peringatan di areal Museum Palagan Bojongkokosan.

**

SENIN (9/12/2013), peristiwa heroik yang kemudian dijadikan sebagai Hari Juang Siliwangi itu kembali diperingati. Panglima Komando Daerah Militer III/Siliwangi Dedi Kusnadi Thamim mengatakan, pertempuran Bojongkokosan harus menjadi inspirasi bagi generasi muda penerus bangsa. "Pertempuran itu salah satu perjuangan heroik yang melibatkan rakyat Jawa Barat. Oleh karena itu, generasi muda jangan sekali-kali melupakan para pejuang yang telah gugur di medan juang. Mereka rela meregangkan nyawa demi tegaknya Republik Indonesia," katanya, seusai upacara.

Dalam kesempatan itu, ia pun mendukung bila pertempuran Bojongkokosan diangkat ke layar lebar. Ia berharap, melalui film, peristiwa sejarah itu diketahui oleh khalayak luas, terutama generasi muda.

Dan, gayung pun bersambut. Sutradara kawakan Dedi Setiadi membenarkan bahwa pertempuran Bojongkokosan akan difilmkan. Kini, ia telah mengumpulkan bukti-bukti dan dokumen penting mengenai pertempuran itu. "Tak hanya mempelajari buku-buku mengenai pertempuran Bojongkokosan, tetapi juga mendatangi sejumlah saksi dan pelaku peristiwa itu. Dan, kebetulan, masih ada sejumlah saksi dan pelaku yang hidup," katanya.

Hanya, kemarin, hadirin mengaku kecewa lantaran gubernur dan wakil gubernur Jawa Barat tak hadir meski sudah diundang. "Setahu kami, Pak Gubernur Heryawan kan orang Sukabumi juga ya? Kenapa tak hadir ya? Kan ini peringatan momentum yang berkaitan dengan Jawa Barat," kata Kabalakjarah Kodam III/Siliwangi IB Pinatih.

**

KINI, Museum Palagan Bojongkokosan kembali menjalani hari-hari yang sunyi, seperti semula. Menurut Wawan (32), putra bungsu Satibi, secara umum, beberapa tahun terakhir, sangat sedikit orang yang berkunjung ke sana. "Akan tetapi, khusus untuk dua bulan ini, lumayan ramai, baik masyarakat umum maupun anak sekolah," ujarnya.

Selain itu, di sana, sebuah ironi tercipta. Pinatih mengatakan, kini, lokasi pertempuran Bojongkokosan berubah menjadi kawasan industri. Daerah itu kini dipenuhi oleh pabrik. Kawasan gersang bermunculan sehingga membuat kondisi lingkungan menjadi acak-acakan. Luas kawasan hijau menurun drastis. "Bahkan, untuk acara peringatan pertempuran Bojongkokosan ini, panitia harus meminta izin menumpang di lahan sebuah perusahaan milik warga Korea," katanya.

Selain pabrik, daerah itu kini dipenuhi oleh tempat kos bagi para buruh pabrik. Tak heran, nama Bojongkokosan kini dipelesetkan menjadi "Bojong Koskosan". (Ahmad Rayadie, Kodar Solihat/"PR")***



Sumber: Pikiran Rakyat, 10 Desember 2013




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gelar 'Pahlawan Nasional' untuk Adam Malik

JAKARTA -- Mantan wakil presiden (almarhum) Adam Malik kemarin mendapat anugerah gelar 'Pahlawan Nasional' dari pemerintah. Gelar yang sama juga dianugerahkan kepada almarhum Tjilik Riwut (mantan Gubernur Kalteng tahun 1957-67), Sultan Pasir Kaltim almarhum La Maddukelleng, serta Sultan Siak Riau almarhum Sultan As-syaidis Syarif Kasim Sani. Gelar itu diserahkan Presiden BJ Habibie kepada ahli waris masing-masing, pada upacara peringatan Hari Pahlawan 10 November, di Istana Merdeka kemarin. Gelar untuk Adam Malik diterima oleh istrinya, Ny Nelly Adam Malik. Tampak hadir pada acara itu antara lain Ny Hasri Ainun Habibie, Ketua DPR/MPR Harmoko, Ketua DPA Baramuli, Ketua MA Sarwata, Menko Polkam Feisal Tanjung, serta Menko Ekuin Ginandjar Kartasasmita. Pada acara tersebut, Kepala Negara juga menyerahkan tanda kehormatan 'Bintang Republik Indonesia' kepada sejumlah tokoh masyarakat yang sudah meninggal, khususnya yang berjasa pada masa perjuangan melawan penjajahan Bela...

Sebuah Potensi Wisata Islami di Singaraja

B ali bagi kebanyakan wisatawan domestik maupun mancanegara selalu identik dengan kepariwisataannya seperti Ubud, Sangeh, Pantai Kuta, Danau Batur, dan banyak lagi. Itu semua berkat adanya dukungan masyarakat dan pemerintah untuk menjadikan Bali kawasan terkemuka di bidang pariwisata, tidak hanya regional tapi juga internasional. Tak aneh jika orang asing disuruh menunjuk 'hidung' Indonesia maka yang mereka sebut hampir selalu Bali. Dari sekian potensi wisata yang ada, tampaknya ada juga potensi yang mungkin terabaikan atau perlu diperhatikan. Ketika melakukan kunjungan penelitian beberapa waktu lalu ke sana, penulis menemui beberapa settlement  pemukiman muslim yang konon telah eksis beberapa abad lamanya. Betapa eksisnya masyarakat Muslim itu di tengah-tengah hegemoni masyarakat Hindu Bali terlihat pada data-data arsitektur dan arkeologis berupa bangunan masjid, manuskrip Alquran dan kitab-kitab kuno. Di Singaraja, penulis menemui tokoh Islam setempat bernama Haji Abdullah Ma...

Masjid Indonesia, Perkawinan Budaya yang Kaya Raya

Aku diberitahu tentang sebuah mesjid yang tiang-tiangnya dari pepohonan di hutan  fondasinya batu karang dan pualam pilihan atapnya menjulang tempat tersangkutnya awan dan kubahnya tembus pandang, berkilauan digosok topan kutub utara dan selatan Aku rindu dan mengembara mencarinya DEMIKIANLAH penggalan bait pertama sajak Mencari Sebuah Mesjid yang ditulis penyair Taufik Ismail. Sajak yang keseluruhannya cukup panjang ini, dalam bentuknya yang besar ikut dipajang di salah satu pojok arena pameran Festival Istiqlal 1991. Setiap hari, banyaklah pengunjung yang ikut membacanya. Bahkan siswa-siswi SMP dan SMA rela duduk beralas karpet di hadapan sajak itu, untuk menyalinnya sampai habis. Tak salah jika dikatakan, "stand" sajak Taufik Ismail ini merupakan salah satu dari sekian banyak stand di arena pameran itu yang mendapatkan perhatian berlimpah dari pengunjung. Bait-bait sajak nan indah dan syahdu ini, seakan ingin memperlengkap koleksi benda-benda Islami yang dipamerkan pada pe...

Dana Rawagede Jadi Rebutan: 171 Ahli Waris Korban Lain Juga Minta Kompensasi

KARAWANG, (PR).- Rencana pemberian kompensasi oleh pemerintah Belanda Rp 243 juta per orang untuk sembilan janda yang menggugat kejahatan perang Rawagede menuai persoalan. Pasalnya, 171 ahli waris lainnya yang juga korban Rawagede menginginkan agar dana kompensasi tersebut dibagi rata. "Meskipun kami di atas kertas tidak ikut menggugat, setidaknya ada perasaan senasib sebagai ahli waris korban pembantaian. Dari sembilan orang yang mendapat dana kompensasi, lima di antaranya setuju dana dibagi rata untuk 171 orang lainnya," kata Wahono, salah seorang ahli waris, Rabu (21/12). Namun, menurut Wahono, empat orang ahli waris lainnya tidak menerima usulan tersebut karena mematuhi anjuran dari Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB). "Jika memang seperti itu, justru akan menimbulkan kecemburuan sosial. Meskipun tidak ikut menggugat, kami berhak juga menerima sebagai ahli waris korban pembantaian Rawagede," tuturnya. Kemungkinan lain, menurut Wahono, setengah dari seluruh da...

Nassau Boulevard Saksi Perumusan Naskah Proklamasi

G edung berlantai dua bercat putih itu masih nampak megah, sekalipun dibangun 80 tahun lalu. Nama jalan gedung ini pada masa pendudukan Belanda, Nassau Boulevard No 1, dan diubah menjadi Meijidori pada pendudukan Jepang. Untuk selanjutnya menjadi Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat sekarang ini. Gedung yang diapit oleh Kedutaan Besar Arab Saudi dan Gereja Santa Paulus dibangun dengan arsitektur gaya Eropa, yang hingga kini masih banyak terdapat pada gedung-gedung di sekitar kawasan Menteng. Pemerintah kolonial Belanda membangun gedung ini bersamaan dengan dibukanya 'kota baru' Menteng, pada 1920, saat kota Batavia, sebutan Jakarta waktu itu, meluas ke arah selatan. Gedung yang kini diberi nama Museum Perumusan Naskah Proklamasi memang pantas dilestarikan oleh pemerintah, karena mempunyai nilai sejarah yang amat penting. Di tempat inilah pada malam tanggal 16 Agustus 1945 bertepatan 7 Ramadhan 1364 H hingga menjelang fajar keesokan harinya para pendiri negara ini merumuskan naskah ...

Syekh Siti Jenar: Satu Cermin Banyak Gambar

A PAKAH Syekh Siti Jenar itu seorang mukmin? Kalau jawabannya "ya", kenapa ia akhirnya "diadili" oleh dewan wali (Wali Songo) atas tuduhan menyebarkan agama sesat? Kalau jawabannya "tidak", kenapa ia disejajarkan kedudukannya dengan Wali Songo dan disebut syekh atau wali? Berbagai pertanyaan tersebut selama ini menghinggapi benak masyarakat. Namun, jika Anda mengajukan pertanyaan tersebut pada buku Syekh Siti Jenar (Pergumulan Islam Jawa), semua akan terjawab tuntas. Bagi pengarang buku ini, Syekh Siti Jenar adalah sosok penganut Islam yang "aneh". Lewat ajarannya wihdatul wujud ( manunggaling kawula Gusti ), ajarannya dianggap menyesatkan banyak orang. Karena Tuhan diyakini menyatu dalam diri Syekh Siti Jenar yang juga dipanggil Lemah Abang tersebut. Tuhan adalah dia, dan dia adalah Tuhan. Ditinjau dari segi syari'ah, hal demikian sangatlah tidak sesuai dengan ajaran Islam. Bagaimana mungkin Tuhan yang berbeda ruang dan waktu disamakan denga...

9 Maret 1942: Belanda Menyerah di Kalijati

61 tahun silam (9 Maret 1942- red ), di Pangkalan Udara (PU) Kalijati Kab. Subang Jabar telah terjadi peristiwa sangat penting. Suatu peristiwa yang menghiasi perjalanan sejarah bangsa Indonesia, pascakolonialisme Belanda, yaitu takluknya pemerintah dan tentara Belanda kepada Jepang di PU Kalijati (sekarang Lanud Suryadarma- red ). Kejadian bersejarah itu berlangsung setelah terjadi pertempuran mahadahsyat di seputar Subang-Bandung. Lewat pertempuran yang memakan banyak korban dari dua kubu itu, Jepang akhirnya mampu menghancurkan kubu pertahanan Belanda di Ciater Subang dan menguasainya (6 Maret 1942). Kemudian disusul dengan perundingan Jepang-Belanda di rumah dinas seorang Perwira Staf Sekolah Penerbang Hindia Belanda di PU Kalijati Subang. Dua hari kemudian, dalam tempo cukup singkat, secara resmi Belanda mengakui menyerah tanpa syarat kepada Jepang yang dituangkan dalam naskah penyerahan Hindia Belanda. Di awal perundingan, Jenderal Ter Poorten selaku Panglima Belanda han...