SEPERTI biasa, suasana tenang dan udara sejuk mewarnai daerah tanjakan-turunan di Desa Bojongkokosan, jalur Kecamatan Parungkuda, Kabupaten Sukabumi. Di sana, terdapat sebuah tikungan yang populer dengan monumen mobil tua bekas tabrakan. Belakangan, monumen itu menjadi "ikon" jalur yang menghubungkan Sukabumi-Bogor tersebut.
Namun, 68 tahun lalu, di tempat itulah terjadi peristiwa heroik yang mencengangkan dunia. Tepat pada 9 Desember 1945 (yang kini juga dijadikan peringatan Hari Juang Siliwangi), terjadi pertempuran dahsyat dan kontak senjata langsung antara para pejuang Indonesia dengan pasukan sekutu yang dipimpin Inggris. Ketika itu, Indonesia memasuki periode "Masa Bersiap".
Pada masa itu, di jalur Sukabumi-Bogor, terjadi pembumihangusan sejumlah tempat, mulai dari bangunan, perkebunan, hingga sarana perekonomian. Ini sebagai perlawanan para pejuang republik terhadap pasukan sekutu (yang diketahui dibonceng Belanda untuk mencoba menguasai kembali tanah air).
Bagi Indonesia, pertempuran di Bojongkokosan memiliki arti mendalam. Betapa tidak, itu merupakan kontak senjata pertama setelah kemerdekaan diproklamasikan. Sebaliknya, di pihak sekutu, terutama Inggris, itu merupakan peristiwa memalukan. Apalagi, belakangan, peristiwa itu mengundang perhatian dunia karena mereka "keok" di Bojongkokosan.
Ketika itu, sekutu sedang berbangga karena baru saja memenangi Perang Dunia II (1939-1945). Ternyata, mereka tak berkutik saat diserang para pejuang Indonesia yang hanya dilengkapi peralatan perang seadanya. Sekutu kalah dengan banyak korban tewas mengenaskan. Mereka menyebutnya "Battle of Tjibadak".
**
MALAM itu, pasukan sekutu berkonvoi. Dari Jakarta, mereka hendak ke Bandung. Mereka terdiri atas pasukan Inggris, pasukan Inggris Divisi India, dan pasukan lainnya. Mereka menumpang sejumlah kendaraan, seperti 70 tank M3 Stuart, Stuart Reece, truk Chevrolet, jip Willys, dan sebagainya. Saat melintasi celah perbukitan di Bojongkokosan, mereka diserang oleh para pejuang Indonesia.
Selama beberapa tahun, Inggris sempat menutupi peristiwa itu karena dianggap sesuatu yang merusak reputasi. Soalnya, itu tadi, mereka baru saja memenangi Perang Dunia II di Eropa dan Asia-Pasifik. Dengan keroyokan bersama sekutu dari Britania Raya, Amerika Serikat, dan Uni Soviet, mereka berhasil mengalahkan Nazi Jerman, Jepang, dan Italia.
Berdasarkan sejumlah referensi, pasukan Inggris Brigade ke-36 India yang dihancurkan para pejuang Indonesia di Bojongkokosan itu adalah pasukan berpengalaman pada Perang Dunia II. Mereka pernah beraksi di Afrika Utara, Italia, penyerbuan Pantai Normandy di Prancis, Burma, Singapura, dan sebagainya. Di dalamnya, terdapat pasukan senapan ke-8 Gurkha yang memperkuat Inggris bersama Australia, Selandia Baru, Yunani, Afrika Selatan, Prancis, dan Polandia. Pasukan itu dipimpin Mayor Jenderal Bernard Montgomery yang mampu mengalahkan pasukan Nazi Jerman dan Italia di bawah pimpinan si "Musang Padang Pasir" Mayor Jenderal Erwin Rommel, pada Pertempuran El-Alamein, Mesir, pada 23 Oktober-11 November 1942.
**
SURAT kabar The Mercury terbitan Hobart, Tasmania, Australia, 11 Desember 1945 (mengutip kabar dari Australian Associated Press) menyebutkan, pada pertempuran di Bojongkokosan itu, Inggris menyatakan, terdapat 16 tentara yang tewas mengenaskan. Mereka adalah seorang perwira angkatan udara (Royal Air Force), seorang perwira angkatan darat Inggris, dan 14 tentara Inggris Unit India. Selain itu, terdapat sedikitnya 30 tentara lain yang luka berat.
Pertempuran sejak malam 9 Desember 1945 itu berlangsung hingga keesokan harinya. Pasukan India yang sedang mempertahankan diri di halaman sebuah hotel setempat meminta dukungan serangan udara. Pesan tersebut segera direspons oleh pangkalan Angkatan Udara Inggris (Royal Air Force/RAF) dengan menerbangkan 12 pesawat tempur dari Lapangan Udara Tjililitan (kini Lanud/Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta).
Begitu tiba di lokasi pertempuran, dua belas pesawat itu segera membalas dengan menghancurkan perkampungan di Cibadak. Tak hanya itu, mereka menebar sedikitnya seribu leaflet yang berisikan peringatan bagi para tentara dan pejuang Indonesia.
Empat pesawat tempur serbaguna de Havilland "Mosquito" menembakkan banyak roket yang menghancurkan sejumlah bangunan. Selain itu, terdapat pula 6 pesawat pemburu P-47 "Thunderbolt" dan 2 "Mosquito" lainnya yang menjatuhkan sejumlah bom berbobot 500 lb (226,8 kilogram).
Di angkasa Cibadak, rombongan pesawat itu menderu. Seorang saksi mata mengatakan, serangan tersebut sangat dahsyat. Perkampungan terbakar hebat. Ini sesuai dengan pernyataan salah satu pilot dari Angkatan Udara Inggris. "Kami akan melenyapkan tempat itu dari peta," katanya.
**
INGGRIS menyatakan, pertempuran di Bojongkokosan merupakan yang terhebat sejak pasukan Inggris mendarat di Pulau Jawa, November 1945, setelah Jepang menyerang pada Perang Dunia II. Pertempuran itu merupakan kontak senjata langsung pertama sekaligus terparah yang dialami pasukan Inggris di Pulau Jawa.
Pertempuran di Bojongkokosan ternyata memicu banyak orang Indonesia, terutama di Batavia (Jakarta), untuk bertindak lebih agresif terhadap pasukan Inggris. Bahkan, ratusan tentara dan pejuang dari Cibadak tersebut nyaris dapat menggerakkan penyerangan kekuatan utama pasukan sekutu dan penguasaan Kota Batavia untuk Republik Indonesia.
Di New York, koresponden perang Edward R Murrow (yang baru pulang dari London) menyiarkan, masyarakat Inggris ternyata tak diberi tahu mengenai realita yang dialami pasukan Inggris di Bojongkokosan. Sensor pemberitaan sangat ketat, kala itu. Mereka pun "mengambinghitamkan" perbedaan disiplin antara pasukan Inggris dengan Unit India.
Berdasarkan informasi dari Imperial War Museum, setelah peristiwa di Bojongkokosan, Inggris pun mengerahkan lagi pasukan untuk membersihkan jalur Bandung. Namun, selama patroli dan perjalanan di kawasan Puncak Pass Bogor-Cianjur, sejumlah tentara Inggris dari Unit India tewas ditembaki para penembak tersembunyi yang diduga dari pihak nasionalis Indonesia.
Rangkaian peristiwa yang dimulai dari Bojongkokosan tersebut, merupakan mata rantai perlawanan sengit tentara dan pejuang di Jawa Barat terhadap pasukan Inggris. Puncaknya, adalah peristiwa Bandung Lautan Api di Bandung, 24 Maret 1946.
Peristiwa heroik di Bojongkokosan itu sekaligus pula dijadikan sebagai hari terbentuknya TNI Divisi Siliwangi. Rencananya, hari ini, setelah enam tahun vakum, momentum itu akan kembali diperingati di lokasi yang sama. (Kodar Solihat/"PR")***
Sumber: Pikiran Rakyat, 9 Desember 2013


Komentar
Posting Komentar