Selain dikenal sebagai tokoh penyebar Islam di daerah pesisir utara Jawa, Sunan Kudus juga merupakan pujangga besar. Kepiawaiannya mengarang cerita-cerita yang sarat filsafat dan jiwa keagamaan, praktis membuat dia menjadi idola kaum muda kala itu. Gending maskumambang dan mijil merupakan dua buah ciptaannya yang melegenda hingga kini.
Khusus dalam ilmu agama, Sunan Kudus yang bernama asli Ja'far Shodiq ini merupakan sosok paripurna. Dia sangat menguasai ilmu tauhid, ushul fiqh, hadist, tafsir, juga mantiq. Karena itu, di antara sembilan wali, Sunan Kudus dikenal sebagai waliyul ilmi.
Sebagai ahli ilmu agama, Sunan Kudus memiliki begitu banyak murid dan kader yang terserak di berbagai pelosok daerah. Karena itu, hampir di setiap kampung di seputar Kudus kini terdapat makam murid Sunan Kudus yang turut berjasa dalam syiar Islam di Jawa pada tahap awal ini.
Dalam melakukan syiar Islam, cara yang ditempuh Sunan Kudus sebenarnya tak banyak berbeda dengan wali-wali lain: menekankan pendekatan serba bijak. Misalnya, konon, dia mengikat seekor lembu--hewan yang sangat dihormati penganut Hindu--di pekarangan masjid. Tindakan tersebut, konon pula, menjadi salah satu alasan yang mendorong banyak pemeluk Hindu ketika itu berbondong-bondong mendatangi tempat lembu diikat. Mungkin mereka hendak protes atau sekadar mencoba mengetahui apa yang akan diperbuat Sunan Kudus terhadap lembu yang terikat itu.
Tapi, ternyata, lembu itu tak diapa-apakan. Rupanya, tindakan mengikat lembu di pekarangan masjid ini sekadar taktik Sunan Kudus untuk mengumpulkan orang. Buktinya, setelah sekian banyak orang berkumpul di sekitar masjid, dia tampil bertabligh. Gaya yang memikat, plus pesan tabligh yang tidak menyerang atau menyudutkan keyakinan lain, serta-merta mengundang simpati sekaligus menggugah kesadaran banyak orang tentang nilai-nilai Islam.
Dalam soal lembu, misalnya, Sunan Kudus malah sempat melarang rakyat menyakiti atau menyembelihnya. Sebagai dalih, dia bercerita pernah merasa sangat kehausan. Dahaga berat itu, katanya, kemudian terlampiaskan oleh air susu lembu.
Walhasil, gaya Sunan Kudus dalam melakukan syiar Islam ini serba santun, menjunjung perasaan dan keyakinan pihak lain, juga kental bersemangatkan persaudaraan. Ini yang serta-merta mengundang simpati orang. Tak heran jika tak sedikit di antara pemeluk Hindu ketika itu kemudian tergerak mengikrarkan kalimat syahadat.
Sunan Kudus menikahi Dewi Rukhil, puteri R. Makdum Ibrahim alias Sunan Bonang. Makdum Ibrahim sendiri adalah putera R. Rahmad alias Sunan Ampel yang notabene adalah putera Maulana Ibrahim Asmarakandi. Walhasil, menurut silsilah, Dewi Rukhil masih tergolong saudara Sunan Kudus.
Pasangan Sunan Kudus - Dewi Rukhil melahirkan seorang putera yang bernama Amir Hasan. Sementara pernikahannya dengan puteri Pangeran Pecat Tandaterung dari Majapahit menghasilkan delapan anak: Nyi Ageng Pembayun, Panembahan Palembang, Panembahan Mekaos Honggokusumo, Panembahan Kodhi, Panembahan Karimun, Panembahan Joko, Ratu Pajoko, serta Ratu Prodobinabar.
Yang pasti, saat wafat tahun 1550, Sunan Kudus meninggalkan sejumlah benda pusaka yang hingga kini masih terawat baik dan bisa dilihat para peziarah. Misalnya sebuah kursi model Portugis dan sebuah tasbih besar berbahan kayu jati.
Benda pusaka lain peninggalan Sunan Kudus ini adalah sebilah keris bernama Ciptaka atau Cintaka. Menurut dugaan Milono, mantan Residen Pati, Ciptaka mengandung arti bahwa siapa yang dicpta akan terwujud. Sedangkan cintaka berarti bahwa siapa yang dicinta akan datang.
Oleh Pudyo Saptono
Sumber: Suara Karya, 3 Januari 2000
Khusus dalam ilmu agama, Sunan Kudus yang bernama asli Ja'far Shodiq ini merupakan sosok paripurna. Dia sangat menguasai ilmu tauhid, ushul fiqh, hadist, tafsir, juga mantiq. Karena itu, di antara sembilan wali, Sunan Kudus dikenal sebagai waliyul ilmi.
Sebagai ahli ilmu agama, Sunan Kudus memiliki begitu banyak murid dan kader yang terserak di berbagai pelosok daerah. Karena itu, hampir di setiap kampung di seputar Kudus kini terdapat makam murid Sunan Kudus yang turut berjasa dalam syiar Islam di Jawa pada tahap awal ini.
Dalam melakukan syiar Islam, cara yang ditempuh Sunan Kudus sebenarnya tak banyak berbeda dengan wali-wali lain: menekankan pendekatan serba bijak. Misalnya, konon, dia mengikat seekor lembu--hewan yang sangat dihormati penganut Hindu--di pekarangan masjid. Tindakan tersebut, konon pula, menjadi salah satu alasan yang mendorong banyak pemeluk Hindu ketika itu berbondong-bondong mendatangi tempat lembu diikat. Mungkin mereka hendak protes atau sekadar mencoba mengetahui apa yang akan diperbuat Sunan Kudus terhadap lembu yang terikat itu.
Tapi, ternyata, lembu itu tak diapa-apakan. Rupanya, tindakan mengikat lembu di pekarangan masjid ini sekadar taktik Sunan Kudus untuk mengumpulkan orang. Buktinya, setelah sekian banyak orang berkumpul di sekitar masjid, dia tampil bertabligh. Gaya yang memikat, plus pesan tabligh yang tidak menyerang atau menyudutkan keyakinan lain, serta-merta mengundang simpati sekaligus menggugah kesadaran banyak orang tentang nilai-nilai Islam.
Dalam soal lembu, misalnya, Sunan Kudus malah sempat melarang rakyat menyakiti atau menyembelihnya. Sebagai dalih, dia bercerita pernah merasa sangat kehausan. Dahaga berat itu, katanya, kemudian terlampiaskan oleh air susu lembu.
Walhasil, gaya Sunan Kudus dalam melakukan syiar Islam ini serba santun, menjunjung perasaan dan keyakinan pihak lain, juga kental bersemangatkan persaudaraan. Ini yang serta-merta mengundang simpati orang. Tak heran jika tak sedikit di antara pemeluk Hindu ketika itu kemudian tergerak mengikrarkan kalimat syahadat.
***
Menurut silsilah, Sunan Kudus adalah putera R. Usman Haji yang bergelar Sunan Ngudung. Dirunut ke atas lagi, garis darah Sunan Kudus bermuara pula kepada Nabi Muhammad SAW. Rincinya, Usman Haji bin Raja Pendeta, Raja Pendeta bin Ibrahim Asmarakandi, Ibrahim Asmarakandi bin Maulana Muhammad Jumadalkubra, Maulana Muhammad Jamadalkubra bin Zainul Aliem, Zainul Aliem bin Zainul Abidin, Zainul Abidin bin Sayid Khusain, Sayid Khusain bin Ali (suami Sitti Fatimah, puteri Rasulullah).Sunan Kudus menikahi Dewi Rukhil, puteri R. Makdum Ibrahim alias Sunan Bonang. Makdum Ibrahim sendiri adalah putera R. Rahmad alias Sunan Ampel yang notabene adalah putera Maulana Ibrahim Asmarakandi. Walhasil, menurut silsilah, Dewi Rukhil masih tergolong saudara Sunan Kudus.
Pasangan Sunan Kudus - Dewi Rukhil melahirkan seorang putera yang bernama Amir Hasan. Sementara pernikahannya dengan puteri Pangeran Pecat Tandaterung dari Majapahit menghasilkan delapan anak: Nyi Ageng Pembayun, Panembahan Palembang, Panembahan Mekaos Honggokusumo, Panembahan Kodhi, Panembahan Karimun, Panembahan Joko, Ratu Pajoko, serta Ratu Prodobinabar.
***
Meski silsilah cukup gamblang, toh asal-usul Sunan Kudus ini masih diselimuti misteri. Ada yang menyebutkan bahwa dia adalah tulen orang Jawa. Tapi ada pula yang berkeyakinan bahwa dia sejatinya merupakan pendatang. Konon, dia berasal dari Persia. Manakah yang benar? Wallahualam.Yang pasti, saat wafat tahun 1550, Sunan Kudus meninggalkan sejumlah benda pusaka yang hingga kini masih terawat baik dan bisa dilihat para peziarah. Misalnya sebuah kursi model Portugis dan sebuah tasbih besar berbahan kayu jati.
Benda pusaka lain peninggalan Sunan Kudus ini adalah sebilah keris bernama Ciptaka atau Cintaka. Menurut dugaan Milono, mantan Residen Pati, Ciptaka mengandung arti bahwa siapa yang dicpta akan terwujud. Sedangkan cintaka berarti bahwa siapa yang dicinta akan datang.
***
Oleh Pudyo Saptono
Sumber: Suara Karya, 3 Januari 2000
Komentar
Posting Komentar