Langsung ke konten utama

Kemerdekaan, Hadiah dari Siapa?

Oleh ERHAM BUDI W.

ANAK bangsa adalah anak sejarah sekaligus ahli waris kisah. Mewarisi kisah berarti juga mewarisi semangat. Dengan semangat itulah, kisah selanjutnya akan ditorehkan oleh para penerus. Berkaitan dengan ulang tahun kemerdekaan yang lusa kita peringati bersama, pertanyaan kritis yang kerap muncul adalah benarkah kemerdekaan yang kita peroleh merupakan buah perjuangan? Ataukah hadiah belaka? Kemerdekaan memang bisa dimaknai sebagai hadiah, tapi tentu bukan pemberian cuma-cuma.

Hadiah dari Jepang?

Kemerdekaan Indonesia dianggap sebagai hadiah dari Pemerintah Jepang. Asumsi tersebut sebenarnya cukup beralasan. Gagasan menghadiahkan kemerdekaan kepada Indonesia muncul pada 7 September 1944 melalui pernyataan PM Koiso Kuniaki yang menggantikan Hideo Tojo. Sejak saat itulah, Sang Saka Merah Putih boleh dikibarkan. Bahkan, Laksamana Muda Maeda Tadashi mendirikan Asrama Indonesia Merdeka di Jakarta serta membantu biaya perjalanan Sokarno dan Hatta ke beberapa daerah. Selain itu, Jawa Hokokai sebagai organisasi bentukan Jepang mulai diizinkan membentuk kelompok pemuda militer sendiri, yaitu Barisan Pelopor. Organisasi Islam Masyumi juga diizinkan membentuk sayap militer (Hizbullah).

Untuk memperlihatkan keseriusannya, pada Maret 1945 Jepang mengumumkan dibentuknya Badan Penyelidikan Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang beranggota tokoh-tokoh Indonesia. Melunaknya sikap Jepang seolah menggambarkan bahwa Jepang sangat berjasa bagi kemerdekaan Indonesia. Tapi, sesungguhnya kemerdekaan yang akan diberikan hanyalah kemerdekaan semu. Sikap Jepang yang pro-kemerdekaan adalah demi menggalang dukungan Indonesia menghadapi Sekutu, atau setidaknya untuk menenangkan Indonesia agar tidak memberontak. Hal ini perlu dilakukan karena Jepang sendiri benar-benar direpotkan oleh gempuran Sekutu. Andai Jepang berhasil mengalahkan Sekutu, belum tentu Indonesia benar-benar dimerdekakan. Sebab, Jepang tidak akan begitu saja melepas wilayah kaya bahan tambang yang sangat diperlukan bagi industri dalam negeri mereka.

Hadiah dari Sekutu?

Bisa jadi, kemerdekaan kita justru hadiah dari Sekutu. Seandainya Jepang tidak ditaklukkan oleh Sekutu, ada kemungkinan Jepang masih menghunjamkan tajinya di negara-negara Asia Tenggara. Termasuk Indonesia. Jepang menyerah kepada Sekutu setelah Bom Atom Little Boy dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki. Kaisar Jepang Tenno Heika Hirohito menyetujui Postdam Declaration sebagai pernyataan menyerah tanpa syarat, sembari memberikan perintah menghentikan perang pada 15 Agustus 1945.

Secara sederhana dapat disimpulkan, kemerdekaan Indonesia merupakan keuntungan dari kekalahan Jepang terhadap Sekutu. Kemerdekaan dikatakan sebagai hadiah dari Sekutu karena Sekutu seolah membiarkan Indonesia absent dari kekuasaan negara mana pun. Meski secara de jure Indonesia masih di bawah kekuasaan Jepang, secara de facto Jepang bukan lagi negara yang berkuasa karena telah ditaklukkan oleh Sekutu sehingga status Indonesia berada pada kekosongan kekuasaan.

Pembiaran yang dilakukan oleh Sekutu, tampaknya, bukan kesengajaan. Sekutu sedang mengalami euforia kemenangan atas Jepang. Sekutu juga masih shock melihat dampak teknologi pemusnah masal yang baru pertama digunakan dalam perang. Situasi tersebut membuat mereka alpa untuk mengambil alih daerah-daerah bekas jajahan Jepang. Dikatakan alpa karena sebenarnya Sekutu telah membuat rencana penaklukan Asia Tenggara melalui perwira Inggris Lord Louis Moutbatten. Bahkan, akhirnya Pasukan Sekutu di bawah pimpinan Letnan Jenderal Sir Philip Christison juga mulai merangsek ke Medan, Palembang, Padang, Semarang, dan Surabaya.

Untunglah, sebelum upaya perebutan kembali itu berbuah, para pemimpin Indonesia, terutama dari golongan pemuda, cepat-cepat mengambil alih kekosongan kekuasaan. Pada kondisi kosong itulah bangsa Indonesia seolah menemukan momentum untuk mengegolkan tujuan yang selama itu selalu terhambat: merdeka.

Ketika kekosongan kekuasaan terjadi, Soekarno, Hatta, dan hampir seluruh tokoh tua sangat berhati-hati mengambil sikap. Tokoh-tokoh tua tidak segera memanfaatkan waktu untuk memerdekakan diri. Mereka masih menunggu "sabda" dari Pemerintah Jepang yang sedianya akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia pada September 1945.

Janji kemerdekaan yang ditawarkan Jepang, yang oleh para pemuda dianggap sebagai kidung nina bobo dan isapan jempol, tak perlu lagi dinanti kelanjutannya. Mereka ingin mengambil peluang merebut kemerdekaan sesegera mungkin. Tak heran jika para pemuda bersikukuh "memboyong" Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok. Isi teks proklamasi yang disusun jauh dari harapan pemuda. Pemuda menghendaki teks proklamasi yang menggebu, berapi-api, dan menggelora. Golongan tua justru menyusun teks yang sangat hati-hati dan lebih fleksibel. Kehati-hatian tersebut lahir dari pertimbangan mereka yang matang. Teks itu memang dengan tegas memancang tonggak kemerdekaan, yaitu diwakili dengan kalimat " ... dengan ini menyatakan kemerdekaannya". Namun, ditambahkan kalimat yang lebih akomodatif agar tidak terlalu menyakiti perasaan pihak Jepang. Hal ini dapat dilihat pada pernyataan "hal-hal mengenai pemindahan kekuasaan dll diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya".

Bukan Hadiah

Andaipun Jepang dianggap berjasa karena melepaskan Indonesia dari penjajahan Belanda, jasa mereka sangat tidak sebanding dengan penderitaan dan korban jiwa yang diderita Indonesia selama masa pendudukan. Pun seandainya Sekutu dianggap berjasa mengusir Jepang dari Nusantara, tujuan Sekutu sesungguhnya bukan membantu memerdekakan Indonesia. Mereka ingin membalas serangan terhadap Pearl Harbour dan Darwin, sekaligus memantapkan posisi hegemoni dunia yang baru.

Bahkan, seandainya Jepang tidak pernah berencana memberikan hadiah kemerdekaan, bangsa Indonesia juga sudah berupaya merebutnya. Berbagai trial and error untuk tujuan itu sudah dilakukan. Sebut saja perlawanan para petani atas kewajiban penyerahan beras yang terjadi di Priangan pada Februari 1944, pemberontakan Detasemen PETA Blitar pada Februari 1945, dan sebagainya.

Sikap lunak yang pernah ditunjukkan Jepang bukanlah kemurahan hati yang benar-benar murni, namun cermin dari kekhawatiran Jepang terhadap benih-benih pemberontakan yang mulai bermunculan di Indonesia. Jepang sendiri sudah kewalahan menangkis serangan Sekutu.

Kesimpulannya, kemerdekaan Indonesia adalah hasil kejelian para pemuda dan pemimpin bangsa dalam melihat peluang. Sebagai sebuah momentum, peluang itu adalah hadiah dari Tuhan untuk bangsa ini atas perjuangan berdarah dan tak kenal lelah selama berabad-abad. (*)

*) Erham Budi W., mahasiswa Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS)



Sumber: Jawa Pos, 15 Agustus 2009



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hari Ini 44 Tahun Lalu (1) Mereka Tidak Rela Kemerdekaan Lepas Kembali

Pengantar Hari ini, 11 Desember 1990, masyarakat Sulawesi Selatan kembali memperingati peristiwa heroik 44 tahun lalu, di mana segenap lapisan masyarakat ketika itu bahu-membahu berjuang mempertahankan Kemerdekaan yang setahun sebelumnya berhasil diraih bangsa Indonesia. Dalam peristiwa itu ribuan bahkan puluhan ribu orang jadi korban aksi pembunuhan massal ( massacre ) yang dilakukan Pasukan Merah Westerling. Berikut Koresponden Suara Karya   Muhamad Ridwan  mencoba mengungkap kembali peristiwa tersebut dalam dua tulisan, yang diturunkan hari ini dan besok. Selamat mengikuti. T egaknya tonggak satu negara, Jumat 17 Agustus 1945, merupakan kenyataan yang diakui dunia internasional. Bendera kemerdekaan yang dikibarkan bukan hadiah, melainkan hasil perjuangan panjang yang menelan pengorbanan jiwa dan harta rakyat yang tak terperikan. Lalu, tentara Australia (Sekutu) mendarat pada September 1945. Tujuannya untuk melucuti sisa pasukan Nippon. Namun di belakangnya mendongkel person...

Mengenang Peristiwa 40 Tahun Silam: Taruna "Militaire Academie" Berusaha Melucuti Senjata Tentara Jepang

I NDONESIA pernah memiliki akademi militer (akmil) yang berumur sekitar 5 bulan, tapi menghasilkan lulusan "Vaandrig" (Calon Perwira) berusia muda. Selama dalam pendidikan para tarunanya telah mengalami pengalaman heroik dan patriotik. Akmil itu adalah "MA (Militaire Academice) Tangerang". Sabtu pagi ini, para alumni MA Tangerang akan mengadakan apel besar di Taman Makam Pahlawan Taruna, Jl Daan Mogot, Tangerang, Jawa Barat. Selain untuk memperingati berdirinya akmil itu, apel sekaligus untuk memperingati 40 tahun "Peristiwa Pertempuran Lengkong (PPL)". Ketua Umum Dewan Harian Nasional Angkatan 45 Jenderal (Purn) H Surono akan bertindak sebagai inspektur upacara. PPL meletus 25 Januari 1946. Ketika itu taruna MA Tangerang yang menjadi inti pasukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat), dalam usahanya melucuti tentara Jepang di Lengkong, Kecamatan Serpong Tangerang, terjebak dalam pertempuran yang tidak seimbang. Direktur MA Tangerang, Mayor Daan Mogot...

Hari ini, 36 tahun lalu: Bom atom pertama dicoba di Alamogordo

Jalannya sejarah bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia mungkin akan berbeda kalau tidak ada peristiwa yang terjadi 16 Juli, 36 tahun lalu. Pada hari itu Amerika Serikat membuka babak baru di dalam teknik, yakni berhasil meledakkan bom atom di New Mexico, tepatnya di Alamogordo. Percobaan yang berhasil ini telah memungkinkan Amerika Serikat menghasilkan bom atom lainnya yang dijatuhkan atas Hiroshima dan Nagasaki. Ketakutan akan akibat bom atom ini telah membuat Jepang ketakutan dan menyerah kepada sekutu, pada 14 Agustus 1945. Jauh-jauh hari sebelum bom atom pertama diledakkan di gurun Alamogordo itu, kurang lebih enam tahun sebelumnya Presiden Franklin D. Roosevelt menerima sepucuk surat dari Dr. Albert Einstein yang isinya mengenai kemungkinan pembuatan bom uranium yang kemampuannya sangat besar. Surat itulah yang kemudian melahirkan suatu proyek yang sangat dirahasiakan dan hanya kalangan kecil yang mengenalnya dengan nama Manhattan Engineer District di bawah pimpinan Mayor...

RUNTUHNYA HINDIA BELANDA: Menyerahnya Gubernur Jendral AWL TJARDA dan Letnan Jendral TER POORTEN kepada Letnan Jendral IMMAMURA Panglima Perang Jepang 8 Maret 1942

Generasi kita sekarang, mungkin tidak banyak yang mengetahui terjadinya peristiwa penting di tanah air kita 35 tahun yang lalu, yaitu menyerahnya Gubernur Jenderal dan Panglima Perang Hindia Belanda "Tanpa Syarat" kepada Panglima Perang Jepang yang terjadi di Kalijati Bandung pada tanggal 8 Maret 1942. Peristiwa yang mengandung sejarah di Tanah Air kita ini telah ditulis oleh Tuan S. Miyosi seperti di bawah ini: Pada tanggal 8 Maret 1942 ketika fajar kurang lebih jam 07.00 pagi, kami sedang minum kopi sambil menggosok mata, karena kami baru saja memasuki kota Jakarta, dan malamnya banyak diadakan permusyawaratan. Pada waktu itu datanglah seorang utusan dari Markas Besar Balatentara Jepang untuk menyampaikan berita supaya kami secepat mungkin datang, walaupun tidak berpakaian lengkap sekalipun. Kami bertanya kepada utusan itu, apa sebabnya maka kami disuruh tergesa-gesa? Rupa-rupanya balatentara Hindia Belanda memberi tanda-tanda bahwa peperangan hendak dihentikan! Akan ...

Putusan Congres Pemuda-pemuda Indonesia

K ERAPATAN pemoeda-pemoeda Indonesia diadakan oleh perkoempoelan-perkoempoelan pemoeda Indonesia jang berdasarkan kebangsaan dengan namanja : Jong Java, Jong Soematera (pemoeda Soematera), Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen, Jong Islamieten Bond, Jong Bataksbond, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawi dan perhimpoenan. Memboeka rapat tanggal 27 dan 28 October tahun 1928 dinegeri Djakarta ; Kerapatan laloe mengambil poeteoesan :  PERTAMA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA. KEDOEA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA JG SATOE, BANGSA INDONESIA. KETIGA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENDJUNGDJUNG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA. Setelah mendengar poetoesan ini, kerapatan mengeloearkan kejakinan azas ini wadjib dipakai oleh segala perkoempoelan-perkoempoelan kebangsaan Indonesia. Mengeloerkan kejakinan persatoean Indonesia diperkoeat dengan memperhatikan dasar persatuannja : Kemaoean, sedjarah, bahasa hoekoem adat...

Penyerbuan Lapangan Andir di Bandung

Sebetulnya dengan mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, orang asing yang pernah menjajah harus sudah angkat kaki. Tetapi kenyataannya tidak demikian. Masih ada saja bangsa asing yang ingin tetap menjajah. Jepang main ulur waktu, Belanda ngotot tetap mau berkuasa. Tentu saja rakyat Indonesia yang sudah meneriakkan semangat "sekali merdeka tetap merdeka" mengadakan perlawanan hebat. Di mana-mana terjadi pertempuran hebat antara rakyat Indonesia dengan penjajah. Salah satu pertempuran sengit dari berbagai pertempuran yang meletus di mana-mana adalah di Bandung. Bandung lautan api merupakan peristiwa bersejarah yang tidak akan terlupakan.  Pada saat sengitnya rakyat Indonesia menentang penjajah, Lapangan Andir di Bandung mempunyai kisah tersendiri. Di lapangan terbang ini juga terjadi pertempuran antara rakyat Kota Kembang dan sekitarnya melawan penjajah, khususnya yang terjadi pada tanggal 10 Oktober 1945. Lapangan terbang Andir merupakan sala...

Pemuda Penjuru Bangsa

"Berikan aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Berikan aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia". (Ir Soekarno) JAKARTA, KOMPAS -- Pernyataan presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno, itu menggambarkan betapa pemuda merupakan potensi yang luar biasa, tidak hanya untuk pembangunan bangsa, tetapi juga untuk mengguncangkan dunia. Dalam perkembangan bangsa ini, kaum muda banyak mewarnai sejarah Indonesia. Tidak hanya dimulai dengan digelarnya Kongres Pemuda II tahun 1928, yang menegaskan "bertanah air dan berbangsa yang satu, bangsa Indonesia serta berbahasa persatuan, bahasa Indonesia", tetapi peristiwa pembentukan negeri ini, misalnya lahirnya Boedi Oetomo tahun 1908, pun digagas pemuda. Bahkan, organisasi kebangsaan, seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, tidak bisa dipisahkan dari peranan kaum muda. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan, yang diakui sebagai pemuda adalah warga negara yang m...