Langsung ke konten utama

Manunggaling Ilmu dan Laku

Alkisah ada seorang bocah pribumi yang telaten dan fasih membaca buku-buku tentang kesusastraan dan keagamaan, baik dalam bahasa Jawa, Melayu, Belanda, Jerman, maupun Latin. Bocah ini sanggup melafalkan dengan apik puisi-puisi Virgilius dalam bahasa Latin.

Oleh BANDUNG MAWARDI

Ketelatenan belajar mengantarkan bocah ini menjadi sosok yang fenomenal dalam tradisi intelektual di Indonesia dan Eropa. Bocah dari Jawa itu dikenal dengan nama Sosrokartono.

Herry A Poeze (1986) mencatat, Sosrokartono pada puncak intelektualitasnya di Eropa menguasai sembilan bahasa Timur dan 17 bahasa Barat. Kompetensi intelektualitasnya itu dibarengi dengan publikasi tulisan dan pergaulan yang luas dengan tokoh-tokoh kunci dalam lingkungan intelektual di Belanda.

Sosrokartono pun mendapat julukan "Pangeran Jawa" sebagai ungkapan untuk sosok intelektual-priayi dari Hindia Belanda.

Biografi intelektual pribumi pada saat itu memang tak bebas dari bayang-bayang kolonial. Sosrokartono pun tumbuh dalam operasionalisasi kolonialisme dalam wajah ambigu pendidikan dan peradaban.

Kehadiran institusi pendidikan Barat pada masa kolonial dengan kentara hendak mengantarkan orang pribumi untuk mencecap dan menerima dunia dalam konstruksi pemikiran Barat. Sosrokartono melakoni pola itu, tetapi dengan sadar melakukan proteksi dan distansi dalam identitas dan ikhtiar menjadi manusia. Genius yang spiritualistik.

Mendapat gelar

Sosrokartono menemukan pengesahan intelektual pada tahun 1908 dengan penerimaan gelar Doctorandus in de Oostersche Talen dalam bidang bahasa dan sastra. Sebuah tanda yang turut menginisiasi kebangkitan intelektual-modern Indonesia. Satu hal yang dirasa menjadi ancaman bagi pemerintah kolonial.

Sosrokartono gagal secara akademik mencapai gelar doktor akibat kebencian dan dendam dari juru bicara kolonialisme dan orientalisme Prof Dr Snouck Hurgronye.

Sosrokartono mendapat tuduhan sebagai simbol kebangkitan intelektual dan nasionalisme pribumi. Namun, Sosrokartono tetap mendapat nama, menjadi fenomena, juga problema di Eropa.

Mohammad Hatta (1982) menjuluki Sosrokartono sebagai manusia genius. Hatta mengisahkan tentang perjamuan makan kaum etis (Mr Abendanon, Mr Van Deventer, Prof Dr Snouck Hurgronye, dan Prof Hazeu).

Sosrokartono hadir dalam perjamuan makan sebagai intelektual kosen yang disegani. Kaum etis itu ingin menanggung utang kolonial mereka dengan, antara lain, membantu Sosrokartono merampungkan disertasi doktoralnya. Namun, Sosrokartono menjawab tawaran itu dengan sebuah satir: "Maaf tuan-tuan yang terhormat, utang itu adalah satu-satunya harta saya. Harta saya satu-satunya itu akan tuan ambil juga dari saya?" Satir itu merupakan hantaman keras bagi politik etis.

Motif kolonial untuk mengembalikan utang sejarah mereka dengan mengembalikan kerugian budi dan materi tak mungkin dapat dipenuhi hanya dengan edukasi, irigasi, atau migrasi. Operasionalisasi politik etis justru mengandung dilema untuk mengantarkan pada pintu emansipasi atau westernisasi melalui sihir pemikiran/intelektual.

Pulang 

Sosrokartono pada tahun 1925 pulang ke negerinya (Indonesia) setelah kelana di Eropa sebagai mahasiswa, termasuk sebagai wartawan The New York Herald Tribune. Kegagalan mencapai gelar doktor tidak mematikan spirit intelektual tokoh ini. Bahkan, ia mencoba mendaki puncak lain yang mencoba melakukan sintesis antara intelektualisme Barat dan spiritualisme Timur.

Sosrokartono pulang untuk mengabdi kepada negeri dengan menjadi pemimpin Nationale Middlebare School di Bandung. Akan tetapi, pemerintah kolonial curiga dengan ulahnya itu. Mereka melakukan represi politik terhadapnya. Hal yang membuat genius kita ini mencari jalan ekspresi lain untuk mengabdi dan tetap menjadi manusia bebas.

Sosrokartono memutuskan membuka praktik pengobatan tradisional dan menempuh laku spiritual khas Jawa. Sebuah pilihan yang ganjil, memang. Namun, seganjil apa pun, pilihan itu tak menutupi kontribusi Sosrokartono dalam usaha pembentukan negara Indonesia.

Solichin Salam (1987) mencatat, cukup banyak tokoh kunci dalam pergerakan politik nasionalis saat itu yang berinteraksi dengan Sosrokartono. Soekarno dan Ki Hajar Dewantoro, antara lain, memberi penghormatan besar kepadanya, termasuk pada laku spiritual dalam menopang lakon poltik mereka.

Ilmu kantong bolong

Wejangan penting dari Sosrokartono, antara lain, sugih tanpa banda, digdaya tanpa aji, nglurug tanpa bala, menang tanpa ngarosake (kaya tanpa harta, sakti tanpa azimat, menyerbu tanpa pasukan, menang tanpa merendahkan). Sebuah filsafat laku yang merangkum dunia ekonomi, militer, politik, hingga sosial atau etika. 

Misteri besar dalam laku Sosrokartono adalah dalam ajarannya tentang "alif" dalam pengobatan dan perjuangan hidup. "Alif" adalah huruf awal dalam sistem huruf hijaiah (Arab). Huruf ini adalah simbol kunci dan menentukan.

R Mohamad Ali (1966) mengisahkan, pemasangan alif pada satu tempat yang dipilih Sosrokartono harus dilakukan dengan upacara.

"Alif" mengandung pengertian sebagai pusat kekuatan Ilahi. "Alif" adalah Sosrokartono dalam laku spiritual untuk menebar cinta kemanusiaan. Huruf alif merupakan simbol untuk laku mengurusi kondisi lahir-batin manusia.

Sosrokartono lebur dalam Islam dan spiritualitas Timur. Pilihan dan pemahaman alif di atas tentu mengacu pada Islam, di mana huruf juga dianggap memiliki rahasia dan kesuciannya sendiri.

Ja'far Ash-Shadiq (Schimmel, 1996: 230) mengungkapkan: "Tuhan membuat huruf sebagai induk segala benda; indeks dari segala sesuatu yang bisa dilihat .... Segala sesuatu bisa diketahui melalui huruf." 

Ajaran terkenal Sosrokartono yang lain adalah ilmu kantong kosong, kantong bolong, dan ilmu sunyi. Mohamad Ali (1966) mengungkapkan ilmu kantong bolong dalam wilayah etis-filosofis. Nulung pepadane, ora nganggo mikir wayah, waduk, kantong. Yen ana isi lumuntur marang sesami (Menolong sesama tanpa peduli pada waktu, perut, kantong. Bila ada sesuatu, diperuntukkan kepada sesama manusia.)

Ungkapan itu ditulis Sosrokartono pada 12 November 1931. Apakah masih ada relevansinya dengan situasi sosial dan kemanusiaan kita hari ini?

Kenyataannya, pelbagai tindakan manusia hari ini cenderung tidak bebas dari pamrih, mulai dari uang hingga kekuasaan. Hal yang terefleksi oleh pernyataan di atas.

Ilmu kantong kosong merupakan laku cinta-kasih kepada manusia dan Tuhan. Cinta kasih sempurna adalah antusiasme dan empati untuk menolong sesama manusia dalam mengatasi derita, rasa sakit, dan duka. Cinta-kasih adalah ekspresi pengabdian kepada Tuhan.

Sementara ilmu sunyi adalah puncak laku spiritual dengan mengosongkan diri (pribadi) dari sifat pemujaan diri dengan mempertaruhkan diri secara lahir-batin untuk menolong sesama manusia.

Sosrokartono dengan kalem mengungkapkan, "Saya adalah manusia. Oleh sebab itu, kemanusiaan tidaklah asing bagi saya."

Manunggaling akal-jiwa

Sosrokartono (1877-1952) adalah sisi lain intelektual pribumi dalam bayang-bayang kolonial. Genius kontroversial yang menyelami penuh spirit nasionalisme-humanisme. Biografi tokoh ini adalah bab penting dalam sejarah Indonesia modern.

Sosok Sosrokartono memang memperlihatkan keganjilan dalam jalan besar yang pernah dilalui intelektual negeri ini. Ia melakukan semacam sintesis--jika tidak ingin disebut sinkretisme--antara ilmu (intelektual) dan laku (spiritual). Jalan ini memberi kontribusi tersendiri dalam riwayat politik, misalnya, yang dipenuhi lakon-lakon kotor.

Kompetensi intelektual Sosrokartono ketika di Eropa membuat pelbagai kalangan kagum dan takjub. Pilihan menjalankan disiplin ilmu-laku saat ia kembali ke negeri sendiri memang membuat banyak pihak terkejut.

Akan tetapi, bukankah perilaku mendua itu masih juga tercermin hingga hari ini? Atau memang demikianlah karakteristik elite kita, puncak adab dan budaya kita: manunggaling intelek lan spirit?

BANDUNG MAWARDI
Peneliti Kabut Institut,
Menetap di Karanganyar, 
Jawa Tengah



Sumber: Kompas, 3 Januari 1999



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Harun Nasution: Ajarah Syiah Tidak Akan Berkembang di Indonesia

JAKARTA (Suara Karya): Ajarah Syiah yang kini berkembang di Iran tidak akan berkembang di Indonesia karena adanya perbedaan mendasar dalam aqidah dengan ajaran Sunni. Hal itu dikatakan oleh Prof Dr Harun Nasution, Dekan pasca Sarjana IAIN Jakarta kepada Suara Karya  pekan lalu. Menurut Harun, ajaran Syiah Duabelas di dalam rukun Islamnya selain mengakui syahadat, shalat, puasa, haji, dan zakat juga menambahkan imamah . Imamah artinya keimanan sebagai suatu jabatan yang mempunyai sifat Ilahi, sehingga Imam dianggap bebas dari perbuatan salah. Dengan kata lain Imam adalah Ma'sum . Sedangkan dalam ajaran Sunni, yang dianut oleh sebagian besar umat Islam Indonesia berkeyakinan bahwa hanya Nabi Muhammad saja yang Ma'sum. Imam hanyalah orang biasa yang dapat berbuat salah. Oleh karena Imam bebas dari perbuatan salah itulah maka Imam Khomeini di Iran mempunyai karisma sehingga dapat menguasai umat Syiah di Iran. Apapun yang diperintahkan oleh Imam Khomeini selalu diturut oleh umatnya....

Cheng Ho dan Tiga Teori Jangkar Raksasa

S EBAGAIMANA catatan sejarah, pelayaran Laksamana Cheng Ho menyimpan berjuta kisah sejarah yang sangat menarik di nusantara. Tidak saja karena kebetulan petinggi kekaisaran Mongol yang menguasai daratan Tiongkok dari abad ke-13 sampai ke-17 itu beragama Islam, tetapi ekspedisi laut pada abad ke-15 Masehi itu membawa pengaruh politik dan budaya sangat besar. Jejak sejarah tinggalan ekspedisi Cheng Ho yang merupakan duta intenasional Kaisar Yongle, generasi ketiga keturunan Kaisar Ming dari Mongol yang menguasai daratan Tiongkok, tersebar di sepanjang Pulau Jawa bagian utara. Hinggi kini, jejak-jejak arkeologis, historis, sosiologis, dan kultur dari ekspedisi laut laksamana yang memiliki nama Islam Haji Mahmud Shams ini, bertebaran di sepanjang pantai utara (pantura) Jawa. Di Cirebon armada kapalnya sempat singgah dan menetap sebelum melanjutkan perjalanan ke arah timur dan mendarat di pelabuhan yang kini masuk wilayah Kota Semarang, Jawa Tengah. Laksamana Cheng Ho datang pada masa akhir...

Dr. Danudirjo Setiabudi

Dr. Danudirdjo Setiabudi  adalah nama Indonesia dari Dr. Ernest F. E. Douwes Dekker. Beberapa waktu yang lalu, pemerintah memberikan gelar kepada Danudirjo sebagai Perintis Perkembangan Pers Indonesia, bersama beberapa orang yang lain yang berjasa. Kalau pemerintah menganggap Danudirjo sebagai perintis perkembangan pers Indonesia, maka sebenarnya jasa beliau lebih besar dari itu. Beliau adalah pendekar perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bersama Suwardi Suryaningrat (K. H. Dewantara) dan Dr. Cipto Mangunkusumo, mereka disebut Tiga Serangkai, karena mereka bertiga bersama-sama memperjuangkan kemerdekaan bangsa lewat wadah Indische Partij. Danudirjo Setiabudi lahir pada tahun 1879 di sebuah kota kecil di Jawa Timur yakni Pasuruan. Setelah berhasil menamatkan sekolah menengahnya dan sekolah lanjutannya di Indonesia, Danurdirjo pergi ke Eropa dan melanjutkan pelajarannya, kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Zurich (Swiss). Sejak bocah, Danudirjo telah memiliki jiwa kemerdekaan yang...

Penyerbuan Lapangan Andir di Bandung

Sebetulnya dengan mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, orang asing yang pernah menjajah harus sudah angkat kaki. Tetapi kenyataannya tidak demikian. Masih ada saja bangsa asing yang ingin tetap menjajah. Jepang main ulur waktu, Belanda ngotot tetap mau berkuasa. Tentu saja rakyat Indonesia yang sudah meneriakkan semangat "sekali merdeka tetap merdeka" mengadakan perlawanan hebat. Di mana-mana terjadi pertempuran hebat antara rakyat Indonesia dengan penjajah. Salah satu pertempuran sengit dari berbagai pertempuran yang meletus di mana-mana adalah di Bandung. Bandung lautan api merupakan peristiwa bersejarah yang tidak akan terlupakan.  Pada saat sengitnya rakyat Indonesia menentang penjajah, Lapangan Andir di Bandung mempunyai kisah tersendiri. Di lapangan terbang ini juga terjadi pertempuran antara rakyat Kota Kembang dan sekitarnya melawan penjajah, khususnya yang terjadi pada tanggal 10 Oktober 1945. Lapangan terbang Andir merupakan sala...

Arek-arek Soerobojo Hadang Sekutu

Mengungkap pertempuran bersejarah 10 Nopember 1945 sebagai mata rantai sejarah kemerdekaan Indonesia, pada hakekatnya peristiwa itu tidaklah berdiri sendiri. Ia merupakan titik klimaks dari rentetan insiden, peristiwa dan proses sejarah kebangkitan rakyat Jawa Timur untuk tetap melawan penjajah yang ingin mencoba mencengkeramkan kembali kukunya di wilayah Indonesia merdeka. Pertempuran 10 Nopember 1945--tidak saja merupakan sikap spontan rakyat Indonesia, khususnya Jawa Timur tetapi juga merupakan sikap tak mengenal menyerah untuk mempertahankan Ibu Pertiwi dari nafsu kolonialis, betapapun mereka memiliki kekuatan militer yang jauh lebih sempurna. Rentetan sejarah yang sudah mulai membakar suasana, sejak Proklamasi dikumandangkan oleh Proklamator Indonesia: Soekarno dan Hatta tgl 17 Agustus 1945. Rakyat Jawa Timur yang militan berusaha membangun daerahnya di bawah Gubernur I-nya: RMTA Soeryo. Pemboman Kota Hiroshima dan Nagasaki menjadikan bala tentara Jepang harus bertekuk lutut pada ...

Misteri Jangkar Raksasa Laksamana Cheng Ho: Kabut Sejarah di Perairan Cirebon

TINGGINYA menjulang sekitar 4,5 sampai 5 meter. Bentuknya sebagaimana jangkar sebuah kapal, terbuat dari besi baja yang padat dan kokoh. Bagian tengahnya lurus serta di bawahnya berupa busur dengan kedua ujung yang lancip. J ANGKAR kapal berukuran besar itu sampai kini diletakkan di ruangan sebelah utara dari balairung utama Vihara Dewi Welas Asih. Dengan berat yang mencapai lebih dari tiga ton, benda bersejarah itu disimpan dalam posisi berdiri dan disandarkan di tembok pembatas serambi utara dengan balairung utama yang menjadi pusat pemujaan terhadap Dewi Kwan Im, dewi kasih sayang.  Tempat peribadatan warga keturunan Tionghoa pemeluk agama Buddha ini terletak di areal kota tua di pesisir utara Kota Cirebon. Bangunan yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya sejak 2011 ini didirikan pada awal pertengahan abad ke-16, tepatnya tahun 1559 Masehi. Letaknya berada di pesisir pantai, persis bersebelahan dengan Pelabuhan Kota Cirebon. Kelenteng ini berada di antara gedung-gedung tua m...

Hari Pahlawan: MENGENANG 10 NOPEMBER 1945

Majalah Inggeris "Army Quarterly" yang terbit pada tanggal 30 Januari 1948 telah memuat tulisan seorang Mayor Inggeris bernama R. B. Houston dari kesatuan "10 th Gurkha Raffles", yang ikut serta dalam pertempuran di Indonesia sekitar tahun 1945/1946. Selain tentang bentrokan senjata antara kita dengan pihak Tentara Inggeris, Jepang dan Belanda di sekitar kota Jakarta, di Semarang, Ambarawa, Magelang dan lain-lain lagi. Maka Mayor R. B. Houston menulis juga tentang pertempuran-pertempuran yang telah berlangsung di Surabaya. Perlu kita ingatkan kembali, maka perlu dikemukakan di sini, bahwa telah terjadi dua kali pertempuran antara Tentara Inggeris dan Rakyat Surabaya. Yang pertama selama 3 malam dan dua hari, yaitu kurang lebih 60 jam lamanya dimulai pada tanggal 28 Oktober 1945 sore, dan dihentikan pada tanggal 30 Oktober 1945 jauh di tengah malam. Dan yang kedua dimulai pada tanggal 10 Nopember 1945 pagi sampai permulaan bulan Desember 1945, jadi lebih dari 21 har...