Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2009

Kemerdekaan, Hadiah dari Siapa?

Oleh ERHAM BUDI W. ANAK  bangsa adalah anak sejarah sekaligus ahli waris kisah. Mewarisi kisah berarti juga mewarisi semangat. Dengan semangat itulah, kisah selanjutnya akan ditorehkan oleh para penerus. Berkaitan dengan ulang tahun kemerdekaan yang lusa kita peringati bersama, pertanyaan kritis yang kerap muncul adalah benarkah kemerdekaan yang kita peroleh merupakan buah perjuangan? Ataukah hadiah belaka? Kemerdekaan memang bisa dimaknai sebagai hadiah, tapi tentu bukan pemberian cuma-cuma. Hadiah dari Jepang? Kemerdekaan Indonesia dianggap sebagai hadiah dari Pemerintah Jepang. Asumsi tersebut sebenarnya cukup beralasan. Gagasan menghadiahkan kemerdekaan kepada Indonesia muncul pada 7 September 1944 melalui pernyataan PM Koiso Kuniaki yang menggantikan Hideo Tojo. Sejak saat itulah, Sang Saka Merah Putih boleh dikibarkan. Bahkan, Laksamana Muda Maeda Tadashi mendirikan Asrama Indonesia Merdeka di Jakarta serta membantu biaya perjalanan Sokarno dan Hatta ke beberapa dae

Jejak Kerajaan Pasai Ditemukan: Diduga Wilayah Agraris

LHOKSEUMAWE, KOMPAS -- Ada titik terang terkait jejak Kerajaan Samudra Pasai. Tim peneliti setempat menemukan bukti penting berupa makam kuno dan stempel kerajaan. Temuan baru ini memperkaya bukti jejak kerajaan yang berdiri di pesisir timur Sumatera pada abad ke-13 itu. "Bukti sejarah Kerajaan Pasai itu terkonsentrasi di empat gampong (desa) di Kecamatan Samudra, Kabupaten Aceh Timur. Sebagian besar dalam kondisi telantar. Oleh karena itu, pemerintah harus melindungi agar tidak hilang," kata Ketua Yayasan Waqaf Nurul Islam Tengku Taqiyudin Muhammad, di Lhokseumawe, Nanggroe Aceh Darussalam, Sabtu (21/3). Taqiyudin menduga empat gampong, yaitu Kuta Krueng, Beuringen, Blang Mee, dan Keude Geudong, di Kecamatan Samudra, merupakan pusat Kerajaan Pasai. Ribuan batu nisan di tempat ini memperkuat dugaan itu. "Di antara batu nisan yang kami temukan ada yang lebih tua dari batu nisan yang pernah ditulis oleh sumber sejarah," tutur Taqiyudin, alumnus Universitas Al Azhar Ca

Manunggaling Ilmu dan Laku

Alkisah ada seorang bocah pribumi yang telaten dan fasih membaca buku-buku tentang kesusastraan dan keagamaan, baik dalam bahasa Jawa, Melayu, Belanda, Jerman, maupun Latin. Bocah ini sanggup melafalkan dengan apik puisi-puisi Virgilius dalam bahasa Latin. Oleh  BANDUNG MAWARDI K etelatenan belajar mengantarkan bocah ini menjadi sosok yang fenomenal dalam tradisi intelektual di Indonesia dan Eropa. Bocah dari Jawa itu dikenal dengan nama Sosrokartono. Herry A Poeze (1986) mencatat, Sosrokartono pada puncak intelektualitasnya di Eropa menguasai sembilan bahasa Timur dan 17 bahasa Barat. Kompetensi intelektualitasnya itu dibarengi dengan publikasi tulisan dan pergaulan yang luas dengan tokoh-tokoh kunci dalam lingkungan intelektual di Belanda. Sosrokartono pun mendapat julukan "Pangeran Jawa" sebagai ungkapan untuk sosok intelektual-priayi dari Hindia Belanda. Biografi intelektual pribumi pada saat itu memang tak bebas dari bayang-bayang kolonial. Sosrokartono pun tumbuh dalam
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...