Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2007

TRAGEDI HIROSHIMA: Maaf Itu Tidak Pernah Terucapkan ....

Di mata rakyat Jepang, nama Paul Warfield Tibbet Jr menyisakan kenangan pedih. Dialah orang yang meluluhlantakkan Kota Hiroshima dalam sekejap pada 6 Agustus 1945 lalu. Yang lebih pedih lagi, Tibbets, seperti juga pemerintah Amerika Serikat, tidak pernah mau meminta maaf atas perbuatannya itu. Akibat bom atom 'Little Boy' berbobot 9.000 pon (4 ton lebih) yang dijatuhkan dari pesawat pengebom B-29 bernama Enola Gay, 140 ribu warga Hiroshima harus meregang nyawa seketika dan 80 ribu lainnya menyusul kemudian dengan penderitaan luar biasa. Sebuah kejadian yang menjadi catatan tersendiri dalam sejarah perang yang pernah ada di muka bumi. Hingga kini seluruh rakyat Jepang masih menanti kata 'maaf' dari pemerintah AS atas perbuatan mereka 62 tahun silam itu. Paling tidak, Tibbets secara pribadi mau menyampaikan penyesalannya. "Tapi ia tidak pernah meminta maaf. Seperti juga pemerintah AS, ia justru beralasan bom itu telah menyelamatkan jutaan orang Amerika dan Jepa

Romantika 17 Agustus 1945 di Yogyakarta

Oleh H. SOEWARNO DARSOPRAJITNO Hari Kemerdekaan NKRI selalu dirayakan dengan gembira setiap tanggal 17 Agustus, namun tidak pernah direnungkan betapa dramatisnya perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan. H ARI Kemerdekaan NKRI yang diproklamasikan di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1945 baru diketahui beberapa hari sesudahnya oleh masyarakat Indonesia di Yogyakarta yang kemudian menjadi ibu kota NKRI. Sesudah itu dengan dipelopori para pemuda yang umumnya berpendidikan sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah tinggi (SMT), mulai bergerak dengan menempelkan bendera Merah Putih dari kertas yang dicetak ke berbagai bangunan gedung pemerintah militer Jepang dan disertai tulisan "Milik Republik Indonesia". Demikian pula dengan berbagai kendaraan militer Jepang termasuk papan nama yang bertuliskan dalam bahasa dan huruf Jepang juga diturunkan. Selama gerakan para pemuda tersebut berlangsung, sama sekali tidak ada reaksi sedikit pun dari para penguasa Jepang. Mel

Kebangkitan Nasional, Kebangkitan Siapa?

Satya Arinanto Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia Minggu ini untuk kesekian kalinya kita memperingati Hari Kebangkitan Nasional. Jika dihitung dari aktivitas yang dipelopori beberapa mahasiswa Stovia (sekarang menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia) yang ditokohi oleh dr Soetomo dengan pendirian Budi Utomo pada 1908, usia kebangkitan nasional kita saat ini sudah hampir mencapai 100 tahun. Meskipun demikian, usia pergerakan menuju kebangkitan nasional sebenarnya justru lebih panjang daripada itu. B EBERAPA tahun sebelum pergerakan 1908 itu, tepatnya pada 1860, sebuah buku yang ditulis oleh Multatuli--nama samaran Eduard Douwes Dekker--berjudul Max Havelaar  telah terbit. Buku yang membuat pengarangnya menjadi segera terkenal ke seluruh dunia itu antara lain berisikan gugatan yang tajam terhadap ketidakadilan dan penderitaan yang menimpa pendudukan bumiputra di wilayah yang waktu itu bernama Hindia Belanda (sekarang Indonesia). Buku yang dalam te

Mencari Makna Baru Kebangkitan Nasional

MASIHKAH nasionalisme bersemayam di dada anak bangsa ini? Bahkan, masihkah ada nasionalisme? Itulah pertanyaan penting yang muncul tiap kali 20 Mei tiba, tiap kali bangsa ini merayakan Hari Kebangkitan Nasional. Pertanyaan yang tidak hanya mengandung skeptisisme, tetapi juga keraguan yang amat mendalam. Tentu ada alasan yang sangat meyakinkan untuk tidak yakin lagi bahwa nasionalisme masih menggelegar. Ada banyak fakta kasatmata yang membuktikan bahwa nasionalisme hanya tinggal romantisme kaum republiken. Yang tampak semakin menonjol bukan patriotisme, bukan nasionalisme, bukan cinta bangsa, melainkan cinta kepentingan. Contoh bisa dikejar hingga yang membaca kelengar. Ada yang memperjuangkan sangat gigih amendemen konstitusi dengan kepentingan utama menambah kekuasaannya sebagai badan legislatif. Ada yang mencak-mencak karena pendiri partainya dicopot dari jabatan menteri, lalu mendesak partainya untuk menarik dukungan kepada presiden. Ada yang menjadikan pembuatan undang-undang di pa
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...