Langsung ke konten utama

Romantika 17 Agustus 1945 di Yogyakarta

Oleh H. SOEWARNO DARSOPRAJITNO

Hari Kemerdekaan NKRI selalu dirayakan dengan gembira setiap tanggal 17 Agustus, namun tidak pernah direnungkan betapa dramatisnya perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan.

HARI Kemerdekaan NKRI yang diproklamasikan di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1945 baru diketahui beberapa hari sesudahnya oleh masyarakat Indonesia di Yogyakarta yang kemudian menjadi ibu kota NKRI. Sesudah itu dengan dipelopori para pemuda yang umumnya berpendidikan sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah tinggi (SMT), mulai bergerak dengan menempelkan bendera Merah Putih dari kertas yang dicetak ke berbagai bangunan gedung pemerintah militer Jepang dan disertai tulisan "Milik Republik Indonesia". Demikian pula dengan berbagai kendaraan militer Jepang termasuk papan nama yang bertuliskan dalam bahasa dan huruf Jepang juga diturunkan.

Selama gerakan para pemuda tersebut berlangsung, sama sekali tidak ada reaksi sedikit pun dari para penguasa Jepang. Melihat gelagat ini, para pemuda mulai mencari informasi mengenai kekuatan militer Jepang yang ada di Yogyakarta dan sekitarnya. Rupanya di Kota Yogyakarta dan sekitarnya, jumlah militer dan peralatan senjatanya tidak begitu besar dan rupanya bukan militer atau tentara Jepang yang asli, namun mereka umumnya tentara Jepang asal Korea atau Taiwan, kecuali yang berpangkat tinggi tetapi orang sipil yang demiliterisasi dengan seragam militer.

Beberapa hari berikutnya para pemuda dengan bersenjatakan takeyari atau bambu runcing atau mokuju senapan latihan yang terbuat dari kayu, mulai bergerak memasuki berbagai gedung kediaman para militer Jepang yang bukan pasukan tempur untuk mendudukinya dan para pejabat Jepang dijadikan tawanan.

Baru kemudian gerakan pemuda yang dipelopori para bekas Peta (Pembela Tanah Air) dan "Heiho", pasukan tempur Jepang yang terdiri dari pemuda Indonesia yang beberapa di antaranya ada yang memiliki granat tangan dan pistol, mulai bergerak menyerbu "butai" atau ksatrian tentara Jepang. Rupanya mereka itu tahu mengenai kekuatan dan persenjataan tentara Jepang yang ada di Kota Yogyakarta dan sekitarnya.

Waktu itu, penulis baru saja masuk SMP sesudah tamat Sekolah Rakyat pada tahun 1945. Walaupun masih berusia di bawah 15 tahun namun sudah merasa dewasa, apalagi pada zaman pendudukan Jepang sudah mendapat latihan kemiliteran "seinendan" atau "gakku tai", tentara pelajar. Pelatihan dasar kemiliteran ini ternyata membuat para pemuda dan pelajar menjadi militan atau berani menghadapi kesulitan, misalnya maju bertempur seandainya diperlukan dan kenyataannya di kemudian hari, menjadi bibit pejuang kemerdekaan NKRI.

Euforia kemerdekaan

Kegembiraan akibat kemerdekaan atau "euforia" yang dalam bahasa Sunda disebut "mamayu" dan dalam bahasa Jawa disebut "ngemaruki", mendorong bangsa Indonesia di Yogyakarta mau berkorban apa saja demi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di mana saja Sang Saka Merah Putih dikibarkan dan sementara itu masyarakat etnik Tionghoa yang tampak masih kebingungan masalah kewarganegaraannya, ikut mengibarkan Sang Saka Merah Putih didampingi bendera Cina atau Tiongkok Nasionalis "Kuo Mintang" di sebelah kiri. Tetapi juga tidak sedikit yang langsung mengibarkan Sang Saka Merah Putih tanpa ada bendera lain yang mendampinginya. Sementara itu, beberapa masyarakat berdarah campuran seperti Indonesia-Belanda yang umum disebut Indo yang sudah bebas dari "interneringkamp" atau tawanan Jepang, berganti nama seperti Ir. Waluyo yang nama aslinya Bergkly, Verluys berganti nama Hardjoslamet dan beberapa lagi lainnya.

Begitu pula para "ianfu" atau perempuan Indonesia yang dijadikan budak seks oleh para pejabat Jepang dikembalikan ke tempat asalnya, kecuali yang malu dan tidak kembali ke kampungnya. Demikian pula dengan para "romusha" yaitu kuli kerja paksa yang di Yogyakarta disebut "nolo karyo", banyak yang hilang atau meninggal di tempat kerja.

Betapa ngerinya di bawah penjajahan militerisme Jepang dan sesudah pasukan sekutu yang didominasi Amerika Serikat mengebom atom Jepang di Hiroshima yang kemudian disusul di Nagasaki, akhirnya Jepang menyerah tanpa syarat dan selesailah sudah Perang Dunia II.

Drama penjajahan Jepang yang mengerikan di Indonedsia, ternyata juga ada hikmahnya, sebab bangsa Indonesia menemukan jati dirinya dan dengan mudah para pimpinan mereformasi bangsa Indonesia untuk merebut berbagai lembaga pemerintahan Jepang seperti "Yogyakarta Hoso Kyoku" menjadi Radio Republik Indonesia atau RRI, "Rikuyu" berubah menjadi "Djawatan Kereta Api Republik Indonesia", dan nama yang bersejarah yang sampai sekarang masih ada yaitu DAMRI atau Djawatan Angkutan Motor Republik Indonesia, sedangkan namanya dalam bahasa Jepang sudah lupa. Di samping merebut berbagai kantor, jawatan, lembaga, atau lainnya, sasaran berikutnya yaitu ksatrian atau tangsi militer Jepang untuk merebut senjata serta peralatan militer lainnya. Akhirnya dengan restu dari Sultan Hamengku Buwono IX, para pemuda yang sudah terpadu ke dalam Laskar Rakyat mulai menyerbu tangsi militer Jepang di seluruh Kota Yogyakarta dan sekitarnya.

Merebut senjata

Setelah berhasil merebut berbagai jawatan pemerintah militer Jepang dan ternyata tidak ada reaksi apa pun, masyarakat Yogyakarta yang dipelopori angkatan muda berbagai kelompok perjuangan yang sudah membentuk satu kesatuan mulai meyakini bahwa Jepang sudah tidak memiliki kekuatan apa pun di Kota Yogyakarta. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Oktober 1945, satu-satunya tangsi militer Jepang di Yogyakarta berhasil direbut melalui pertempuran setengah hari yang dimulai pukul 5.00 WIB sesudah azan subuh sebagai tanda mulai penyerbuan ke tangsi militer. Sepuluh tentara Jepang tewas dan 18 orang anggota laskar rakyat gugur, dan salah satu di antaranya pelajar kelas I SMP Negeri 1 gugur tertusuk bayonet Jepang.

Selain merebut berbagai senjata, peluru, dan amunisi, persediaan makan dalam kaleng itu diambil rakyat yang ikut menyemangati penyerbuan. Pada hari itu penulis yang juga ikut menjadi penyemangat atau "suporter atau bobotoh" untuk pertama kali sejak zaman pendudukan Jepang mencicipi corned beef hasil rampasan dari tangsi militer Jepang. Padahal, selama pendudukan lebih sering makan singkong, jagung, atau lainnya dengan sayur kangkung, dan daging sama sekali tidak pernah merasakannya.

Sesudah sebagian besar para pemuda memiliki senjata api, mulailah para pemuda menduduki dan menawan polisi militer Jepang "kempeitei" yang terkenal kejam dan akhirnya menyerbu dan merebut Lapangan Terbang Maguwo yang sekarang berganti nama Bandara Adi Soetjipto. Penyerbuan ini dipelopori sepasukan polisi istimewa yang sekarang sudah berganti nama "mobile brigade" atau brigade mobil polisi. Penyerbuan yang relatif amat singkat ini juga dibantu rakyat setempat. Baik "kompeitei" dan Lapangan Udara Maguwo, sama sekali tidak ada perlawanan berarti dan praktis menyerah.

Selanjutnya sesudah Kota Yogyakarta dan sekitarnya sudah dikuasai NKRI dan Sultan Hamengku Buwono IX menyatakan bahwa Kasultanan Yogyakarta adalah bagian dari NKRI, semangat kesatuan dan persatuan berkembang secara positif. Apalagi berbagai etnik di seluruh Indonesia terdapat di Kota Yogyakarta dan dengan mudah membentuk semangat nusantara yang cepat membudaya hingga mampu menunjang semangat perjuangan untuk mempertahankan NKRI.

Semangat ini sebaiknya digali kembali untuk menumbuhkembangkan semangat nusantara untuk berjuang mengisi kemerdekaan NKRI dengan membangun manusia Indonesia seutuhnya dan sekaligus mencerdaskan kehidupannya menuju masyarakat sejahtera di dalam lindungan Allah SWT. ***


Penulis, ahli geologi wisata ekologi, mantan Tentara Pelajar Batalion 300 Detasemen III Brigade 17-Mobile Brigade Polisi Negara Webrkreise III Subwehrkreise 103 A, Yogyakarta.


Sumber: Pikiran Rakyat, Tanpa tanggal


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dr. Danudirjo Setiabudi

Dr. Danudirdjo Setiabudi  adalah nama Indonesia dari Dr. Ernest F. E. Douwes Dekker. Beberapa waktu yang lalu, pemerintah memberikan gelar kepada Danudirjo sebagai Perintis Perkembangan Pers Indonesia, bersama beberapa orang yang lain yang berjasa. Kalau pemerintah menganggap Danudirjo sebagai perintis perkembangan pers Indonesia, maka sebenarnya jasa beliau lebih besar dari itu. Beliau adalah pendekar perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bersama Suwardi Suryaningrat (K. H. Dewantara) dan Dr. Cipto Mangunkusumo, mereka disebut Tiga Serangkai, karena mereka bertiga bersama-sama memperjuangkan kemerdekaan bangsa lewat wadah Indische Partij. Danudirjo Setiabudi lahir pada tahun 1879 di sebuah kota kecil di Jawa Timur yakni Pasuruan. Setelah berhasil menamatkan sekolah menengahnya dan sekolah lanjutannya di Indonesia, Danurdirjo pergi ke Eropa dan melanjutkan pelajarannya, kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Zurich (Swiss). Sejak bocah, Danudirjo telah memiliki jiwa kemerdekaan yang...

Harun Nasution: Ajarah Syiah Tidak Akan Berkembang di Indonesia

JAKARTA (Suara Karya): Ajarah Syiah yang kini berkembang di Iran tidak akan berkembang di Indonesia karena adanya perbedaan mendasar dalam aqidah dengan ajaran Sunni. Hal itu dikatakan oleh Prof Dr Harun Nasution, Dekan pasca Sarjana IAIN Jakarta kepada Suara Karya  pekan lalu. Menurut Harun, ajaran Syiah Duabelas di dalam rukun Islamnya selain mengakui syahadat, shalat, puasa, haji, dan zakat juga menambahkan imamah . Imamah artinya keimanan sebagai suatu jabatan yang mempunyai sifat Ilahi, sehingga Imam dianggap bebas dari perbuatan salah. Dengan kata lain Imam adalah Ma'sum . Sedangkan dalam ajaran Sunni, yang dianut oleh sebagian besar umat Islam Indonesia berkeyakinan bahwa hanya Nabi Muhammad saja yang Ma'sum. Imam hanyalah orang biasa yang dapat berbuat salah. Oleh karena Imam bebas dari perbuatan salah itulah maka Imam Khomeini di Iran mempunyai karisma sehingga dapat menguasai umat Syiah di Iran. Apapun yang diperintahkan oleh Imam Khomeini selalu diturut oleh umatnya....

Hari ini, 36 tahun lalu: Bom atom pertama dicoba di Alamogordo

Jalannya sejarah bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia mungkin akan berbeda kalau tidak ada peristiwa yang terjadi 16 Juli, 36 tahun lalu. Pada hari itu Amerika Serikat membuka babak baru di dalam teknik, yakni berhasil meledakkan bom atom di New Mexico, tepatnya di Alamogordo. Percobaan yang berhasil ini telah memungkinkan Amerika Serikat menghasilkan bom atom lainnya yang dijatuhkan atas Hiroshima dan Nagasaki. Ketakutan akan akibat bom atom ini telah membuat Jepang ketakutan dan menyerah kepada sekutu, pada 14 Agustus 1945. Jauh-jauh hari sebelum bom atom pertama diledakkan di gurun Alamogordo itu, kurang lebih enam tahun sebelumnya Presiden Franklin D. Roosevelt menerima sepucuk surat dari Dr. Albert Einstein yang isinya mengenai kemungkinan pembuatan bom uranium yang kemampuannya sangat besar. Surat itulah yang kemudian melahirkan suatu proyek yang sangat dirahasiakan dan hanya kalangan kecil yang mengenalnya dengan nama Manhattan Engineer District di bawah pimpinan Mayor...

Sejarah Lupakan Etnik Tionghoa

Informasi peran kelompok etnik Tinghoa di Indonesia sangat minim. Termasuk dalam penulisan sejarah. Cornelius Eko Susanto S EJARAH Indonesia tidak banyak menulis atau mengungkap peran etnik Tionghoa dalam membantu terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Padahal bila diselisik lebih jauh, peran mereka cukup besar dan menjadi bagian integral bangsa Indonesia. "Ini bukti sumbangsih etnik Tionghoa dalam masa revolusi. Peran mereka tidak kalah pentingnya dengan kelompok masyarakat lainnya, dalam proses pembentukan negara Indonesia," sebut Bondan Kanumoyoso, pengajar dari Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya UI dalam seminar bertema Etnik Tionghoa dalam Pergolakan Revolusi Indonesia , yang digagas Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Tiongkok (PPIT) di Depok, akhir pekan lalu. Menurut Bondan, kesadaran berpolitik kalangan Tionghoa di Jawa mulai tumbuh pada awal abad ke-20. Dikatakan, sebelum kedatangan Jepang pada 1942, ada tiga golongan kelompok Tionghoa yang bero...

TRAGEDI HIROSHIMA: Maaf Itu Tidak Pernah Terucapkan ....

Di mata rakyat Jepang, nama Paul Warfield Tibbet Jr menyisakan kenangan pedih. Dialah orang yang meluluhlantakkan Kota Hiroshima dalam sekejap pada 6 Agustus 1945 lalu. Yang lebih pedih lagi, Tibbets, seperti juga pemerintah Amerika Serikat, tidak pernah mau meminta maaf atas perbuatannya itu. Akibat bom atom 'Little Boy' berbobot 9.000 pon (4 ton lebih) yang dijatuhkan dari pesawat pengebom B-29 bernama Enola Gay, 140 ribu warga Hiroshima harus meregang nyawa seketika dan 80 ribu lainnya menyusul kemudian dengan penderitaan luar biasa. Sebuah kejadian yang menjadi catatan tersendiri dalam sejarah perang yang pernah ada di muka bumi. Hingga kini seluruh rakyat Jepang masih menanti kata 'maaf' dari pemerintah AS atas perbuatan mereka 62 tahun silam itu. Paling tidak, Tibbets secara pribadi mau menyampaikan penyesalannya. "Tapi ia tidak pernah meminta maaf. Seperti juga pemerintah AS, ia justru beralasan bom itu telah menyelamatkan jutaan orang Amerika dan Jepa...

Mengenang Peristiwa 40 Tahun Silam: Taruna "Militaire Academie" Berusaha Melucuti Senjata Tentara Jepang

I NDONESIA pernah memiliki akademi militer (akmil) yang berumur sekitar 5 bulan, tapi menghasilkan lulusan "Vaandrig" (Calon Perwira) berusia muda. Selama dalam pendidikan para tarunanya telah mengalami pengalaman heroik dan patriotik. Akmil itu adalah "MA (Militaire Academice) Tangerang". Sabtu pagi ini, para alumni MA Tangerang akan mengadakan apel besar di Taman Makam Pahlawan Taruna, Jl Daan Mogot, Tangerang, Jawa Barat. Selain untuk memperingati berdirinya akmil itu, apel sekaligus untuk memperingati 40 tahun "Peristiwa Pertempuran Lengkong (PPL)". Ketua Umum Dewan Harian Nasional Angkatan 45 Jenderal (Purn) H Surono akan bertindak sebagai inspektur upacara. PPL meletus 25 Januari 1946. Ketika itu taruna MA Tangerang yang menjadi inti pasukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat), dalam usahanya melucuti tentara Jepang di Lengkong, Kecamatan Serpong Tangerang, terjebak dalam pertempuran yang tidak seimbang. Direktur MA Tangerang, Mayor Daan Mogot...

Lincoln--Stanton

P rabowo sudah resmi masuk Kabinet Indonesia Maju. Bersama para pejabat kabinet lainnya, Prabowo dilantik Presiden Joko Widodo sebagai menteri pertahanan. Sebelumnya ia bersafari silaturahmi, menyambangi para ketua umum partai koalisi Jokowi. Dengan demikian, kisah nyata Lincoln-Stanton berulang di Indonesia. Edwin McMasters Stanton (1814-1869) adalah politikus dan ahli hukum yang getol sekali mencermati langkah-langkah Abraham Lincoln dan mengecamnya dengan keras. Namun, oleh Presiden Lincoln (1861-1865), Stanton justru diangkat menjadi Menteri Peperangan (Secretary of War) dalam Perang Sipil (1861-1865). Lincoln akan selalu dikenang sebagai "Great Emancipator" karena ia sangat mendukung upaya untuk menghentikan perbudakan di Amerika Serikat. Sementara Stanton membuktikan kehebatannya sebagai nasionalis dan negarawan yang setia kepada kepala negaranya. L WILARDJO Klaseman, Salatiga Sumber: Kompas , 11 November 2019