Langsung ke konten utama

Perasaan Orang Belanda di "Bawah Nol": Hari-hari Terakhir Hindia Belanda

Oleh H. ROSIHAN ANWAR

PADA tanggal 27 Desember 1949 di Istana Amsterdam, Ratu Juliana membubuhkan tanda tangannya pada dokumen penyerahan kedaulatan dari Kerajaan Belanda kepada Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan disaksikan oleh Wakil Presiden RI Mohammad Hatta dan PM Belanda Willem Drees, sedangkan di Jakarta di Istana Rijswijk, Wakil Tinggi Mahkota Dr. A. H. J. Lovink menyerahkan kekuasaan memerintah seluruh Nusantara kepada Sultan Yogyakarta Hamengkubuwono IX.

Dengan demikian 27 Desember berarti tamatnya zaman Belanda di Nusantara Indonesia.

Sebuah buku yang bertutur tentang suasana dan perasaan orang-orang Belanda di Indonesia pada bulan-bulan terakhir tahun 1949 telah diterbitkan oleh Lembaga untuk Sejarah Belanda di Den Haag. Judulnya: Het Einde in Zicht--Stemmen uit het laatste jaar van Nederlands-Indie (Tamat yang Tampak--Suara-suara dari tahun terakhir Hindia Belanda), ditulis oleh sejarawan Dr. P. J. Drooglever dan M. J. B. Schouten (1999).

Persetujuan Van Roijen-Roem yang ditandatangani tanggal 7 Mei 1949 mengatur kembalinya pemerintah Republik Indonesia ke daerah karesidenan Yogyakarta, pembebasan Sukarno-Hatta dari pengasingan mereka di Pulau Bangka dan balik ke Yogya sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI, pembukaan jalan ke arah diadakannya Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag tentang penyerahan kedaulatan.

Banyak pembesar Belanda tidak menerima hasil Persetujuan Van Roijen-Roem. Dr Beel Wakil Tinggi Mahkota minta berhenti dan minta kembali ke Negeri Belanda. Panglima Tentara KNIL Jenderal Spoor yang telah memimpin dua aksi militer terhadap RI (Juli 1947 dan Desember 1948) melihat usahanya sia-sia belaka dan sebelum TNI kembali ke Yogya tanggal 30 Juni 1949 tiba-tiba meninggal dunia, kena serangan jantung.

Delegasi Republik yang dipimpin oleh Bung Hatta dan delegasi BFO (orang-orang federal) yang diketuai oleh Sultan Pontianak Max Alkadrie berangkat ke Negeri Belanda untuk memulai KMB di Den Haag tanggal 23 Agustus 1949 dengan pemerintah Belanda.

Pada waktu itu, berdasarkan penafsiran sebuah pasal Perjanjian Van Roijen-Roem, aparat RI beserta TNI mulai mengambil alih pemerintahan dan kekuasaan di daerah-daerah di Jawa yang sesudah aksi militer kedua diduduki oleh Belanda, tapi tidak secara penuh dan efektif. Keadaannya ialah militer Belanda mengontrol kota-kota dan jalan-jalan yang menghubungkan kota-kota pada siang hari, sedangkan pada malam hari yang berkuasa ialah Lurah RI dan pasukan TNI. Keadaan ini diakhiri dengan mulai masuknya pasukan TNI ke berbagai kota di Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Belanda menamakan gerakan TNI ini sebagai suatu "infiltrasi dingin" (koude infiltratie). Para jenderal Belanda amat tidak senang dibuatnya dan mereka bahkan sampai membicarakan perlunya dilancarkan Aksi Militer Ketiga terhadap Yogyakarta. Orang yang jadi sasaran kritik Belanda ialah Sultan Yogya yang menjadi koordinator keamanan. Sultan dituduh menyalahgunakan kepercayaan dan melanggar Perjanjian Van Roijen-Roem. Lovink gusar terhadap Sultan, tapi tidak berhasil membendung kembalinya aparat RI dan TNI ke daerah Jawa Tengah dan Timur. Hanya di Jawa Barat--yang terdapat Negara Pasundan dengan Wali Negara Muharam Wiranatakusumah--tidak ada masalah yang dirisaukan oleh Belanda.

Hal itu tidak mengherankan. Pasukan Siliwangi yang setelah Persetujuan Renville bulan Januari 1948 melakukan hijrah ke Jawa Tengah, ketika pecah Aksi Militer Belanda Kedua kembali ke daerah kantong mereka di Jawa Barat dan menguasai sebagian besar wilayah Jawa Barat.

Pihak Belanda beserta Negara Pasundan hanya mengontrol jalan raya Jakarta-Bandung, kota-kota besar, sedangkan daerah pedalaman dikuasai oleh RI dan TNI sehingga tidak perlu lagi adanya gerakan "infiltrasi dingin".

R. W. van Diffelen yang menjabat sebagai wakil Dr. Bael di Bandung dalam suratnya kepada Prof Romme, pemimpin Partai Rakyat Katolik (KVP) di Negeri Belanda menjelaskan Jawa Barat lebih tenang (rustig) dibandingkan dengan Jawa Tengah dan Timur, karena adanya "pengertian baik" antara militer Belanda dengan perwira-perwira divisi Siliwangi yang dekat dengan Wiranatakusumah.

Arti kata "Lovink"

Bagaimana suasana perasaan di kalangan orang-orang Belanda di Jakarta dilukiskan oleh seorang pejabat Jawatan Penerangan Pemerintah (RVD) di Den Haag D. J. van Wijnen yang mengunjungi Jakarta pada bagian kedua bulan Oktober 1949, tatkala KMB sedang berlangsung. Ia berada dua bulan di Indonesia dan melaporkan kepada bosnya di Negeri Belanda, adapun suasana perasaan atau "mood" di kalangan masyarakat Belanda adalah "di bawah nol".

Ia menulis "opini yang dominan ialah kami telah kehilangan segala-galanya, kecuali nyawa kami; karena itu biarlah kami menyelamatkan diri kami dengan pergi pindah, sebab toh kami akan ditinggalkan. Orang bersikap sinis. Orang menertawakan tiap percobaan memulai sesuatu yang baru. Orang hanya melakukan pekerjaannya sejauh dia bisa menarik garis ketat mengenai batas-batas tugasnya. Orang saling memberikan salam dengan cara menyindir dan berolok-olok dengan perkataan 'LOVINK' yang dalam hal ini kepanjangan dari Laat Ons Veilig in Nederland Komen (Biarkan Kami Selamat Tiba di Nederland). Tiada seorang pun bisa meramalkan apa yang bakal terjadi."

Ia melanjutkan "saya tidak percaya akan ada 'periode-bersiap" kedua seperti pada bulan Oktober 1945 (ketika rakyat Indonesia menyerang orang-orang Belanda). Akan tetapi saya khawatir insiden-insiden akan terjadi sana-sini. Banyak akan tergantung kepada tingkah laku dan sikap bijaksana berbagai kelompok etnik, pada prajurit TNI dan abang becak, pada militer Belanda dan orang sipilnya, juga pada orang-orang Ambon dan Menado.

"Orang harus membiasakan diri kepada seorang Presiden Indonesia dan Perdana Menteri Indonesia sebagai yang paling tinggi di negeri, kepada TNI yang berparade, kendati tidak pakai rambut panjang dan membawa bambu runcing, kepada bendera Merah Putih berkibar di atas Istana.

"Pada bagian pertama bulan Desember 1949 Deputi PM Belanda J. R. H. Van Schaik megunjungi Indonesia dan tanggal 13 Desember menulis kepada Van Maarseveen, Menteri Daerah Seberang Lautan,

"Jika di Indonesia hanya terdapat orang-orang Republik dan Federal, pada hemat saya tidak usah ditakutkan adanya masalah-masalah serius bagi masa depan Indonesia. Sayangnya terdapat unsur-unsur revolusioner yang mencoba menciptakan keresahan dan kekacauan dan kelompok teror ini yang bersalah melakukan serangan, perampokan, pembunuhan, dan mendatangkan ketakutan kepada warga-warga yang damai. Dari anasir revolusioner, maka Darul Islam (DI) Lasykar Rakyat dan komunis merupakan yang paling berbahaya."

Namun dalam realitas sesudah penyerahan kedaulatan bukan anasir revolusioner yang menciptakan masalah dan kesulitan bagi negara baru RIS, melainkan kaum separatis seperti orang-orang Ambon yang memproklamirkan Republik Maluku Selatan (RMS) bulan April 1950 dan melawan pemerintah federal sehingga PM Hatta harus menindak mereka dengan mengirim TNI ke Ambon.

Sebelum itu, pada awal 1950 terjadi gerakan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil) yang dilancarkan oleh Kapten Westerling di Bandung dalam upaya merebut kekuasaan, tapi gagal karena ditumpas oleh TNI.

Kemudian ada masalah Irian Barat yang timbul karena pada KMB Belanda tidak bersedia menyerahkan Irian Barat kepada RIS.

Presiden Sukarno menyatakan kepada LOVINK ketika berkunjung ke Yogya pada akhir 1949, "Saya seorang yang fanatik mengenai Nieuw Guinea," tapi ucapan itu tidak digubris oleh Belanda. Akibatnya, masalah Irian Barat berlarut-larut dan baru bisa diselesaikan pada tahun 1961.

Buku "Het Einde In Zicht" memberikan gambaran pada kita suasana perasaan di kalangan orang Belanda di Indonesia menjelang kekuasaan Belanda akan berakhir.***

-H. Rosihan Anwar, wartawan senior, tinggal di Jakarta.



Sumber: Pikiran Rakyat, 6 September 2001



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rangkaian Peristiwa Bandung Lautan Api (4) Perintah: Bumi-hanguskan Semua Bangunan

Oleh AH NASUTION Bandung Lautan Api Setelah di pos komando, oleh kepala staf diperlihatkan "kawat dari Yogya" tanpa alamat si pengirim: "Tiap sejengkal tumpah darah harus dipertahankan." Maka mulailah perundingan-perundingan, dengan sipil, dengan badan perjuangan dan dengan komandan-komandan resimen 8 serta Pelopor. Pihak sipil meminta sekali lagi kepada panglima div Inggris untuk menunda batas waktu, agar rakyat dapat ditenangkan dan diatur. Tapi Inggris menolak. Walikota berpidato, bahwa pemerintah sipil menaati instruksi pemerintah pusat dan akan tetap berada bersama rakyat di dalam kota. Letkol. Sutoko menyarankan: ke luar bersama rakyat. Letkol Omon A. Rahman menyatakan: resmi taat, tapi sebagai rakyat berjuang terus. Mayor Rukmana: ledakan terowongan Citarum di Rajamandala, supaya kita buat "Bandung Lautan Api" dan "Bandung Lautan Air". Keadaan amat emosional Sebagai panglima penanggung jawab saya putuskan akhirn...

Putusan Congres Pemuda-pemuda Indonesia

K ERAPATAN pemoeda-pemoeda Indonesia diadakan oleh perkoempoelan-perkoempoelan pemoeda Indonesia jang berdasarkan kebangsaan dengan namanja : Jong Java, Jong Soematera (pemoeda Soematera), Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen, Jong Islamieten Bond, Jong Bataksbond, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawi dan perhimpoenan. Memboeka rapat tanggal 27 dan 28 October tahun 1928 dinegeri Djakarta ; Kerapatan laloe mengambil poeteoesan :  PERTAMA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA. KEDOEA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA JG SATOE, BANGSA INDONESIA. KETIGA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENDJUNGDJUNG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA. Setelah mendengar poetoesan ini, kerapatan mengeloearkan kejakinan azas ini wadjib dipakai oleh segala perkoempoelan-perkoempoelan kebangsaan Indonesia. Mengeloerkan kejakinan persatoean Indonesia diperkoeat dengan memperhatikan dasar persatuannja : Kemaoean, sedjarah, bahasa hoekoem adat...

Kemerdekaan, Hadiah dari Siapa?

Oleh ERHAM BUDI W. ANAK  bangsa adalah anak sejarah sekaligus ahli waris kisah. Mewarisi kisah berarti juga mewarisi semangat. Dengan semangat itulah, kisah selanjutnya akan ditorehkan oleh para penerus. Berkaitan dengan ulang tahun kemerdekaan yang lusa kita peringati bersama, pertanyaan kritis yang kerap muncul adalah benarkah kemerdekaan yang kita peroleh merupakan buah perjuangan? Ataukah hadiah belaka? Kemerdekaan memang bisa dimaknai sebagai hadiah, tapi tentu bukan pemberian cuma-cuma. Hadiah dari Jepang? Kemerdekaan Indonesia dianggap sebagai hadiah dari Pemerintah Jepang. Asumsi tersebut sebenarnya cukup beralasan. Gagasan menghadiahkan kemerdekaan kepada Indonesia muncul pada 7 September 1944 melalui pernyataan PM Koiso Kuniaki yang menggantikan Hideo Tojo. Sejak saat itulah, Sang Saka Merah Putih boleh dikibarkan. Bahkan, Laksamana Muda Maeda Tadashi mendirikan Asrama Indonesia Merdeka di Jakarta serta membantu biaya perjalanan Sokarno dan Hatta ke beberapa...

Korban Westerling Tolak Permintaan Maaf Belanda

JAKARTA, (PR),- Hubungan diplomatik Indonesia-Belanda dinilai ilegal. Soalnya, baik secara internasional maupun nasional, tidak ada dasar hukumnya. "Coba, apa landasan hukum hubungan Indonesia-Belanda. Ini perlu dipertanyakan dan dikaji oleh pakar hukum tata negara," kata sejarawan Anhar Gonggong dalam diskusi bertajuk "Permintaan Maaf Belanda atas Kasus Westerling" bersama anggota Dewan Perwakilan Daerah Abdul Aziz Kahhar Mudzakkar dan Ketua Utang Kehormatan Belanda (KUKB) Batara Hutagalung di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (4/9/2013). Sampai saat ini, kata Anhar, Belanda tidak mengakui kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 dan hanya mengakui Indonesia merdeka tanggal 27 Desember 1949. Begitu pula dengan Indonesia yang bersikukuh bahwa kemerdekaannya diproklamasikan 17 Agustus 1945. "Artinya, Belanda memang tak pernah ikhlas terhadap Indonesia. Karena sejak Indonesia merdeka, Belanda kehilangan lumbung ekonomi dan politik," tambah guru besar se...

Berburu Keberuntungan di Trowulan

T anpa terasa sudah hampir dua pekan hari-hari puasa terlewatkan. Dan sudah hampir dua pekan pula Trowulan dikunjungi banyak tamu. Memang, di setiap bulan Ramadhan, Trowulan--sebuah kecamatan di kabupaten Mojokerto--sekitar 50 km barat laut Surabaya, selalu dikunjungi banyak pendatang. Apa yang bisa dilakukan pengunjung di Trowulan di setiap Ramadhan? Menurut banyak orang yang pernah mengunjungi Trowulan, banyak yang bisa dipelajari dan diperhatikan secara saksama di kota bersejarah itu. Trowulan adalah bekas kota kejayaan Kerajaan Majapahit. Di kota itu hingga kini masih banyak peninggalan bekas kejayaan kerajaan Majapahit, salah satu di antaranya adalah Kolam Segaran. "Selain itu, juga ada situs kepurbakalaan kerajaan Majapahit. Ada Candi Tikus, Candi Brahu, makam Ratu Kencana, makam Putri Campa, dan yang paling banyak dikunjungi pendatang adalah makam Sunan Ngundung," ujar Suhu Ong S Wijaya, paranormal muslim yang tiap Ramadhan menyempatkan berziarah ke makam-makam penyeba...

Perjuangan Pelajar Sekolah Guru

Oleh Maman Sumantri TIDAK lama sesudah tersirat secara luas Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 oleh Soekarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia, berkobarlah semangat juang para pemuda, pelajar, mahasiswa, dan warga masyarakat lainnya di seluruh Indonesia. Mereka serempak bangkit berjuang bahu-membahu secara berkelompok dalam badan-badan perjuangan atau kelasykaran, dengan tekad mengisi dan menegakkan proklamasi kemerdekaan. Kelompok badan perjuangan atau kelasykaran yang turut dalam perjuangan menegakkan proklamasi kemerdekaan pada awal revolusi kemerdekaan di Kota Bandung dan sekitarnya, di antaranya Pemuda Republik Indonesia, Hizbullah, Barisan Merah Putih, Barisan Banteng Republik Indonesia (BBRI), Barisan Pemberontak Republik Indonesia (BPRI), Barisan Berani Mati, Angkatan Pemuda Indonesia (API), Pemuda Indonesia Maluku, Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS), Lasykar Rakyat, Pasukan Istimewa, (PI), Lasykar Wanita Indonesia (Laswi), dan Badan Keamanan Rakyat (BKR)....

Museum Sumpah Pemuda yang Bagai Terlupakan

S atu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa merupakan tiga pokok substansial yang dapat mempersatukan keberagaman etnis, bahasa, dan budaya ke dalam satu wadah yang bernama Indonesia. Mengingat demikian pentingnya peristiwa tersebut bagi upaya pembentukan negara Kesatuan Republik Indonesia, maka secara nasional setiap tanggal 28 bulan Oktober selalu dikenang sebagai Hari Sumpah Pemuda. Satu hal yang barangkali agak terlupakan oleh kita, ketika memperingati hari bersejarah ini, adalah sebuah museum yang bernama Museum Sumpah Pemuda dan terletak di Jl Kramat Raya No 106 Jakarta Pusat. Di museum inilah, ikrar itu diucapkan. Di gedung ini pulalah, Wage Rudolf Supratman menggesekkan biolanya, melantunkan lagu Indonesia Raya untuk yang pertama kalinya pada 28 Oktober 1928. Segala proses yang menyangkut lahirnya ikrar Sumpah Pemuda 66 tahun silam, tertata secara apik lewat sajian foto dan patung di museum yang tidak begitu luas ruangannya ini. Sarana Pembinaan Berbeda dengan museum-museum lainny...