Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 1999

Kegiatan Niaga Jadikan Pasai Pusat Penyebaran Islam

D engan berbagai fakta seputar ramainya perniagaan kaum Muslim di sepanjang Selat Malaka abad ke-7 SM, tidak dapat disangkal bahwa saat itulah pengaruh Islam di bumi Nusantara mulai menebar. Siapapun tak dapat mengabaikan fakta itu. Selain sekadar pusat niaga, Selat Malaka sungguh memegang peran tidak kecil dalam proses masuknya Islam di tanah air. Namun, apakah pada saat bersamaan muncul juga kerajaan Islam, tidak ada satu pun bukti yang menjelaskannya. Atau apakah banyak keluarga kerajaan Sriwijaya atau Melayu masuk Islam, juga tak ada catatan yang menuliskannya. Hal itu kerap menjadi perdebatan tentang kapan Islam masuk. Apakah saat para pedagang India, Arab, atau Cina mulai berlabuh pada permulaan abad ke-7? Atau apakah saat kerajaan Islam Samudra Pasai (sekitar abad ke-13) mulai berjaya? Selain itu, bandar (kota pelabuhan) mana yang paling berperan: apakah bandar-bandar di sepanjang Malaka, yang sejak abad ke-7 telah padat didiami pedagang-pedagang Muslim? Ataukah Bandar Samud

Kalijaga, Jadikan Seni Wayang sebagai Media Dakwah

S unan Kalijaga bukan hanya mubaligh, melainkan juga dalang piawai. Bahkan kemasyhurannya sebagai dalang tak kalah mencorong ketimbang peran kewaliannya. Justru itu peran mendalang dan berdakwah dalam diri Sunan Kalijaga ini sungguh merupakan dua sisi mata uang alias tak bisa dipisahkan.  Dalam praktik, memang, Sunan Kalijaga acap membawakan kedua peran itu sekaligus: mendalang dalam rangka berdakwah. "Beliau berhasil menjadikan seni wayang sebagai media dakwah Islam," ujar Prawoto (71), juru kunci Makam Sunan Kalijaga. Adalah Prof Dr Husein Djajadiningrat, melalui buku " Critische beschouwingen van de sejarah Banten " , yang membeberkan bahwa Sunan Kalijaga menimba ilmu keagamaan dari Sunan Bonang. Dia juga berguru pada Syeh Sutabaris, ulama kondang di Palembang. Usai menimba ilmu keagamaan, Sunan Kalijaga pernah menetap di sebuah desa di Cirebon. Di sana dia sehari-hari berjualan welit (atap rumah berbahan daun rumbia), di samping aktif berdakwah dan mendala

Buka dan Sahur Gratis di Masjid Kebon Jeruk: Muslim Tionghoa, Kini Terkenal di Mancanegara

Masjid Kebon Jeruk Jakarta yang bangunan aslinya hanya berukuran 10 x 10 m2 ternyata jauh lebih dikenal di mancanegara dibandingkan dalam negeri. Meski sedikit diragukan, penjaga masjid tersebut, Cecep Firdaus, dan warga sekitarnya menguatkan berita kekondangan itu. T empat ibadah di bagian barat Jakarta itu konon dibangun oleh warga keturunan Tionghoa beberapa abad silam, sebagai sarana tempat ibadah orang-orang Islam Tionghoa. Sebelum membangun masjid, muslim Tionghoa disebutkan sering menumpang shalat di masjid orang-orang pribumi, dan mereka sering diperolok karena tidak memiliki sarana ibadah sendiri. Karena sering diperolok itulah, mereka akhirnya membangun masjid/musholla yang sekarang dikenal sebagai masjid Kebon Jeruk, yang terletak di daerah Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Masjid Kebon Jeruk konon dibangun oleh seorang kapten (kepala suku) Tionghoa bernama Kapten Tamien Dosol Seeng. Namun, menurut Cecep Firdaus, salah seorang pengurus masjid itu, Kapten Dosol Seeng sampai sekaran

Syeh Maulana, Akhirnya Kondang dengan Nama Sunan Gribig

D i antara sembilan wali, Syeh Maulana Malik Ibrahim merupakan wali tertua. Semula, dalam melakukan syiar Islam, dia aktif melakukan dakwah keliling. Berbagai tempat di seputar Jatim dia datangi dalam rangka menebarkan ajaran tauhid dan nilai-nilai Islam ini. Tapi, mungkin karena faktor fisik, belakangan dia menetap di Desa Leran, Kecamatan Manyar, Gresik. Di tempat itu pula dia mengakhiri hayat. Sejauh ini, asal-usul Syeh Maulana masih simpang-siur. Kalangan ahli sejarah, dalam kaitan ini, tak kunjung mencapai mufakat. Ada ahli yang menyebutkan bahwa Syeh Maulana berasal dari Gujarat (India). Ada pula ahli yang berkeyakinan bahwa dia merupakan pendatang dari jazirah Arab. Di luar itu, masih ada versi lain yang menyebutkan bahwa muasal Syeh Maulana justru dari Persia (Iran).  Namun lepas dari soal itu, semua sepakat bahwa peran Syeh Maulana dalam penyebaran awal Islam di tanah Jawa--seperti juga delapan wali lain--demikian besar. Tak satu pun pihak yang membantah soal itu.  Semas

Sunan Gunungjati Piawai dalam Diplomasi dan Dakwah

Peran kewalian Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunungjati bertalian dengan posisi Muara Jati (Cirebon) sebagai pusat bandar yang ramai. Pada awal abad ke-15 itu, jauh sebelum Syarif Hidayatullah lahir, daerah pesisir utara Jawa memang sudah menjadi pusat perniagaan. Pedagang-pedagang asing, terutama bangsa Cina, Campa (Kamboja), dan Gujarat (India), turut meramaikan suasana perniagaan di Muara Jati ini. Penduduk sekitar Muara Jati sendiri--wilayah kekuasaan Kerajaan Pajajaran--ketika itu dikenal sebagai pelaut. Ikan (udang rebon) hasil tangkapan di laut sudah lazim mereka olah menjadi terasi dan petis. Itu pula, sebenarnya, yang banyak menarik kedatangan pedagang-pedagang asing ke Muara Jati. Tapi terutama mereka yang datang dari Gujarat, kehadiran di daerah itu bukan melulu berdagang. Mereka juga aktif melakukan syiar Islam. Kendati demikian, tonggak penyebaran Islam di Muara Jati atau Cirebon, terutama mencorong setelah seorang pedagang Baghdad (Irak) bernama Syeh Idhofi Mahdi m

Syiar Islam Melalui "Jalur Sutra": Dari Cina Merambah ke Kerajaan Sriwijaya

"Cina itu indah tidak memberikan kesenangan .... Aku lebih sering tinggal di penginapan dan hanya keluar jika perlu. Selama tinggal di Cina, manakala melihat seorang Muslim, seakan-akan aku berjumpa dengan keluarga dan kerabat dekatku sendiri." K etika menuliskan catatan perjalanan itu, petualang mashur Ibnu Battuta belum sedikit pun melihat bahwa di bagian lain negeri Cina masih banyak orang yang dia sebut seperti kerabat dekatnya. Tidak lama, masih abad ke-13, saat tiba di Kham Fu (Kanton), musafir Maroko ini mendapati sekitar 120.000 penduduk asing (warga Arab-Parsi) membangun rumah tangga di Kanton. Sekitar 8.000 di antara mereka itu merupakan pelajar yang menuntut ilmu di perguruan tinggi Islam di sana. Kemudian ketika dia hendak menuju ke daerah Melayu dan Sriwijaya, Ibnu Battuta melihat besarnya komunitas pedagang Muslim yang menetap di kota-kota pelabuhan sepanjang Selat Malaka. Dan tepat saat dia menginjakkan kaki di tanah Ce Li Foche (sebutan Cina untuk Sriwija

Sunan Ampel, Berdakwah Berdasarkan Prinsip

B erdakwah berdasar prinsip keseimbangan. Itulah yang dilakukan Sunan Ampel, salah satu dari sembilan wali penyebar Islam di Jawa alias walisongo. Dalam melakukan dakwah, Sunan Ampel memang benar-benar bersikap imbang. Pendekatan yang dia tempuh terhadap kalangan bangsawan Majapahit, dalam kaitan ini, tak beda dengan apa yang dia lakukan terhadap rakyat jelata di pelosok-pelosok pedesaan. Sunan Ampel--makamnya terletak di kawasan Ampel Denta Surabaya (Jatim)--memiliki nama asli Sayid Ali Rahmatullah. Tapi semasa hidup, dia lebih akrab dipanggil Raden Rahmat. Lahir tahun 1401 di negeri Campa (Kamboja) dari pasangan Ibrahim Al-Ghozi bin Jamaluddin Husen dan Candrawulan. Sang bunda sendiri adalah putri Raja Campa. Walhasil, Sunan Ampel ini masih memiliki pertalian sangat erat dengan Kerajaan Campa. Di tanah Jawa. Yang pasti, setiba dari Campa, dia langsung berkunjung ke kediaman Prabu Brawijaya Kertabumi V, Raja Majapahit. Ini dimungkinkan karena bibinya dari garis ibu--Dharawati, ana

Berburu Keberuntungan di Trowulan

T anpa terasa sudah hampir dua pekan hari-hari puasa terlewatkan. Dan sudah hampir dua pekan pula Trowulan dikunjungi banyak tamu. Memang, di setiap bulan Ramadhan, Trowulan--sebuah kecamatan di kabupaten Mojokerto--sekitar 50 km barat laut Surabaya, selalu dikunjungi banyak pendatang. Apa yang bisa dilakukan pengunjung di Trowulan di setiap Ramadhan? Menurut banyak orang yang pernah mengunjungi Trowulan, banyak yang bisa dipelajari dan diperhatikan secara saksama di kota bersejarah itu. Trowulan adalah bekas kota kejayaan Kerajaan Majapahit. Di kota itu hingga kini masih banyak peninggalan bekas kejayaan kerajaan Majapahit, salah satu di antaranya adalah Kolam Segaran. "Selain itu, juga ada situs kepurbakalaan kerajaan Majapahit. Ada Candi Tikus, Candi Brahu, makam Ratu Kencana, makam Putri Campa, dan yang paling banyak dikunjungi pendatang adalah makam Sunan Ngundung," ujar Suhu Ong S Wijaya, paranormal muslim yang tiap Ramadhan menyempatkan berziarah ke makam-makam penyeba

Sunan Muria Syiarkan Islam Lewat Seni

C olo hanya sebuah desa kecil berjarak sekitar 18 km arah utara Kudus, Jateng. Desa ini terletak di lereng bukit Muria yang berketinggian sekitar 1.600 meter di atas permukaan laut. Desa ini selalu hingar-bingar dan padat pengunjung. Mereka terutama para peziarah makam Sunan Muria, salah seorang wali songo (wali sembilan).  Di bukit itulah, memang, jasad Sunan Muria dimakamkan. Colo sendiri, dulu merupakan kawasan terisolasi. Tapi seiring arus peziarah yang kian mengalir deras, juga wisatawan yang terpesona oleh keindahan air terjun Monthel, kawasan tersebut kini telah dikembangkan menjadi obyek wisata andalan di Kudus. Di sana banyak berdiri villa. Karena itu, terutama Minggu atau hari libur nasional, Colo selalu diluberi pengunjung. Terlebih pada hari-hari ziarah Sunan Muria, yakni Kamis legi dan Jumat pahing, pengunjung benar-benar membludak. Untuk menuju lokasi makam Sunan Muria yang terletak di puncak bukit ini, peziarah harus mendaki ratusan tangga (undakan). Ini sungguh me

Sulitnya Mendatangkan Artefak Wali Songo

P ameran benda peninggalan Wali Songo di festival kali ini terasa kurang utuh. Benda peninggalan bersejarah (artefak) itu rupanya masih banyak yang tertinggal dan tidak bisa menyapa pengunjung festival. Lantaran terbatasnya artefak sembilan wali penyebar Islam di Jawa itu, banyak kritik disampaikan ke panitia. Sebab, keinginan utama sebagian besar pengunjung yang hadir adalah menyaksikan benda-benda itu. Secara teoritis, boleh dibilang, pameran benda-benda peninggalan Wali inilah yang menjadi 'maskot' festival. Banyak pengunjung datang di festival ini lantaran rasa ingin tahunya terhadap benda-benda milik Wali Songo. Tak urung para pengunjung pun banyak yang mempertanyakan ketidaklengkapan itu. Dan inilah agaknya yang paling banyak mendapat sorotan dari pihak luar. "Rasanya kok kurang lengkap dalam Festival Wali Songo ini. Karena, kok tidak semua barang-barang peninggalan seluruh Wali Songo itu bisa dipamerkan," kata Ny. Hamidah, seorang pengunjung. Mengapa tak semua

Paradigma Baru Kebangkitan Nasional

Mursal Esten Budayawan  Guru Besar IKIP Padang K elahiran Boedi Oetomo, 20 Mei 1908, dan organisasi-organisasi kebangsaan lainnya sesudah itu, lebih bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa . Diyakini bahwa rakyat yang cerdaslah yang bisa membebaskan diri dari belenggu penjajahan. Usaha memerangi kebodohan itulah yang dilakukan oleh Boedi Oetomo, Syarikat Dagang Islam, Taman Siswa, Muhammadiyah, Syarikat Islam, dan organisasi-organisasi kebangsaan lainnya. Salah satu "musuh" dari usaha mencerdaskan kehidupan bangsa itu, di samping Pemerintah Kolonial Belanda, adalah feodalisme . Feodalisme inilah yang diserang oleh roman-roman Balai Pustaka, seperti Siti Nurbaya, Tenggelamnya Kapal van der Wijck, Azab dan Sengsara, Karena Mertua , ataupun Pertemuan Jodoh . Arogansi kesukuan dan hierarki manusia berdasarkan keturunan yang menjadi ciri masyarakat feodal dikritik dengan tajam di dalam roman-roman Balai Pustaka tersebut. Perjuangan mencerdaskan kehidupan bangsa dan usaha mem

Nilai-nilai Kebangkitan Nasional dan Pemilu 1999

Oleh Sorimuda Siregar K ebangkitan nasional adalah peristiwa berdirinya organisasi Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908. Budi Utomo merupakan tonggak sejarah yang merefleksikan perubahan sikap sekaligus awal kebangkitan mentalitas bangsa Indonesia setelah 3,5 abad terbelenggu oleh penjajahan kolonialisme. Sebab itu, kesadaran mewujudkan organisasi Budi Utomo merupakan pencanangan bangsa Indonesia untuk melawan penjajahan secara terorganisasi atas dasar realitas sosial pribumi yang sangat memprihatinkan, baik secara intelektual maupun ekonomi. Pada awalnya Budi Utomo merupakan wadah pergerakan perjuangan oleh para mahasiswa STOVIA (School Tot Opiding Van Indlanche Artsen) yaitu sekolah tinggi kedokteran pribumi yang dipimpin oleh Dr. Soetomo. Perjuangan gigih Budi Utomo itu ternyata tidak sia-sia. Slow but sure mereka semakin menempatkan eksistensi organisasi itu melalui penyempurnaan yang lebih baik dan peningkatan tujuan yang hendak dicapai. Strategi perjuangan memang luar biasa. Tatka

Arti Bhinneka Tunggal Ika

Arti kata per kata dalam semboyan "Bhinneka Tunggal Ika" sering disalahartikan, termasuk oleh tokoh-tokoh masyarakat yang berpendidikan tinggi. Kesalahan terakhir dilakukan oleh Bung Harry Roesli dalam artikelnya berjudul: Kaus Partai dan Baju Besi (Kompas , 15/5/99). Walaupun isi artikel enak dibaca, namun mengandung kesalahan fatal menyangkut semboyan di atas. Di artikel tersebut Bung Harry menulis bahwa saat ini Bhinneka Tunggal Ika telah dipelesetkan menjadi Bhinneka tidak Ika, atau Bhinneka susah Ika, atau juga Bhinneka lawan Ika. Jelas di sini Bung Harry berpikir, bahwa kata Ika-lah yang mengandung arti bersatu/satu. Kesalahan serupa juga telah banyak dilakukan oleh kaum terdidik di negeri ini. Padahal dalam semboyan ini, arti kata satu (atau bersatu) dikandung dalam kata tunggal. Sedangkan kata Ika, kalau saya tidak keliru, artinya kira-kira adalah atau begitu adanya. Secara lengkap artinya adalah berbeda-beda (Bhinneka), namun satu (Tunggal) adanya (Ika). Kemungkinan
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...