Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2014

SEI MAHAKAM (2 - HABIS) Keraton Kutai dan Pergulatan Mawas Diri

Cikal bakal Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura dimulai sekitar abad ke-2 di Muara Kaman dengan raja pertama Kudungga, dilanjutkan putranya, Aswawarman, yang melahirkan tiga putra, yaitu Mulawarman (Kutai Kartanegara, Kaltim), Purnawarman (Taruma Negara, Jawa Barat), dan Adityawarman (Pagaruyung, Sumatera Barat). Oleh HARIADI SAPTONO P ada masa pra Islam tersebut, tercatat 25 raja memimpin Kerajaan Kutai Martadipura, dari Kudungga hingga Dermasetia. Berita tentang Kerajaan Kutai kemudian tidak terdengar. Selanjutnya, abad ke-13 berdiri Kerajaan Kutai Kartanegara di Kutai Lama dengan raja pertama Adji Batara Agung Dewa Sakti hingga raja kelima Pangeran Tumenggung Baya-Baya, sebelum kemudian pada abad ke-16 Kerajaan Kutai Kartanegara memeluk Islam dan abad ke-17 Pangeran Sinum Pandji Mendapa menyerang serta menghancurkan Kerajaan Kutai Martadipura dan kedua kerajaan dipersatukan menjadi Kutai Kartanegara Ing Martadipura sampai sekarang. Pada 1945, keraton bergabung dengan Repub

Akulturasi Budaya Islam-Hindu Jawa

Bersamaan tahun baru Islam 1 Muharam 1436 Hijriah, Sabtu (25/10), masyarakat Jawa merayakan tahun baru Jawa 1 Sura 1948 Jawa. Meskipun mengadopsi sejumlah ketentuan kalender Hijriah, kalender Jawa punya konsep dan aturan berbeda. Jadilah kalender Jawa sebagai sistem penanggalan khas memadukan budaya Islam, Hindu, dan Jawa. Oleh M ZAID WAHYUDI S ejumlah perayaan pun digelar menyambut tahun baru Islam dan Jawa. Namun, banyak orang Jawa tak mengenal kalendernya dan menganggap dua tahun baru itu sama. Penggunaan kalender Masehi untuk administrasi publik dan kalender Hijriah untuk ibadah membuat kalender Jawa kian ditinggalkan orang Jawa. "Walau ada pro dan kontra atau kritik, sebuah kalender harus dimanfaatkan. Jika tidak, hilang," kata ahli kalender pada Program Studi Astronomi Institut Teknologi Bandung, Moedji Raharta, Minggu (26/10). Itulah yang dialami sejumlah kalender Nusantara: kalender Sunda, Batak, atau Bali. Supaya bertahan, sebuah kalender harus ditopang budaya masya

SEI MAHAKAM (1) Membulatkan Identitas Kutai Kartanegara

"Cara ampuh satu-satunya untuk menembus suatu bangsa dengan jalan damai di mana-mana sama: hadiah perkenalan, pembagian obat-obatan yang menyembuhkan, dan jimat-jimat penolak bala, bala yang nyata dan yang semu. Orang asing itu harus betul-betul orang kaya atau dianggap kaya, tabib dan tukang sihir. Dalam semua hal ini, tidak ada yang mampu berperilaku semahir orang India. Orang India itu mungkin sekali menyatakan diri keturunan raja atau pangeran, yang hanya dapat memberi kesan baik pada tuan rumahnya" ( Gabriel Ferrand dalam "Asia Tenggara Masa Hindu-Buddha", George Coedes, Kepustakaan Populer Gramedia, 2010, hlm 50-51). "Adik ... kau ini Bugis atau Kutai? Atau Dayak?" kata pembawa acara bernama Rudy dengan ringan dari atas panggung. Pertanyaan itu sebenarnya sungguh menyentak. Namun, rupanya itu hal biasa saja di Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Oleh HARIADI SAPTONO P rovinsi Kalimantan Timur (Kaltim)--sebagaimana banyak provi

Museum Situs Para Wali Dibangun

JAKARTA, KOMPAS -- Warisan peradaban Islam awal mula di Jawa diangkat kembali melalui pembangunan museum-museum situs para wali. Selama ini, pengetahuan masyarakat masih sangat terbatas, misalnya dari tradisi tutur dan pengalaman menyinggahi makam para wali. "Bangunan dengan empat lantai untuk museum situs Maulana Malik Ibrahim paling siap. Awal Oktober 2014 diresmikan," kata Direktur Jenderal Kebudayaan pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kacung Marijan, Kamis (7/8), di Jakarta. Museum tersebut dibangun di Gresik, Jawa Timur. Maulana Malik Ibrahim dikenal sebagai penyebar Islam paling awal di tanah Jawa. Kacung mengatakan, pembangunan museum situs Sunan Kalijaga yang berikutnya. "Pembangunan museum situs Sunan Kalijaga diawali dengan restorasi rumah Sunan Kalijaga. Kayu bangunan yang rapuh digantikan dengan jenis kayu yang sama," tuturnya. Pengajar pada Program Studi Sastra Daerah untuk Sastra Jawa Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Kars

Revitalisasi Kebangkitan Nasional

Reiza D. Dienaputra Lektor Kepala pada Prodi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Unpad S AAT pertama kali peringatan Kebangkitan Nasional digagas oleh Kabinet Mohammad Hatta (1948-1949), tujuan utamanya adalah untuk membangun kembali kesadaran sejarah dalam menghadapi kolonialisme. Pilihan tanggal peringatan pun jatuh pada kelahiran organisasi yang dianggap sebagai organisasi pergerakan pertama perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah, yakni Budi Utomo, 20 Mei 1908. Pilihan itu dikarenakan pergerakan nasional merupakan momen perjalanan sejarah penting bangsa Indonesia dalam membebaskan diri dari belenggu kolonial. Kiprah Keberadaan Budi Utomo sebagai organisasi pergerakan yang tanggal kelahirannya dijadikan sebagai momen peringatan Harkitnas tidak berarti hanya Budi Utomo yang berkontribusi dalam perjuangan melawan kolonialisme dengan mendirikan organisasi. Di luar itu, masih banyak organisasi pergerakan yang juga berkontribusi dalam perjuangan menghadapi kolonialisme. Walaupun organ

Manusia Indonesia

Oleh BUDIARTO SHAMBAZY E sok, 6 April, merupakan hari yang cukup bersejarah. Pada tanggal itu di tahun 1977, wartawan kawakan, Mochtar Lubis, melahirkan karya besar melalui ceramah di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Karya tersebut kelak dibukukan dengan judul Manusia Indonesia (Sebuah Pertanggungan Jawab) . Buku Mochtar mengulas enam ciri manusia Indonesia (dan juga beberapa ciri tambahan). Jika mau membuka lembar demi lembar buku itu saat ini juga, Anda pasti nyengir  lebar sendiri karena begitulah kurang lebih wajah kita sampai kini. Pepatah bahasa Inggris mengatakan, old habit die hard . Kita ternyata belum berubah menjadi lebih baik sejak 1977. Jangan-jangan kualitas mental bangsa ini malah semakin memburuk? Walaupun kita nyebelin , Mochtar tetap memuji kita sebagai bangsa yang artistik alias nyeni . Jika boleh ditafsirkan, mungkin maksud Mochtar kita doyan melakukan interpretasi happening arts  sesukanya terhadap semua aspek kehidupan seperti politik, ekonomi, budaya, dan seterusn

"Quo Vadis" Syarikat Islam?

Nandang Koswara Ketua Umum DPW SI Jawa Barat K ALAU menyebut nama Syarikat Islam (SI) tentu tak asing lagi karena pergerakan dakwah SI lahir setelah terjadi multitekanan penjajah Belanda di Indonesia. SI lahir tepatnya pada 16 Oktober 1905 yang diawali dengan Syarikat Dagang Islam (SDI). Organisasi pertama di Indonesia ini memiliki komitmen hebat dan keberpihakan terhadap rakyat sehingga seharusnya tanggal tersebut dijadikan sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Setahun kemudian, SDI beralih nama menjadi SI di bawah pimpinan Samanhudi. Al-Chaidar (1999: 2) mengatakan, 16 Oktober 1905 adalah tanggal yang memelopori terciptanya era kebangkitan nasional pertama. Satu era yang telah mengantarkan rakyat dan bangsa Indonesia ke pintu gerbang kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Derap perjuangan SDI begitu solid dan cepat membangun ekonomi umat dalam melawan eksploitasi ekonomi kapitalis. SDI menjadi motor penggerak persaingan ekonomi di Indonesia. Permainan buruk penjajah Belanda di bidang ekonom
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...