Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2012

Menghidupkan Api Kebangkitan

Oleh YUDI LATIF K ebangkitan Nasional tidaklah datang sebagai tiban, tetapi sebagai hasil usaha sadar untuk belajar dan berjuang. Meminjam ungkapan Bung Karno, "Hidup sesuatu bangsa tergantung dari vrijheids-bewustzijn , kesadaran kemerdekaan-kebangkitan bangsa itu; tidak dari teknik; tidak dari industri; tidak dari pabrik atau kapal terbang atau jalan aspal." Dalam mengusahakan kebangkitan kembali bangsa Indonesia di tengah era kebangkitan Asia, kita bisa menjadikan pengalaman kebangkitan masa lalu kaca benggala untuk memandang masa depan. Kebangkitan bangsa Indonesia di zaman kolonial Belanda bermula dari kesadaran keterbelakangan dan ketertindasan yang membangkitkan semangat kemajuan dan kemerdekaan. Fajar kesadaran pertama-tama berpendar di lingkungan kaum guru. Profesi guru pada pergiliran abad ke-19-20 menghimpun porsi terbesar dari orang-orang pribumi berpendidikan terbaik. Sebagai pendidik, mereka merasa paling terpanggil mengemban misi suci mencerahkan saudara-saudar

Langgar Bubrah, Sebuah Akulturasi Hindu-Islam

Furqon Ulya Himawan   Tak hanya Menara Kudus. Ada bukti lain akulturasi budaya Hindu dan Islam di Kudus, dan lebih dahulu berdiri. L ANGGAR Bubrah namanya. Langgar adalah sebuah tempat ibadah umat Islam seperti masjid, tetapi bangunannya lebih kecil sehingga orang Jawa menyebutnya langgar. Mirip dengan Menara Kudus, bangunannya terdiri dari tumpukan batu bata merah yang tertata. Namun, karena tidak utuh atau hancur, sehingga dinamakan bubrah atau hancur. Langgar tersebut terletak di desa dan di tengah-tengah rumah warga. Tepatnya di Dusun Tepasan, Desa Demangan, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Bangunan yang berdiri di atas tanah seluas 8,74x8,40 meter itu memiliki panjang 6,30 meter, lebar 6 meter, dan tinggi 2,75 meter. Adapun luas bangunannya sekitar 37,80 m2. Pada abad ke-15 Masehi, tepatnya 1546, sebelum Menara Kudus berdiri, para ulama di Kudus terlebih dahulu membangun sebuah bangunan yang difungsikan sebagai masjid. Menurut Zaimul Azzah, arkeolog Islam dari Balai

Jalan Kebangkitan Bangsa

Oleh YONKY KARMAN S atu dari tiga program politik balas budi (Politik Etis) penguasa kolonial adalah perluasan kesempatan belajar bagi pribumi di Hindia Belanda. Dari situ muncul elite intelektual pribumi dengan kesadaran baru bahwa masa depan rakyat terjajah berada di tangan mereka. Pendidikan telah membuat mereka berkenalan dengan gagasan sosialis yang memberi energi intelektual melepaskan diri dari cengkeraman kuku imperialisme kapitalisme. Kecerdasan kritis itu mewujud dalam Kebangkitan Nasional, tonggak pertama sejarah Indonesia modern. Lalu muncul sekolah swasta independen yang menggabungkan kurikulum Barat dan unsur-unsur kebudayaan lokal: Muhammadiyah (1912) dan Taman Siswa (1922). Kesadaran berbangsa modern yang mengatasi keterkotakan primodial mewujud dalam Sumpah Pemuda, tonggak sejarah berikutnya. Puncaknya: Proklamasi Kemerdekaan. Roh Kebangkitan hilang Namun, memori kolektif kita tentang kemerdekaan bukanlah diplomasi perjuangan para aktor intelektual kemerdekaan. Citra k
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...