Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 1997

92 Tahun Syarikat Islam: Tonggak Kebangkitan Nasional yang Makin Terlupakan

Ketika Republika  menghubungi seorang kenalan di Banjarnegara, Jawa Tengah ihwal rencana meliput HUT ke-92 SI (Syarikat Islam) di Alun-alun "Kota Gilar-Gilar" ini, kawan itu justru keheranan. "Lho, masih hidup tho , Syarikat Islam? Saya kira sudah mati," ucapnya serius. Tentu itu pertanyaan yang menyiratkan kian kurang dikenalnya organisasi yang pernah mengharubirukan perpolitikan nasional zaman Hindia-Belanda. Pertanyaan serupa muncul pula dari sejumlah aktivis ormas Islam yang sempat ditemui Republika  dalam perjalanan ke kota itu. Agaknya, hanya di Banjarnegara lah SI punya pengaruh cukup besar. Ini diakui sejumlah fungsionaris DPP SI yang dikonfirmasi Republika  di sela-sela acara itu. Jumlah anggota SI sendiri, tutur Sekretaris Panitia Nasional ke-92 SI, H Barna Soemantri, kini sekitar 3,6 juta orang. Jumlah anggota yang relatif tak terlampau besar dibandingkan misalnya NU atau Muhammadiyah. Perhatian media massa juga tak banyak. HUT SI tingkat nasional yang di

Sunan Drajat dalam Perspektif Sejarah (Bagian Terakhir dari Dua Tulisan)

Roeslan Abdulgani Konsultan pada BP-7 Pusat K esimpulan-kesimpulan apakah yang dapat kita tarik dari kedua kabar sejarah mengenai Sunan Drajat? Sebelum penulis menarik kesimpulan dari kedua kabar ini, terlebih dulu penulis kemukakan bahwa kabar yang pertama--yang penulis ambil dari kutipan Krom atas Babad Tanah Jawi , hendaklah jangan diartikan secara letterlijk , menurut aksaranya saja. Ini tidak berarti bahwa saya menyetujui kritik-kritik Barat seakan-akan penulisan sejarah kita oleh penulis-penulis bangsa kita dulu itu hanya fantasi belaka, melainkan saya ingin menekankan watak sosial-religius penulisan sejarah kita dulu ini. Karenanya, kita harus melihat situasi abad ke-15 di seluruh tanah air sebagai era datangnya pengaruh baru dari luar--yang bersumber pada perubahan rute perdagangan antara Barat dengan dunia Timur. Tanah air kita sejak abad ke-14 tersesat ke dalam arus perubahan rute perdagangan itu. Keperluan benua Eropa kepada sutera dari Tiongkok, kepada kain musli

Sunan Drajat dalam Perspektif Sejarah (Bagian Pertama dari Dua Tulisan)

Roeslan Abdulgani Konsultan pada BP-7 Pusat S alah satu segi yang sangat menarik dalam hasil studi tentang sejarah Sunan Drajat ialah kaitan sejarah hidupnya dengan para wali lain, yang dalam legenda dan tulisan kuno sering diberi nama "Wali Songo". Juga kaitan masalah kehadiran para wali di tanah air dengan sejarah asal dan jalur penyebaran Islam di kepulauan Nusantara umumnya, dan di pulau Jawa khususnya, dan lebih khusus lagi di Jawa Timur. Kehadiran para Wali ul-Allah memang ditegaskan dalam Alquran, khususnya dalam surat Yunus, ayat 62 dan 63: " Alaa inna auliyaa-al laahi laa khaufun 'alaihim walaa hum yah-zanuun(a). Alladziina aamanuu wa kaanuu yattaquun(a) ."--Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada rasa khawatir atas mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Mereka orang-orang yang beriman dan selalu bertaqwa. Kita pun menyadari, bahwa sejarah kedatangan ajaran Islam ke Nusantara, baik yang langsung dari jazirah Arabia maup

Bagaimana Wali Mengislamkan Nusantara?

Sebuah seminar unik, akhir pekan lalu, berlangsung di Surabaya. Temanya Sejarah Perjuangan Sunan Drajat dalam Jaringan Penyebaran Islam di Nusantara. Pembukaan seminar ilmiah ini dibuka dengan tari, gamelan, dan Dandang Gulo  dan Piwulang . "Ini seminar yang gayeng  (semarak, red)," ujar seorang peserta dari Jakarta. Panitia yang dimotori Bupati Lamongan HM Faried SH, tampaknya merancang pertemuan para pakar dan ulama dengan dua pendekatan, budaya dan ilmiah. Suasana itu membuat Gubernur Jatim Basofi Sudirman dan Dr Roeslan Abdulgani turut melantunkan Dandang Gulo dan Piwulang (ajaran), yang berisi wejangan dari Sunan Drajat. Tari Sekar Giri dan Kenduran  diiringi tembang Tombo Ati  dan Lir Ilir  membikin suasana kian semarak. Penyair asal Madura, D. Zawawi Imran, lantas membaca puisinya, Episode Gelombang , bertutur tentang kiprah para wali dalam menyebarkan Islam di Nusantara, khususnya di Jawa. Toh, pengantar yang 'meriah' tak membuat acara tersebut kehilanga

Prof Dr Hasan Muarif Ambary, MA: 'Peran Para Wali itu Luar Biasa'

S alah satu tokoh yang hadir dalam Seminar Sejarah Perjuangan Sunan Drajat  adalah mantan Kepala Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Prof Dr Hasan Muarif Ambary. Arkeolog dan sejarawan yang banyak melakukan kajian tentang Islam di Nusantara ini mengungkap fakta peran Wali Songo, terutama para wali di wilayah Jawa Timur, termasuk Sunan Drajat sebagai hal yang mengagumkan. "Peran mereka luar biasa dalam mengislamkan penduduk Jawa," kata lelaki kelahiran Kuningan, 13 Mei 1939. Bagi Guru Besar Madya Luar Biasa bidang Sejarah Islam di Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini hal yang jarang dan kurang dibahas oleh banyak sejarawan maupun peneliti sejarah Islam adalah proses transformasi Islam di Nusantara sejak nilai-nilai Islam mulai menyentuh kehidupan. Karenanya, ayah empat anak ini menyarankan perlunya penelitian lebih jauh tentang persoalan ini. Berikut petikan wawancara dengan Muarif dari Republika dengan doktor arkeologi alumni Ecole des Hautes Etudes en Scie

Seminar Sejarah Sunan Drajat: 'Islam Datang dari Cina'

SURABAYA--Ketua Umum PBNU KH Abdurrahman Wahid menolak pendapat yang menyebutkan bahwa Islam datang ke Nusantara lewat pedagang Gujarat. "Islam justru hadir lewat tokoh-tokoh Islam dari Cina," katanya, kemarin (13/9). Hal itu diungkapkan ketika tampil sebagai pembicara dalam seminar penyusunan buku sejarah Sunan Drajat di Gedung Grahadi Surabaya, Jawa Timur. Acara yang dibuka Gubernur Moch Basofi Soedirman itu juga menghadirkan pembicara Dr Roeslan Abdul Gani dan Sekum ICMI Adi Sasono. Sedangkan Ketua MUI Jatim KH Misbach memimpin doa. Dalam acara itu juga hadir Ketua Umum MUI Pusat KH Hasan Basri, Ketua DPA Sudomo, Sekjen PWI Pusat Parni Hadi, dan Pimpinan Pondok Pesantren Tebu Ireng KH Yusuf Hasyim. Menurut Gus Dur, pendapat tersebut dikemukakan sebagai upaya rekonstruksi penulisan sejarah Islam di Indonesia. Rekonstruksi pertama, katanya, menyangkut datangnya Islam di Indonesia. "Gelombang pertama kehadiran Islam di Nusantara ini dari perwira-perwira muslim Ci

Warisan Sunan Drajat Tembang Pangkur dan Empat Prinsip Hidup

C erita masa kecil Sunan Drajat bagai sebuah dongeng. Perjalanan hidupnya hingga menginjak usia dewasa sulit diperoleh. Ia tiba-tiba saja muncul di Desa Drajat, Lamongan, pada abad XVI. Hampir semua keturunan yang mengaku keluarga dekat Sunan Drajat tak ada yang menyimpan kisah lain kecuali itu. Sunan Drajat yang bernama asli Raden Khosim adalah anak Sunan Ampel. Ketika menginjak dewasa, ia mendapat tugas menyiarkan agama Islam di sepanjang pantai utara, hingga menemukan Desa Drajat. Di sana, kata Mohammad Said, salah seorang keluarga dekat sekaligus Ketua Yayasan Sunan Drajat, Raden Khosim tak langsung menyebarkan ajaran Islam kepada penduduk yang umumnya masih berpaham Hinduisme. Khosim lebih dulu mengajarkan cara bercocok tanam, mengembangkan ekonomi guna meningkatkan taraf hidup warga setempat. Raden Khosim semakin dikenal masyarakat Drajat setelah usaha pengembangan pertanian berhasil. Di samping itu, ia juga dikenal karena sikap dermawannya, rendah diri, suka menolong, dan

Aksi Corat-coret Sesudah Proklamasi 17-8-1945

Oleh H. SOEWARNO DARSOPRAJITNO RUPANYA  corat-coret di sembarang tempat yang dapat menarik perhatian umum, sudah menjadi salah satu kegemaran sebagian anak yang beranjak dewasa. Corat-coret memang sudah ada sejak zaman prasejarah, dan sekarang pun masih banyak ditemukan di mana saja, termasuk di tugu yang menjadi tanda tempat bertemunya kembali Nabi Adam AS dan Siti Hawa di Jabal Rahmah, Arafah. Memang banyak corat-coret yang sifatnya vandalistik karena merusak keindahan tataan alam, atau bangunan yang sebenarnya bermanfaat untuk kepentingan umum. Akan tetapi, corat-coret yang pernah dilakukan oleh para remaja usia belasan tahun yang masih duduk di bangku sekolah SLTP atau SMU, sesudah Proklamasi Kemerdekaan RI, merupakan corat-coret yang bersejarah. Corat-coret yang dilakukan tanpa direkayasa, ternyata dapat membangkitkan rasa persatuan dan kesatuan untuk menggalang kekuatan agar negara Republik Indonesia yang sudah diproklamasikan oleh Sukarno-Hatta tetap berdiri teg

Makna Kebangkitan Nasional

Oleh Ema Sa'adah AS KITA semua mafhum, yang kita peringati sebagai Hari Kebangkitan Nasional adalah saat kelahiran Boedi Oetomo (BO), 20 Mei 1908, yaitu saat dramatis dalam sejarah Indonesia. Pada saat itulah sebuah organisasi "nasional" orang Jawa--yang lebih bersifat kebudayaan daripada politik--untuk pertama kalinya didirikan ( Akira Nagazumi, 1986 ). BO bukanlah organisasi nasional dalam pengertian yang sebenarnya, namun BO merupakan sebuah organisasi orang Jawa yang bersifat aristokratik, dan karenanya BO menjadi eksklusif. Wajar jika dalam masa jayanya, BO hanya mampu memiliki jumlah anggota sekitar 10 ribu. Jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan anggota Syarikat Islam misalnya, yang pernah mencapai jumlah anggota 450.099 orang pada 1918 ( Benhard Dahm, 1987 ). Dua kelemahan Dalam ciri aristokratik dan eksklusifnya, BO memiliki kelemahan sangat mendasar, terutama menyangkut dua hal.  Pertama, BO cenderung menafikan dan tidak mengakomodasikan pluralitas masyarak
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...