Langsung ke konten utama

Prof Dr Hasan Muarif Ambary, MA: 'Peran Para Wali itu Luar Biasa'

Salah satu tokoh yang hadir dalam Seminar Sejarah Perjuangan Sunan Drajat adalah mantan Kepala Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Prof Dr Hasan Muarif Ambary. Arkeolog dan sejarawan yang banyak melakukan kajian tentang Islam di Nusantara ini mengungkap fakta peran Wali Songo, terutama para wali di wilayah Jawa Timur, termasuk Sunan Drajat sebagai hal yang mengagumkan. "Peran mereka luar biasa dalam mengislamkan penduduk Jawa," kata lelaki kelahiran Kuningan, 13 Mei 1939.

Bagi Guru Besar Madya Luar Biasa bidang Sejarah Islam di Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini hal yang jarang dan kurang dibahas oleh banyak sejarawan maupun peneliti sejarah Islam adalah proses transformasi Islam di Nusantara sejak nilai-nilai Islam mulai menyentuh kehidupan. Karenanya, ayah empat anak ini menyarankan perlunya penelitian lebih jauh tentang persoalan ini.

Berikut petikan wawancara dengan Muarif dari Republika dengan doktor arkeologi alumni Ecole des Hautes Etudes en Science Sociales, Paris, 1984, di sela-sela jalannya seminar.

Soal siapa dan kapan Islam datang ke Indonesia masih jadi perdebatan. Sesungguhnya orang Gujarat atau Cina yang membawanya?

Saudagar dan perwira muslim Cina berperan pada abad 15-16 M. Saat itu Kaisar Bin Lou mengangkat para pimpinan armada dagang dan perangnya (laksamana, red) yang dikirim ke Asia Tenggara dari kalangan orang Islam. Sejak Dinasti Yuan, masyarakat Islam sudah ada di Cina, terutama di Ghuang Zhou.

Di masa pemerintahan raja Islam di Nusantara, banyak yang mengangkat orang-orang Cina Islam menjadi syahbandar (kepala pelabuhan, red). Misalnya, syahbandar pelabuhan Malaka dan Banten. Ini karena mereka bisa berkomunikasi dengan dunia luar. Syahbandar adalah orang asing yang diberi kepercayaan untuk menarik pajak dan menjadi perantara transaksi. Tapi, bukan berarti hanya lewat jalur Cina saja. Di abad-abad awal, saya kira ada juga dari tempat lain.

Sementara pada pertengahan abad ke-13, tepatnya 1258 M, kerajaan Islam terbesar saat itu, di Baghdad (dinasti Abasyah, red) dihancurkan oleh kaisar Mongol, Hulagu Khan. Cendekiawan dan ulama di sana tertekan. Mereka lalu bergerak ke Asia Timur dan Asia Tenggara. Jika kita mengaitkannya dengan perkembangan Islam di Asia Tenggara dan Asia Timur, yang bangkit sesudah abad ke-14, misalnya, Kerajaan Malaka.

Jalur pedagang Nusantara ke Timteng sampai ke Iskandariah dan Teluk Aden bukan jalur baru. Jalur itu ada sejak awal Masehi, sebelum kelahiran Islam di Arab Saudi. Jadi menurut saya, Islam dikembangkan lewat berbagai tempat dan jalur. Bisa dari Gujarat dan banyak buktinya. Jika kemudian ada yang mengatakan dari Arab Saudi juga sah.

Tak bisa dipastikan siapa yang pertama membawa Islam ke Indonesia?

Tidak, bukti-bukti akan hal itu tak hanya satu. Saya kira Islam datang ke Nusantara berproses. Abad ke-7 atau pertama Hijriah, Islam sudah ada di Nusantara. Tapi belum menyentuh masyarakat.Islam mencapai bentuknya di Nusantara abad ke-13, saat lahir kerajaan Islam. Dan pada abad ke-16 Islam menyebar di hampir seluruh wilayah Nusantara. Itu proses transformasi yang panjang, bukan tiba-tiba. Ketika Hindu masih kuat, di kerajaan besar seperti Sriwijaya dan Majapahit, para pedagang Arab yang muslim sudah dikenal mereka. Bahkan, saya yakin banyak pedagang muslim yang bermukim di pelabuhan Nusantara hidup damai berdampingan dengan masyarakat Hindu. Proses sosialisasinya ini yang kurang diperhatikan.

Kajian tentang Sunan Drajat, kelihatannya ketinggalan karena datanya kurang. Menurut Anda?

Saya melihat kajian-kajian terhadap wali atau dai kurang banyak digali. Padahal dai berperan besar dalam mensosialisasikan Islam. Misalnya, bagaimana mereka mentransformasikan Islam kepada masyarakat yang waktu itu belum Islam. Mentransfer itu kan perlu metode khusus. Hasilnya sungguh mengagumkan Islam bisa menusantara. Menurut saya ini sumbangsih dari para wali dan dai.

Transformasi dari dunia Islam, entah itu Cina, Gujarat, atau Arab, hanya sampai abad ke-15. Dari abad ke-15 dan selanjutnya itu dai muslim lokal yang melakukannya. Datu Ri Bandang di Sulawesi mengajarkan raja-raja yang belum Islam. Demikian pula dengan Khatib Fatimah, Syekh Burhanuddin, Tengku Abdurrauf, dan sebagainya. Ada orang Ternate yang belajar ke Giri dan mengembangkan di daerahnya. Jadi di sini ada jaringan yang berkembang. Jaringan-jaringan di masa lalu itu tidak mungkin dinafikan. Kalau gelar sunan dan wali songo itu bisa artifisial. Sebab banyak sekali dai yang melakukan, ribuan jumlahnya. Tapi, mungkin ada legitimasi tertentu. Paling tidak, menurut saya, katakanlah nama wali sembilan (songo) hanya simbolik, namun Babad Tanah Jawi pernah mengungkap adanya persidangan para wali. Memang tidak disebutkan jumlahnya sembilan, tapi mereka membahas masalah-masalah keagamaan dan kerajaan.

Gus Dur menyarankan adanya rekonstruksi sejarah dalam memandang Islam di Nusantara agar tidak terjebak pada mitos, bagaimana menurut Anda?

Itu betul, sebab dalam legenda dan mitos ada pemaksaan. Tapi, jangan lupa, kita bicara sejarah dengan teori modern itu baru abad ke-20. Jadi, semua sumber sejarah yang dapat diceritakan pasti ada mitosnya karena yang membuat adalah para pujangga kerajaan. Tinggal sejarawan saja yang memilahnya.

Ini artinya pada wali tak hanya menggarap kalangan bawah?

Saya melihat peran wali dalam proses sosialisasi Islam itu juga menggarap kaum elit. Sebab, bila suatu waktu ketika mereka menjadi raja maka penyebaran Islam akan semakin mudah. Ini yang saya sebut teori legitimasi dalam Islam. Memang dari sumber-sumber sejarah, terutama babad, ada dua jalur yang dipakai. Kenyataan yang terjadi demikian, ketika Sunan Ampel mendidik Raden Patah dan menjadikannya Raja Islam ketika Demak berdiri. Meski itu sumbernya tradisi lisan atau Babad, tapi penempatan Raden Patah di daerah Glagahwau atau Demak, itu pilihan tepat. Meski Glagahwau daerah yang sama sekali tidak memiliki potensi, baik dari segi nilai politik atau kesuburan, tapi kasarnya para wali itu mendorong untuk membangun di daerah tersebut.

Pendekatan para wali melahirkan pemahaman keislaman yang berbeda?

Islam di Nusantara melalui proses. Di awal pendekatannya lewat budaya. Ini yang dilakukan para wali di masa-masa awal. Tapi, ketika Islam sudah kuat, seperti yang terjadi di Kerajaan Pasai, penguasaannya mendatangkan ulama dari berbagai penjuru untuk menyebarluaskan Islam. Bahkan, mengadakan kajian-kajian buku. Ketika masih lemah, masalah aliran tasawuf seperti yang dilakukan Syekh Siti Jenar, dipendam dulu karena bisa rancu dengan ajaran Hindu. Tapi, begitu sudah kuat, kasus Hamzah al Fansuri, ajaran-ajaran Syamsudin al-Sumatrani dengan Ar-Raniri, demikian keras terjadi perdebatannya.

Apa komentar Anda tentang peran Sunan Drajat dalam penyebarluasan Islam di Tanah Jawa?

Kita mengkajinya dari sudut arkeologi dan sejarah. Dari sudut arkeologi, Sunan Drajat meninggalkan peninggalan kepurbakalaan. Dari situ kita bisa mengkaji bahwa ia telah mentransformasikan nilai-nilai Islam dalam tradisi arsitektur dan budaya Jawa dengan tidak menghilangkan kadar akidah Islam. Beliau berhasil mengawinkannya dan mewujud dalam bentuk arsitektur, bentuk bangunan pendopo. Kan tidak salah kalau syarat sebuah masjid terpenuhi, bangunannya terserah. Menara itu unsur yang datangnya dari luar Arab. Hal kedua, nilai-nilai sastra seperti Macopat, itu juga ditransformasikan ke Islam. Dimasukkan ajaran-ajaran Islam melalui tembang-tembang itu. Ini peran terbesar dan umumnya dilakukan semua wali. Sunan Kalijogo, konon juga berdalang ke mana-mana, mentransformasikan nilai-nilai Islam.

Sunan Drajat, seperti juga para wali lainnya terkenal merakyat. Akhlak karimah yang ditampilkannya demikian cocok untuk mendukung dakwahnya. Sering saya baca dalam naskah-naskah lama, seperti Babad Tanah Jawi, Babad Sunan Bonang, dan Babad Sunan Ampel, adanya debat ilmiah para wali atau dai dengan para pendeta brahmana. Bahkan ada semacam satu kesepakatan bila kalah berdebat, masuk agama lawan berdebatnya. Ternyata, banyak pendeta yang ketika disampaikan nilai-nilai Islam, tertarik dan akhirnya masuk Islam. Sayangnya, naskah-naskah yang menjelaskan itu hanya jadi bacaan para filolog. []



Sumber: Republika, 19 September 1997




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hari Ini 44 Tahun Lalu (1) Mereka Tidak Rela Kemerdekaan Lepas Kembali

Pengantar Hari ini, 11 Desember 1990, masyarakat Sulawesi Selatan kembali memperingati peristiwa heroik 44 tahun lalu, di mana segenap lapisan masyarakat ketika itu bahu-membahu berjuang mempertahankan Kemerdekaan yang setahun sebelumnya berhasil diraih bangsa Indonesia. Dalam peristiwa itu ribuan bahkan puluhan ribu orang jadi korban aksi pembunuhan massal ( massacre ) yang dilakukan Pasukan Merah Westerling. Berikut Koresponden Suara Karya   Muhamad Ridwan  mencoba mengungkap kembali peristiwa tersebut dalam dua tulisan, yang diturunkan hari ini dan besok. Selamat mengikuti. T egaknya tonggak satu negara, Jumat 17 Agustus 1945, merupakan kenyataan yang diakui dunia internasional. Bendera kemerdekaan yang dikibarkan bukan hadiah, melainkan hasil perjuangan panjang yang menelan pengorbanan jiwa dan harta rakyat yang tak terperikan. Lalu, tentara Australia (Sekutu) mendarat pada September 1945. Tujuannya untuk melucuti sisa pasukan Nippon. Namun di belakangnya mendongkel person...

Mengenang Peristiwa 40 Tahun Silam: Taruna "Militaire Academie" Berusaha Melucuti Senjata Tentara Jepang

I NDONESIA pernah memiliki akademi militer (akmil) yang berumur sekitar 5 bulan, tapi menghasilkan lulusan "Vaandrig" (Calon Perwira) berusia muda. Selama dalam pendidikan para tarunanya telah mengalami pengalaman heroik dan patriotik. Akmil itu adalah "MA (Militaire Academice) Tangerang". Sabtu pagi ini, para alumni MA Tangerang akan mengadakan apel besar di Taman Makam Pahlawan Taruna, Jl Daan Mogot, Tangerang, Jawa Barat. Selain untuk memperingati berdirinya akmil itu, apel sekaligus untuk memperingati 40 tahun "Peristiwa Pertempuran Lengkong (PPL)". Ketua Umum Dewan Harian Nasional Angkatan 45 Jenderal (Purn) H Surono akan bertindak sebagai inspektur upacara. PPL meletus 25 Januari 1946. Ketika itu taruna MA Tangerang yang menjadi inti pasukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat), dalam usahanya melucuti tentara Jepang di Lengkong, Kecamatan Serpong Tangerang, terjebak dalam pertempuran yang tidak seimbang. Direktur MA Tangerang, Mayor Daan Mogot...

Hari ini, 36 tahun lalu: Bom atom pertama dicoba di Alamogordo

Jalannya sejarah bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia mungkin akan berbeda kalau tidak ada peristiwa yang terjadi 16 Juli, 36 tahun lalu. Pada hari itu Amerika Serikat membuka babak baru di dalam teknik, yakni berhasil meledakkan bom atom di New Mexico, tepatnya di Alamogordo. Percobaan yang berhasil ini telah memungkinkan Amerika Serikat menghasilkan bom atom lainnya yang dijatuhkan atas Hiroshima dan Nagasaki. Ketakutan akan akibat bom atom ini telah membuat Jepang ketakutan dan menyerah kepada sekutu, pada 14 Agustus 1945. Jauh-jauh hari sebelum bom atom pertama diledakkan di gurun Alamogordo itu, kurang lebih enam tahun sebelumnya Presiden Franklin D. Roosevelt menerima sepucuk surat dari Dr. Albert Einstein yang isinya mengenai kemungkinan pembuatan bom uranium yang kemampuannya sangat besar. Surat itulah yang kemudian melahirkan suatu proyek yang sangat dirahasiakan dan hanya kalangan kecil yang mengenalnya dengan nama Manhattan Engineer District di bawah pimpinan Mayor...

RUNTUHNYA HINDIA BELANDA: Menyerahnya Gubernur Jendral AWL TJARDA dan Letnan Jendral TER POORTEN kepada Letnan Jendral IMMAMURA Panglima Perang Jepang 8 Maret 1942

Generasi kita sekarang, mungkin tidak banyak yang mengetahui terjadinya peristiwa penting di tanah air kita 35 tahun yang lalu, yaitu menyerahnya Gubernur Jenderal dan Panglima Perang Hindia Belanda "Tanpa Syarat" kepada Panglima Perang Jepang yang terjadi di Kalijati Bandung pada tanggal 8 Maret 1942. Peristiwa yang mengandung sejarah di Tanah Air kita ini telah ditulis oleh Tuan S. Miyosi seperti di bawah ini: Pada tanggal 8 Maret 1942 ketika fajar kurang lebih jam 07.00 pagi, kami sedang minum kopi sambil menggosok mata, karena kami baru saja memasuki kota Jakarta, dan malamnya banyak diadakan permusyawaratan. Pada waktu itu datanglah seorang utusan dari Markas Besar Balatentara Jepang untuk menyampaikan berita supaya kami secepat mungkin datang, walaupun tidak berpakaian lengkap sekalipun. Kami bertanya kepada utusan itu, apa sebabnya maka kami disuruh tergesa-gesa? Rupa-rupanya balatentara Hindia Belanda memberi tanda-tanda bahwa peperangan hendak dihentikan! Akan ...

Putusan Congres Pemuda-pemuda Indonesia

K ERAPATAN pemoeda-pemoeda Indonesia diadakan oleh perkoempoelan-perkoempoelan pemoeda Indonesia jang berdasarkan kebangsaan dengan namanja : Jong Java, Jong Soematera (pemoeda Soematera), Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen, Jong Islamieten Bond, Jong Bataksbond, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawi dan perhimpoenan. Memboeka rapat tanggal 27 dan 28 October tahun 1928 dinegeri Djakarta ; Kerapatan laloe mengambil poeteoesan :  PERTAMA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA. KEDOEA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA JG SATOE, BANGSA INDONESIA. KETIGA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENDJUNGDJUNG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA. Setelah mendengar poetoesan ini, kerapatan mengeloearkan kejakinan azas ini wadjib dipakai oleh segala perkoempoelan-perkoempoelan kebangsaan Indonesia. Mengeloerkan kejakinan persatoean Indonesia diperkoeat dengan memperhatikan dasar persatuannja : Kemaoean, sedjarah, bahasa hoekoem adat...

Penyerbuan Lapangan Andir di Bandung

Sebetulnya dengan mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, orang asing yang pernah menjajah harus sudah angkat kaki. Tetapi kenyataannya tidak demikian. Masih ada saja bangsa asing yang ingin tetap menjajah. Jepang main ulur waktu, Belanda ngotot tetap mau berkuasa. Tentu saja rakyat Indonesia yang sudah meneriakkan semangat "sekali merdeka tetap merdeka" mengadakan perlawanan hebat. Di mana-mana terjadi pertempuran hebat antara rakyat Indonesia dengan penjajah. Salah satu pertempuran sengit dari berbagai pertempuran yang meletus di mana-mana adalah di Bandung. Bandung lautan api merupakan peristiwa bersejarah yang tidak akan terlupakan.  Pada saat sengitnya rakyat Indonesia menentang penjajah, Lapangan Andir di Bandung mempunyai kisah tersendiri. Di lapangan terbang ini juga terjadi pertempuran antara rakyat Kota Kembang dan sekitarnya melawan penjajah, khususnya yang terjadi pada tanggal 10 Oktober 1945. Lapangan terbang Andir merupakan sala...

Pemuda Penjuru Bangsa

"Berikan aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Berikan aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia". (Ir Soekarno) JAKARTA, KOMPAS -- Pernyataan presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno, itu menggambarkan betapa pemuda merupakan potensi yang luar biasa, tidak hanya untuk pembangunan bangsa, tetapi juga untuk mengguncangkan dunia. Dalam perkembangan bangsa ini, kaum muda banyak mewarnai sejarah Indonesia. Tidak hanya dimulai dengan digelarnya Kongres Pemuda II tahun 1928, yang menegaskan "bertanah air dan berbangsa yang satu, bangsa Indonesia serta berbahasa persatuan, bahasa Indonesia", tetapi peristiwa pembentukan negeri ini, misalnya lahirnya Boedi Oetomo tahun 1908, pun digagas pemuda. Bahkan, organisasi kebangsaan, seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, tidak bisa dipisahkan dari peranan kaum muda. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan, yang diakui sebagai pemuda adalah warga negara yang m...