Langsung ke konten utama

Lahirnya Bangsa Indonesia

Oleh Onghokham

SETIAP tahun Indonesia memperingati Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober, hari yang cukup penting sebagai hari peringatan nasional, yang melebihi hari-hari peringatan nasional lain, seperti Hari Kartini, Hari Kebangkitan Nasional, dan lain-lain. Dalam tulisan ini kami akan mencoba menempatkannya dalam proporsi sejarah Indonesia.

Pada tanggal 28 Oktober 1928 sekelompok pemuda-pelajar di kota yang dahulu disebut Batavia, ibukota Hindia Belanda, dan kini menjadi Jakarta, ibukota Republik Indonesia, mengucapkan Sumpah Pemuda.

Peristiwa ini patut disebut pembentukan atau proklamasi adanya bangsa (nation) Indonesia. Konsep bangsa ini lahir dari proses apa yang disebut dalam sejarah kita pergerakan nasional. Ia diambil dari definisi bangsa (nation) di Eropa, khususnya dari Ernest Renan, yang mengatakan bahwa bangsa menempati satu wilayah tertentu, berbahasa satu, dan yang terpenting merasa senasib dan seperjuangan.

Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 juga bukan yang pertama kali mencetuskan konsep bangsa Indonesia, namun beberapa tahun sebelumnya para pelajar "Indonesia" di Negeri Belanda, seperti Moh. Hatta, Pamontjak, Ali Sastroamidjojo, Iwa Kusuma Sumantri, Subardjo, dan lain-lain, sudah melancarkan ide itu. Hampir bersamaan konsep bangsa Indonesia juga lahir di kalangan pemuda-pelajar di koloni Belanda ini, yang terungkap dalam organisasi Indonesia Muda, Partai Nasional Indonesia (PNI), dan lain-lain dalam tahun 1925. Memang ada hubungan erat antara gejala nasionalisme Indonesia di Belanda dan di koloninya.

Dalam teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, ungkapan konsepsi bangsa atau nation Indonesia dengan jelas terlihat. Hanya istilah bangsa yang dipakai, bukan rakyat dan bukan masyarakat. Penduduk negara yang kemerdekaannya diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 bukan massa, rakyat atau masyarakat, yang merupakan kelompok anonim, namun disebut sebagai "bangsa", yang sejak pergerakan nasional atau lebih tepat sejak 28 Oktober 1928 dengan sejarah pergerakan sebelumnya merupakan kesatuan politik dengan kesadaran politis. Untuk jelasnya kami akan mengulangi Proklamasi tersebut: "Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia ... dan seterusnya." Atas nama bangsa Indonesia, Soekarno - Hatta.

Dengan jelas Proklamasi Kemerdekaan mengakui terbentuknya bangsa lebih dahulu daripada terbentuknya "negara", yang disebut Republik Indonesia. Lebih-lebih istilah "bangsa" menunjukkan suatu komunitas politis, yang sadar bahwa mereka berada dalam satu wilayah, memiliki satu bahasa dan senasib.

Proklamasi ini yang mengutamakan konsep bangsa dan bukan negara, adalah sesuai dengan konsep-konsep revolusi modern, yakni satu negara didirikan oleh kelompok atau kesatuan manusia tertentu. Konsep ini berlainan dan bertentangan dengan konsep bahwa negara atau sang penguasa adalah penerima wahyu atau adalah penakluk, yakni konsep tradisional dari kesatuan politik.

Karena konsep bangsa ini melahirkan negara Republik Indonesia dan karena konsep ini sangat diilhami dari luar, maka penting sekiranya untuk menguji konsep tersebut di luar maupun di dalam sendiri dengan mengisyukan akar-akar dari padanya.

Rangka internasionalnya

Ide nasionalisme pertama kali muncul di dunia Barat, yakni dalam revolusi Prancis (1789), yang melahirkan negara kebangsaan. Ide kebangsaan ini didukung oleh golongan menengah di Eropa, dan sejak itu mengancam kesatuan-kesatuan politik yang waktu itu ada di Eropa. Kategori kesatuan politik sebelum nasionalisme adalah negara-negara monarki dinastik, dengan penduduk sebagai kaula-kaula raja.

Ide nasionalisme mengancam prinsip dinastik ini khususnya yang diancam adalah kekaisaran Habsburg. Kekaisaran dinasti Habsburg ini merupakan satu kesatuan politik yang multinasional, terdiri dari banyak bangsa dan negara bagian, yang hanya bersatu di bawah mahkota keluarga Habsburg.

Dengan munculnya golongan-golongan menengah di berbagai bagian kerajaan ini, maka muncul nasionalisme Cekho, nasionalisme Slav, nasionalisme Austria (Jerman), nasionalisme Hungaria, dan lain-lain yang mengancam kekaisaran yang meliputi banyak negara Eropa Timur kini.

Setelah kekaisaran Habsburg yang bersekutu dengan Jerman, kalah terhadap para sekutu dalam Perang Dunia I (1914-'18), maka kekaisaran Habsburg runtuh. Sebagian besar keruntuhannya ini karena sebab-sebab di dalam, yakni nasionalisme masing-masing negara bagian melepaskan diri, dengan mendirikan negara kebangsaan dengan masalah-masalah minoritas yang besar, seperti Cekoslovakia, Hungaria, juga Austria sendiri yang merupakan induk Habsburg kalau ia memiliki induk, dan lain-lain. Para sekutu yang menang, khususnya Presiden Wilson dari Amerika Serikat, ikut melihat berdirinya negara-negara kebangsaan di Eropa Timur sebagai pemecahan terhadap ketegangan di bagian dunia tersebut. Hak menentukan nasib sendiri (self-determination) dari bangsa-bangsa menjadi ukuran kesatuan politik, berlainan dengan hak-hak dinasti dan mahkota.

Anehnya, negara-negara sekutu pada waktu itu (Inggris, Prancis) juga dapat dikatakan merupakan emperium (kekaisaran) yang terdiri dari berbagai bangsa. Perbedaan emperium para negara sekutu dengan Habsburg hanyalah, kalau emperium Habsburg berada di Eropa dan bangsa-bangsa yang di bawahnya adalah bangsa-bangsa Eropa, maka emperium-emperium sekutu dikatakan multi-nasional karena koloni-koloninya yang tersebar di Afrika, Asia, dan Amerika.

Para sekutu yang menang dalam Perang Dunia I, membatasi prinsip hak menentukan nasib sendiri pada bangsa-bangsa di Eropa dan tidak bermaksud memperlakukannya bagi koloni-koloni mereka di Asia dan Afrika. Khususnya Inggris dan Prancis tidak dapat mengizinkan, bahwa prinsip hak menentukan nasib sendiri bagi setiap bangsa akan meluas ke koloni-koloni mereka di Asia-Afrika.

Namun seperti semua prinsip, ia tidak pernah bisa dapat diperlakukan sepihak atau pada sebagian saja, tanpa mempengaruhi bagian-bagian yang lain. Dengan singkat hak menentukan nasib sendiri (self-determination) dari bangsa-bangsa, juga meluas ke koloni-koloni Barat di Asia-Afrika dan di bagian-bagian lain di dunia.

Biarpun nasionalisme Asia sudah mulai bangkit sebelum Perang Dunia I, namun sesudahnya ia mendapat input yang sangat besar dari konsep self-determination itu. Apa yang disebut "Gerakan 4 Mei" di Cina, yang merupakan puncak utama sejarah modern, Cina langsung dipengaruhi oleh Perang Dunia I ini, seperti juga tingkah laku nasionalisme Jepang terhadap Cina.

Para mahasiswa Indonesia di Belanda juga sangat tepengaruh oleh konsep "self-determination" dan kesatuan nasib dari Perang Dunia I ini, biarpun Belanda tidak terlibat dalam Perang Dunia I.

Gandhi di India mencapai puncak gerakannya setelah Perang Dunia II, dan demikian juga dengan nasionalisme di Indocina-Prancis. Dengan singkat konsep nasionalisme dan self-determination juga akan meruntuhkan empoorium-empoorium Inggris, Prancis, Belanda, dan lain-lain. Dalam abad ke-XX dunia telah menjadi bulat, artinya ide-ide yang dikomunikasikan di satu bagian darinya pasti tersebar ke lainnya juga.

Gerakan nasional di Asia (Indonesia)

Konsep-konsep nasionalisme juga menyebar luas ke Indonesia, di mana bukan golongan menengah memegang peranan penting di dalamnya, akan tetapi khusus tersebar pada golongan pemuda-pelajar. Golongan terakhir inilah yang menonjol sebagai pengemban utama konsep nasionalisme. Nasionalisme di Indonesia khususnya didukung oleh pemuda-pelajar, yang tidak terlibat dalam karier pangreh-praja, akan tetapi yang bersifat pendidikan profesional, seperti dokter, insinyur, ekonomi, hukum, dan lain-lain.

Setelah Indonesia mencapai kemerdekaan pada tahun 1945, maka seperti negara-negara Asia baru lain, para cendekiawan yang berasal dari gerakan nasional inilah yang berkuasa dan menjadi elite pemerintahan. Akan tetapi seperti kekuatan politik lainnya, masalah dari gerakan tersebut adalah akar-akar dan dukungan masyarakat kepadanya.

Menurut para sarjana, berlainan dengan Gandhi-isme di India, gerakan-gerakan nasional di Asia Tenggara tidak melibatkan kekuatan-kekuatan dan tingkatan-tingkatan sosial masyarakat. Elite cendekiawan yang demikian kecil jumlahnya, karena pendidikan kolonial Barat memang bukan untuk massa, dapat mengkonsolidasikan diri dalam suatu elite nasional. Namun di lain pihak, elite cendekiawan nasionalis ini, karena tak berakar dalam tingkatan dan kekuatan sosial, dapat dengan mudah juga disingkirkan oleh kekuatan fisik lain yang memiliki konsep tata-tenteram nasional. ***

* Onghokham, dosen dalam Ilmu Sejarah pada Fakultas Sastra UI..



Sumber: Tidak diketahui, 3 November 1984



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rangkaian Peristiwa Bandung Lautan Api (4) Perintah: Bumi-hanguskan Semua Bangunan

Oleh AH NASUTION Bandung Lautan Api Setelah di pos komando, oleh kepala staf diperlihatkan "kawat dari Yogya" tanpa alamat si pengirim: "Tiap sejengkal tumpah darah harus dipertahankan." Maka mulailah perundingan-perundingan, dengan sipil, dengan badan perjuangan dan dengan komandan-komandan resimen 8 serta Pelopor. Pihak sipil meminta sekali lagi kepada panglima div Inggris untuk menunda batas waktu, agar rakyat dapat ditenangkan dan diatur. Tapi Inggris menolak. Walikota berpidato, bahwa pemerintah sipil menaati instruksi pemerintah pusat dan akan tetap berada bersama rakyat di dalam kota. Letkol. Sutoko menyarankan: ke luar bersama rakyat. Letkol Omon A. Rahman menyatakan: resmi taat, tapi sebagai rakyat berjuang terus. Mayor Rukmana: ledakan terowongan Citarum di Rajamandala, supaya kita buat "Bandung Lautan Api" dan "Bandung Lautan Air". Keadaan amat emosional Sebagai panglima penanggung jawab saya putuskan akhirn...

Putusan Congres Pemuda-pemuda Indonesia

K ERAPATAN pemoeda-pemoeda Indonesia diadakan oleh perkoempoelan-perkoempoelan pemoeda Indonesia jang berdasarkan kebangsaan dengan namanja : Jong Java, Jong Soematera (pemoeda Soematera), Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen, Jong Islamieten Bond, Jong Bataksbond, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawi dan perhimpoenan. Memboeka rapat tanggal 27 dan 28 October tahun 1928 dinegeri Djakarta ; Kerapatan laloe mengambil poeteoesan :  PERTAMA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA. KEDOEA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA JG SATOE, BANGSA INDONESIA. KETIGA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENDJUNGDJUNG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA. Setelah mendengar poetoesan ini, kerapatan mengeloearkan kejakinan azas ini wadjib dipakai oleh segala perkoempoelan-perkoempoelan kebangsaan Indonesia. Mengeloerkan kejakinan persatoean Indonesia diperkoeat dengan memperhatikan dasar persatuannja : Kemaoean, sedjarah, bahasa hoekoem adat...

Kemerdekaan, Hadiah dari Siapa?

Oleh ERHAM BUDI W. ANAK  bangsa adalah anak sejarah sekaligus ahli waris kisah. Mewarisi kisah berarti juga mewarisi semangat. Dengan semangat itulah, kisah selanjutnya akan ditorehkan oleh para penerus. Berkaitan dengan ulang tahun kemerdekaan yang lusa kita peringati bersama, pertanyaan kritis yang kerap muncul adalah benarkah kemerdekaan yang kita peroleh merupakan buah perjuangan? Ataukah hadiah belaka? Kemerdekaan memang bisa dimaknai sebagai hadiah, tapi tentu bukan pemberian cuma-cuma. Hadiah dari Jepang? Kemerdekaan Indonesia dianggap sebagai hadiah dari Pemerintah Jepang. Asumsi tersebut sebenarnya cukup beralasan. Gagasan menghadiahkan kemerdekaan kepada Indonesia muncul pada 7 September 1944 melalui pernyataan PM Koiso Kuniaki yang menggantikan Hideo Tojo. Sejak saat itulah, Sang Saka Merah Putih boleh dikibarkan. Bahkan, Laksamana Muda Maeda Tadashi mendirikan Asrama Indonesia Merdeka di Jakarta serta membantu biaya perjalanan Sokarno dan Hatta ke beberapa...

Korban Westerling Tolak Permintaan Maaf Belanda

JAKARTA, (PR),- Hubungan diplomatik Indonesia-Belanda dinilai ilegal. Soalnya, baik secara internasional maupun nasional, tidak ada dasar hukumnya. "Coba, apa landasan hukum hubungan Indonesia-Belanda. Ini perlu dipertanyakan dan dikaji oleh pakar hukum tata negara," kata sejarawan Anhar Gonggong dalam diskusi bertajuk "Permintaan Maaf Belanda atas Kasus Westerling" bersama anggota Dewan Perwakilan Daerah Abdul Aziz Kahhar Mudzakkar dan Ketua Utang Kehormatan Belanda (KUKB) Batara Hutagalung di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (4/9/2013). Sampai saat ini, kata Anhar, Belanda tidak mengakui kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 dan hanya mengakui Indonesia merdeka tanggal 27 Desember 1949. Begitu pula dengan Indonesia yang bersikukuh bahwa kemerdekaannya diproklamasikan 17 Agustus 1945. "Artinya, Belanda memang tak pernah ikhlas terhadap Indonesia. Karena sejak Indonesia merdeka, Belanda kehilangan lumbung ekonomi dan politik," tambah guru besar se...

Berburu Keberuntungan di Trowulan

T anpa terasa sudah hampir dua pekan hari-hari puasa terlewatkan. Dan sudah hampir dua pekan pula Trowulan dikunjungi banyak tamu. Memang, di setiap bulan Ramadhan, Trowulan--sebuah kecamatan di kabupaten Mojokerto--sekitar 50 km barat laut Surabaya, selalu dikunjungi banyak pendatang. Apa yang bisa dilakukan pengunjung di Trowulan di setiap Ramadhan? Menurut banyak orang yang pernah mengunjungi Trowulan, banyak yang bisa dipelajari dan diperhatikan secara saksama di kota bersejarah itu. Trowulan adalah bekas kota kejayaan Kerajaan Majapahit. Di kota itu hingga kini masih banyak peninggalan bekas kejayaan kerajaan Majapahit, salah satu di antaranya adalah Kolam Segaran. "Selain itu, juga ada situs kepurbakalaan kerajaan Majapahit. Ada Candi Tikus, Candi Brahu, makam Ratu Kencana, makam Putri Campa, dan yang paling banyak dikunjungi pendatang adalah makam Sunan Ngundung," ujar Suhu Ong S Wijaya, paranormal muslim yang tiap Ramadhan menyempatkan berziarah ke makam-makam penyeba...

Perjuangan Pelajar Sekolah Guru

Oleh Maman Sumantri TIDAK lama sesudah tersirat secara luas Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 oleh Soekarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia, berkobarlah semangat juang para pemuda, pelajar, mahasiswa, dan warga masyarakat lainnya di seluruh Indonesia. Mereka serempak bangkit berjuang bahu-membahu secara berkelompok dalam badan-badan perjuangan atau kelasykaran, dengan tekad mengisi dan menegakkan proklamasi kemerdekaan. Kelompok badan perjuangan atau kelasykaran yang turut dalam perjuangan menegakkan proklamasi kemerdekaan pada awal revolusi kemerdekaan di Kota Bandung dan sekitarnya, di antaranya Pemuda Republik Indonesia, Hizbullah, Barisan Merah Putih, Barisan Banteng Republik Indonesia (BBRI), Barisan Pemberontak Republik Indonesia (BPRI), Barisan Berani Mati, Angkatan Pemuda Indonesia (API), Pemuda Indonesia Maluku, Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS), Lasykar Rakyat, Pasukan Istimewa, (PI), Lasykar Wanita Indonesia (Laswi), dan Badan Keamanan Rakyat (BKR)....

Museum Sumpah Pemuda yang Bagai Terlupakan

S atu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa merupakan tiga pokok substansial yang dapat mempersatukan keberagaman etnis, bahasa, dan budaya ke dalam satu wadah yang bernama Indonesia. Mengingat demikian pentingnya peristiwa tersebut bagi upaya pembentukan negara Kesatuan Republik Indonesia, maka secara nasional setiap tanggal 28 bulan Oktober selalu dikenang sebagai Hari Sumpah Pemuda. Satu hal yang barangkali agak terlupakan oleh kita, ketika memperingati hari bersejarah ini, adalah sebuah museum yang bernama Museum Sumpah Pemuda dan terletak di Jl Kramat Raya No 106 Jakarta Pusat. Di museum inilah, ikrar itu diucapkan. Di gedung ini pulalah, Wage Rudolf Supratman menggesekkan biolanya, melantunkan lagu Indonesia Raya untuk yang pertama kalinya pada 28 Oktober 1928. Segala proses yang menyangkut lahirnya ikrar Sumpah Pemuda 66 tahun silam, tertata secara apik lewat sajian foto dan patung di museum yang tidak begitu luas ruangannya ini. Sarana Pembinaan Berbeda dengan museum-museum lainny...