Langsung ke konten utama

Masjid Agung Al Azhar (1952) Kebayoran Baru, Jakarta Selatan

Masjid putih berarsitektur indah ini dibangun pada tahun 1952. Tokoh-tokoh pendirinya adalah Mr. Soedirjo, Mr. Tanjung Hok, H. Gazali dan H. Suaid.

Masjid yang awalnya diberi nama Masjid Agung Kebayoran Baru ini dibangun selama enam tahun (1952 - 1958) dan berdiri di atas lahan seluas 43.756 m2. Ketika itu peletakan batu pertamanya dilakukan oleh R. Sardjono mewakili walikota Jakarta Raya.

Perubahan nama menjadi Masjid Agung Al Azhar Kebayoran Baru, dilakukan menyusul kedatangan seorang tamu yang adalah Rektor Universitas Al Azhar, Syekh Muhammad Saltut. Disebutkan karena terkagum-kagum dengan kemegahan masjid di negara yang ketika itu baru saja merdeka, Saltut memberi nama masjid Agung Kebayoran Baru dengan nama Masjid Agung Al Azhar, Kebayoran Baru.

Imam besar pertama masjid itu adalah Prof. DR. Haji Abdul Malik Karim Amrullah, salah seorang tokoh Muhammadiyah yang lebih dikenal sebagai panggilan Buya Hamka.

Ulama kondang berdarah Minangkabau, Hamka, itu pula yang mentradisikan aktivitas kuliah subuh, pengajian hari Ahad, dan kuliah Ramadhan di masjid ini. Sampai sekarang, terutama di bulan Ramadhan ini, kegiatan pengajian di hari Minggu makin ramai saja dilaksanakan warga dari berbagai kota di kawasan Jabotabek dan Banten. Selain pengajian di hari Minggu, beragam kegiatan bermuatan pendalaman tentang aktualisasi Islam juga dilakukan setiap hari di masjid berlantai dua ini.

"Buya Hamka memang menghendaki Masjid Agung Al Azhar dijadikan bagian dari kegiatan kajian Islam. Jadi tidak sekadar tempat menjalankan ibadah sholat, tetapi juga dimanfaatkan untuk hal-hal lain yang berhubungan langsung dengan syiar Islam," ujar seorang pengurus masjid itu ketika ditanya Suara Karya, kemarin.

Sekarang masjid ini mengalami banyak sekali kemajuan. Tahun 1967, di atas lahan yang masih tersisa di sebelah utara didirikan pula sarana-sarana pendidikan Al Azhar, mulai dari Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar Islam, sampai Sekolah Menengah Atas Islam.

Bahkan kini di kawasan masjid Agung al-Azhar juga sudah dibangun Universitas Al-Azhar dengan tenaga pendidik berkualitas.

Karena kualitas semua sarana pendidikan yang dibangun di kawasan ini dikenal meluas, tak pelak lagi, sekarang sulit membedakan mana yang lebih dikenal, masjidnya atau sekolahnya.

Tapi yang pasti kegiatan Majelis Taklim, Kursus Kader Mubaligh, Studi Islam, kursus bahasa dan dakwah di Masjid Al-Azhar sangat terbuka menerima jamaah dari daerah lain. Kuliah subuh di masjid yang berdekatan dengan lokasi Terminal Bus Blok M ini sering kali mendatangkan pembicara-pembicara berbobot dan terbuka bagi siapa saja yang ingin mendengarkan. (pesantren.net/M-1//A-3)

 

Sumber: Suara Karya, Tanpa tanggal

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rangkaian Peristiwa Bandung Lautan Api (4) Perintah: Bumi-hanguskan Semua Bangunan

Oleh AH NASUTION Bandung Lautan Api Setelah di pos komando, oleh kepala staf diperlihatkan "kawat dari Yogya" tanpa alamat si pengirim: "Tiap sejengkal tumpah darah harus dipertahankan." Maka mulailah perundingan-perundingan, dengan sipil, dengan badan perjuangan dan dengan komandan-komandan resimen 8 serta Pelopor. Pihak sipil meminta sekali lagi kepada panglima div Inggris untuk menunda batas waktu, agar rakyat dapat ditenangkan dan diatur. Tapi Inggris menolak. Walikota berpidato, bahwa pemerintah sipil menaati instruksi pemerintah pusat dan akan tetap berada bersama rakyat di dalam kota. Letkol. Sutoko menyarankan: ke luar bersama rakyat. Letkol Omon A. Rahman menyatakan: resmi taat, tapi sebagai rakyat berjuang terus. Mayor Rukmana: ledakan terowongan Citarum di Rajamandala, supaya kita buat "Bandung Lautan Api" dan "Bandung Lautan Air". Keadaan amat emosional Sebagai panglima penanggung jawab saya putuskan akhirn...

Putusan Congres Pemuda-pemuda Indonesia

K ERAPATAN pemoeda-pemoeda Indonesia diadakan oleh perkoempoelan-perkoempoelan pemoeda Indonesia jang berdasarkan kebangsaan dengan namanja : Jong Java, Jong Soematera (pemoeda Soematera), Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen, Jong Islamieten Bond, Jong Bataksbond, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawi dan perhimpoenan. Memboeka rapat tanggal 27 dan 28 October tahun 1928 dinegeri Djakarta ; Kerapatan laloe mengambil poeteoesan :  PERTAMA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA. KEDOEA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA JG SATOE, BANGSA INDONESIA. KETIGA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENDJUNGDJUNG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA. Setelah mendengar poetoesan ini, kerapatan mengeloearkan kejakinan azas ini wadjib dipakai oleh segala perkoempoelan-perkoempoelan kebangsaan Indonesia. Mengeloerkan kejakinan persatoean Indonesia diperkoeat dengan memperhatikan dasar persatuannja : Kemaoean, sedjarah, bahasa hoekoem adat...

Kemerdekaan, Hadiah dari Siapa?

Oleh ERHAM BUDI W. ANAK  bangsa adalah anak sejarah sekaligus ahli waris kisah. Mewarisi kisah berarti juga mewarisi semangat. Dengan semangat itulah, kisah selanjutnya akan ditorehkan oleh para penerus. Berkaitan dengan ulang tahun kemerdekaan yang lusa kita peringati bersama, pertanyaan kritis yang kerap muncul adalah benarkah kemerdekaan yang kita peroleh merupakan buah perjuangan? Ataukah hadiah belaka? Kemerdekaan memang bisa dimaknai sebagai hadiah, tapi tentu bukan pemberian cuma-cuma. Hadiah dari Jepang? Kemerdekaan Indonesia dianggap sebagai hadiah dari Pemerintah Jepang. Asumsi tersebut sebenarnya cukup beralasan. Gagasan menghadiahkan kemerdekaan kepada Indonesia muncul pada 7 September 1944 melalui pernyataan PM Koiso Kuniaki yang menggantikan Hideo Tojo. Sejak saat itulah, Sang Saka Merah Putih boleh dikibarkan. Bahkan, Laksamana Muda Maeda Tadashi mendirikan Asrama Indonesia Merdeka di Jakarta serta membantu biaya perjalanan Sokarno dan Hatta ke beberapa...