Langsung ke konten utama

Indonesia Menjelang Perang Pasifik (2) Spionase Jepang di Hindia Belanda Lebih Hebat Sejak Pertengahan Th 30-an

Oleh: H ROSIHAN ANWAR

SPIONASE aktif pihak Jepang di Hindia Belanda dilaksanakan lebih hebat sejak pertengahan tahun 1930-an. Salah satu perkakas spionase paling aktif ialah Nanyo Warehousing Company. Seorang karyawannya di Betawi adalah Naoju Aratame, perwira marine yang khusus ditugaskan dengan pekerjaan spionase. Kemudian dia ditempatkan sebagai pegawai konsulat-jenderal Jepang di Betawi. Sesudah tahun 1939 hampir semua karyawan perusahaan-perusahaan Jepang di Hindia Belanda dilibatkan dalam pekerjaan spionase.

Kujiro Hayashi menjabat sebagai Direktur utama perusahaan Nanyo Kyokai yang terkenal karena menspesialisasikan diri dalam pembiayaan perdagangan kecil dan pengiriman para karyawan. Bulan Mei 1940 dia mengunjungi Hindia Belanda. Tujuan resmi perjalanannya ialah melaksanakan missi muhibah kepada pemerintah Hindia Belanda. Dari sepucuk surat yang dicegat setelah keberangkatannya ternyata apa tujuan sebenarnya perjalanannya yakni koordinasi kegiatan-kegiatan spionase di Asia Tenggara, yang dilakukan dengan kerja sama dengan Direktur Nanyo Warehousing Company. Kegiatan-kegiatan itu ditujukan terhadap pengumpulan data-data militer, organisasi sabotase, percobaan-percobaan menyuap orang-orang sipil dan militer, juga pembentukan kolonne kelima.

Pangkalan Surabaya Jadi Sasaran

OBYEK khusus untuk spionase adalah pangkalan angkatan laut di Surabaya. Berbagai perusahaan Jepang yang ada di Surabaya mempekerjakan spion-spion yang dilatih oleh lembaga yang dipimpin Dr Ogawa sebagai karyawan. Direktur salah satu perusahaan yang paling aktif terlibat dalam urusan spionase ialah Kubota yang ternyata punya kontak langsung dengan Staf Umum Tentara Jepang di Formosa dan mengadakan beberapa konperensi rahasia dengan Staf Umum di Tokyo. Juga Kubota punya relasi erat dengan sejumlah pemimpin gerakan pan-Asia.

Hotel-hotel yang disangka dikendalikan oleh Jepang dan rumah-rumah pelacuran (bordelen) sering kali dipakai buat mencari keterangan dari para pelanggannya untuk tujuan spionase.

Menurut Dienst Oos-Aziatische Zaken di Batawi, maka konsulat-konsulat Jepang senantiasa mempunyai peranan koordinasi dan aktif dalam kegiatan-kegiatan spionase serta subversif. Pada berbagai konsulat dipekerjakan orang-orang sipil dan militer yang tugas utamanya adalah spionase. Yang kesohor jelek di antara mereka ialah Oototsugu Saito yang menjadi konsul-jenderal Jepang di Betawi hingga bulan Desember 1940. Berdasarkan keterangan-keterangan yang diperoleh dari beberapa orang Indonesia, maka Saito memberitahukan kepada pemerintah Jepang bulan September 1939 bahwa Hindia Belnada dapat ditaklukkan dengan suatu tentara yang terdiri dari 20.000 orang. Pertama-tama harus diduduki pelabuhan-pelabuhan minyak, dan kepercayaan penduduk Indonesia harus direbut. Pemerintah Jepang pada masa itu belum menaruh minat terhadap nasehat-nasehat Saito. Setelah Negeri Belanda diduduki oleh Nazi Jerman bulan Mei 1940, maka konsul-jenderal Saito melihat kemungkinan-kemungkinan baru. Peristiwa-peristiwa kecil dibesar-besarkannya di luar segala proporsi, dan laporan-laporannya ke Tokyo, sebagaimana terbukti dari tilgram-tilgram sandi yang dapat dicegat dan dibaca oleh pihak Belanda adalah bersifat tendensius.

Konsul di Menado

MISSI-MISSI Jepang yang dikirim ke Hindia Belanda seperti yang dipimpin oleh Kobayashi (September-Okotober 1940) dan kemudian oleh Yoshizawa (awal 1941) disalahgunakan dengan memasukkan di dalamnya banyak perwira yang dapat melakukan aksi subversif di Hindia Belanda. Contohnya ialah Kolonel Laut T. Maeda, bekas atase marine di Den Haag dan teman jenderal Jerman Wenninger yang membikin rencana Nazi Jerman menyerang Negeri Belanda tanggal 10 Mei 1940.

Wenninger ini kemudian pergi ke Tokyo untuk menyusun rencana bagi perang kilat Jepang menaklukkan Asia Tenggara. Maeda diperbantukan kepada missi Kobayashi, dan dia membikin sebuah rencana lengkap bagi pendaratan tentara Jepang di pulau Jawa.

Contoh lengkap tentang aktivitas spionase para wakil resmi Jepang diketemukan setelah pecah Perang Pasifik tanggal 8 Desember 1941, tatkala dilakukan pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen konsul Jepang di Menado. Penyelidikan ini dilakukan oleh kepala bagian Jepang dari Dinas Urusan Asia Timur yaitu Kamper dan salah seorang pembantunya Konsul Jepang itu telah mengosongkan isi brankasnya, tetapi dia lupa dokumen-dokumen yang ditaruhnya di tempat lain. Dalam dokumen-dokumen itu diketemukan sebuah rencana lengkap untuk suatu pemerintahan Jepang di daerah Minahasa yang diduduki oleh tentara Jepang. Ketika dilakukan penggeledahan pada rumah-rumah kediaman orang Jepang lainnya, kecuali dokumen-dokumen, sering kali pula diketemukan koleksi-koleksi pornografis.

Dari data-data dalam dokumen yang diperiksa terbukti banyak kegiatan spionase telah dilakukan oleh para wakil resmi Jepang. Di situ diketemukan instruksi-instruksi dari Kementerian Luar Negeri di Tokyo kepada konsul-jenderal Jepang di Betawi untuk mencari keterangan-keterangan bersifat rahasia mengenai semua gerak kapal luar negeri dan mengenai urusan militer, khususnya soal pertahanan Ambon. Instruksi tentang gerak gerik kapal itu tertera dalam teks asli Jepang dan dalam terjemahnnya sebagai Dokumen 10b dalam buku "Tien jaren Japans gewroet in Nederland Indie". Instruksi tersebut tertanggal 19 November 1941, yang berarti sepuluh hari sebelum serangan Jepang terhadap pangkalan Amerika Pearl Harbor.

Siapa Penulis Bukunya?

Walaupun cerita tentang penetrasi ekonomi dan intel Jepang di Indonesia terjadi hampir setengah abad yang lampau, namun dia mengandung bahan-bahan yang pada waktu sekarang pun berguna untuk diketahui, antara lain oleh generasi muda. Sejarah berjalan terus, keadaan mungkin sudah berubah, tetapi faktor-faktor geo-politik serta ekonomi merupakan variabel tetap. Dalam pada itu menarik juga mengetahui tentang beberapa pelaku yang disebut dalam cerita ini. Maeda yang datang sebagai anggota missi Kobayashi tahun 1940, kemudian sebagai Laksamana T Muda menjadi Kepala Kaigun (Angkatan Laut) di Jakarta. Di rumah kediaman Maeda itulah yakni di Jalan Imam Bonjol berlangsung rapat antara para pemimpin Indonesia seperti Sukarno, Hatta, dan lain-lain pada malam menjelang diumumkan proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945. Diesnt voor Oost Aziatische Zaken (OAZ) yang tugasnya antara lain mengamati dan melawan usaha intel Jepang di Hindia Belanda dikepalai oleh Lovink yang kemudian menjadi Wakil Agung Mahkota (Hoge Vertegenwoordiger van de Kroon) di Jakarta pada tahun 1949. Lovink itulah yang sesuai dengan ketentuan perjanjian Konperensi Meja Bunda (KMB) di Den Haag menyerahkan kedaulatan kepada Indonesia di Jakarta tanggal 27 Desember 1949, yang diwakili oleh Sultan Hamengkubuwono.

Adapun buku "Tien Jaren Japan Gewroet in Nederland Indie" mempunyai buntutnya. Setelah tentara Jepang menduduki Jakarta tanggal 5 Maret 1942, dan polisi rahasianya alias Kem Pei Tai bermarkas di gedung Rechts Hoge School (kini Departemen Hankam) di samping gedung Museum Jakarta, maka pegawai Belanda yang pernah bekerja pada Dienst voor oost Aziatische Zaken ditangkapnya dan diinterogasi. Tujuannya ialah mencari tahu siapa penulis buku yang telah membeberkan kegiatan spionase dan intel Jepang itu. Menurut catatan pihak Belanda, tentara Dai Nippon tidak pernah dapat mengetahui siapa penulis buku "Tien Jaren Japans Gewroet in Nederland Indie". (HABIS) -*-



Sumber: Pikiran Rakyat, 13 Nopember 1984



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Polongbangkeng, Wilayah Republik Pertama di Sulawesi Selatan

P olongbangkeng di Kabupaten Takalar, kini nyaris tak dikenal lagi generasi muda di Sulawesi Selatan. Lagi pula, tak ada yang istimewa di kota yang terletak sekitar 40 kilometer dari Ujungpandang, kecuali jika harus melongok ke masa lalu--masa-masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Dulu, setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Polongbangkeng jadi pusat perjuangan mendukung Proklamasi oleh pejuang-pejuang Sulsel. Ketika NICA mendarat diboncengi tentara Belanda, Polongbangkeng pula yang jadi basis pejuang mempertahankan kedaulatan RI  di tanah Makassar. Para pejuang yang bermarkas di Polongbangkeng berasal dari berbagai daerah seperti Robert Wolter Monginsidi (Minahasa), Muhammad Syah (Banjar), Raden Endang (Jawa), Bahang (Selayar), Ali Malaka (Pangkajene), Sofyan Sunari (Jawa), Emmy Saelan dan Maulwy Saelan (Madura), dan tentu saja pahlawan nasional pimpinan Lasykar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS) Ranggong Daeng Romo. Pada akhir Agustus 1945, Fakhruddin D...

Cheng Ho dan Tiga Teori Jangkar Raksasa

S EBAGAIMANA catatan sejarah, pelayaran Laksamana Cheng Ho menyimpan berjuta kisah sejarah yang sangat menarik di nusantara. Tidak saja karena kebetulan petinggi kekaisaran Mongol yang menguasai daratan Tiongkok dari abad ke-13 sampai ke-17 itu beragama Islam, tetapi ekspedisi laut pada abad ke-15 Masehi itu membawa pengaruh politik dan budaya sangat besar. Jejak sejarah tinggalan ekspedisi Cheng Ho yang merupakan duta intenasional Kaisar Yongle, generasi ketiga keturunan Kaisar Ming dari Mongol yang menguasai daratan Tiongkok, tersebar di sepanjang Pulau Jawa bagian utara. Hinggi kini, jejak-jejak arkeologis, historis, sosiologis, dan kultur dari ekspedisi laut laksamana yang memiliki nama Islam Haji Mahmud Shams ini, bertebaran di sepanjang pantai utara (pantura) Jawa. Di Cirebon armada kapalnya sempat singgah dan menetap sebelum melanjutkan perjalanan ke arah timur dan mendarat di pelabuhan yang kini masuk wilayah Kota Semarang, Jawa Tengah. Laksamana Cheng Ho datang pada masa akhir...

G30S dalam Pelajaran Sekolah

Oleh: SUSANTO ZUHDI K urikulum 2004 yang diujicobakan di Jawa Timur menuai reaksi keras. Pasalnya, pada pelajaran sejarah tidak dicantumkan kata PKI pada "Gerakan 30 September 1965". Aspirasi guru dan sejumlah tokoh di Jawa Timur pun dibawa ke DPR. Masalah itu dibahas dalam rapat para menteri di bawah Menko Kesra pada Juni 2005. Akhirnya Depdiknas menyatakan, dalam masa transisi mata pelajaran sejarah di sekolah menggunakan Kurikulum 1994. Bukan soal fakta Kalau boleh berseloroh, mengapa tidak ditambah saja kata "PKI" sehingga tak perlu revisi selama enam bulan. Persoalannya tidak semudah itu, pun bukan soal fakta "G30S 1965" dengan "PKI" saja, tetapi ada dua hal lain yang diangkat. Pertama, siswa kelas II dan III SLTA jurusan IPA dan SMK tidak diberi lagi pelajaran sejarah. Kedua, soal tuntutan agar mata pelajaran sejarah diberikan secara mandiri (terpisah) baik untuk SD maupun SLTP. Seperti diketahui, dalam Kurikulum 2004 mata pelaja...

JEJAK KERAJAAN DENGAN 40 GAJAH

Prasasti Batutulis dibuat untuk menghormati Raja Pajajaran terkemuka. Isinya tak menyebut soal emas permata. K ETERTARIKAN Menteri Said Agil Husin Al Munawar pada Prasasti Batutulis terlambat 315 tahun dibanding orang Belanda. Prasasti ini telah menyedot perhatian Sersan Scipiok dari Serikat Dagang Kumpeni (VOC), yang menemukannya pada 1687 ketika sedang menjelajah ke "pedalaman Betawi". Tapi bukan demi memburu harta. Saat itu ia ingin mengetahui makna yang tertulis dalam prasasti itu. Karena belum juga terungkap, tiga tahun berselang Kumpeni mengirimkan ekspedisi kedua di bawah pimpinan Kapiten Adolf Winkler untuk melakukan penelitian lebih lanjut. Hasilnya juga kurang memuaskan. Barulah pada 1811, saat Inggris berkuasa di Indonesia, diadakan penelitian ilmiah yang lebih mendalam. Apalagi gubernur jenderalnya, Raffles, sedang getol menulis buku The History of Java . Meski demikian, isi prasasti berhuruf Jawa kuno dengan bahasa Sunda kuno itu sepenuhnya baru dipahami pada awa...

Makam Imam Al-Bukhori

Menarik membaca tulisan Arbain Rambey berjudul "Uzbekistan di Pusaran Sejarah" ( Kompas , 20 Oktober 2019).  Berdasarkan kisah dari pemandu wisata di Tashkent, diceritakan peran Presiden Soekarno memperkenalkan Makam Imam Al-Bukhori di Samarkand yang nyaris terlupakan dalam sejarah. Kisah Soekarno dimulai ketika dalam kunjungan ke Moskwa minta diantar ke makam Imam Al-Bukhori. Menurut buku The Uncensored of Bung Karno, Misteri Kehidupan Sang Presiden  tulisan Abraham Panumbangan (2016, halaman 190-193), "Pada tahun 1961 pemimpin tertinggi partai Komunis Uni Soviet sekaligus penguasa tertinggi Uni Soviet Nikita Sergeyevich Khruschev mengundang Bung Karno ke Moskwa. Sebenarnya Kruschev ingin memperlihatkan pada Amerika bahwa Indonesia adalah negara di belakang Uni Soviet".  Karena sudah lama ingin berziarah ke makam Imam Al-Bukhori, Bung Karno mensyaratkan itu sebelum berangkat ke Soviet. Pontang-pantinglah pasukan elite Kruschev mencari makam Imam Al-Bukhori yang lah...

Manunggaling Ilmu dan Laku

Alkisah ada seorang bocah pribumi yang telaten dan fasih membaca buku-buku tentang kesusastraan dan keagamaan, baik dalam bahasa Jawa, Melayu, Belanda, Jerman, maupun Latin. Bocah ini sanggup melafalkan dengan apik puisi-puisi Virgilius dalam bahasa Latin. Oleh  BANDUNG MAWARDI K etelatenan belajar mengantarkan bocah ini menjadi sosok yang fenomenal dalam tradisi intelektual di Indonesia dan Eropa. Bocah dari Jawa itu dikenal dengan nama Sosrokartono. Herry A Poeze (1986) mencatat, Sosrokartono pada puncak intelektualitasnya di Eropa menguasai sembilan bahasa Timur dan 17 bahasa Barat. Kompetensi intelektualitasnya itu dibarengi dengan publikasi tulisan dan pergaulan yang luas dengan tokoh-tokoh kunci dalam lingkungan intelektual di Belanda. Sosrokartono pun mendapat julukan "Pangeran Jawa" sebagai ungkapan untuk sosok intelektual-priayi dari Hindia Belanda. Biografi intelektual pribumi pada saat itu memang tak bebas dari bayang-bayang kolonial. Sosrokartono pun tumbuh dalam ...

Hari ini, 36 tahun lalu: Bom atom pertama dicoba di Alamogordo

Jalannya sejarah bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia mungkin akan berbeda kalau tidak ada peristiwa yang terjadi 16 Juli, 36 tahun lalu. Pada hari itu Amerika Serikat membuka babak baru di dalam teknik, yakni berhasil meledakkan bom atom di New Mexico, tepatnya di Alamogordo. Percobaan yang berhasil ini telah memungkinkan Amerika Serikat menghasilkan bom atom lainnya yang dijatuhkan atas Hiroshima dan Nagasaki. Ketakutan akan akibat bom atom ini telah membuat Jepang ketakutan dan menyerah kepada sekutu, pada 14 Agustus 1945. Jauh-jauh hari sebelum bom atom pertama diledakkan di gurun Alamogordo itu, kurang lebih enam tahun sebelumnya Presiden Franklin D. Roosevelt menerima sepucuk surat dari Dr. Albert Einstein yang isinya mengenai kemungkinan pembuatan bom uranium yang kemampuannya sangat besar. Surat itulah yang kemudian melahirkan suatu proyek yang sangat dirahasiakan dan hanya kalangan kecil yang mengenalnya dengan nama Manhattan Engineer District di bawah pimpinan Mayor...