Langsung ke konten utama

Akhir Oktober 1945 Berunding dengan Brigjen ABS. Mallaby: Prof. Dr. R. Moestopo, Bapak Fikom UNPAD

OLEH : DRS. RIYONO PRATIKTO

MULA-BUKANYA memang pendaratan tentara Sekutu atau Serikat di Surabaya. Surat kabar tahun 1945 "Warta Indonesia" tanggal 31 Oktober 1945 itu memberitakan bahwa pendaratan tentara pendudukan Inggeris yang di dalamnya termasuk serdadu-serdadu Sikh dan Punyab di Tanjung Perak Surabaya telah terjadi pada tanggal 25 Oktober 1945 jam 14.00. Diberitakan juga bahwa pendaratan itu telah dilakukan dalam suatu suasana biasa.

Nama Prof. Dr. R. Moestopo muncul dalam surat kabar itu sebagai wakil bangsa Indonesia yang melakukan pembicaraan dengan wakil tentara pendudukan tersebut. Dikatakan bahwa segera setelah pendaratan itu, lalu diadakanlah pembicaraan-pembicaraan, dan perundingan itu menghasilkan keputusan sementara, bahwa malam hari itu tentara India (baca: Inggris atau Sekutu) harus berada 800 m dari pantai laut.

Keesokan harinya diadakan perundingan antara Dr. Moestopo dengan Brigadier A. B. S. Mallaby. Persetujuan yang dihasilkan antara lain adalah bahwa yang akan dilucuti hanya tentara Jepang, sedang pengawasan akan dilakukan oleh tentara Serikat. Setelah tentara Jepang dilucuti senjatanya, mereka akan diangkut ke luar Pulau Jawa.

Selanjutnya di bawah ini adalah pemberitaan secara kronologis yang dapat diambil dari koran-koran tersebut.

Siang hari tertanggal 26 Oktober 1945, tentara India mulai memasuki Kota Surabaya. Perlu diterangkan, bahwa pasukan-pasukan Inggris yang antara lain terdiri dari Scottish Regiment tidak ikut masuk ke dalam kota. Mereka tetap tinggal di kapal yang sedang berlabuh di ujung Tanjung Perak. Hingga malam suasana tidak berubah. Tentara India pada malam itu menduduki antara lain gedung Internatio, bekas B. P. M. di Jalan Societeit.

Tanggal 27 Oktober 1945 suasana menjadi keruh. Surat selebaran Jenderal H. C. Hawthorn dari Jakarta, antara lain menerangkan tentang pelucutan senjata, dan pada malam hari diumumkan ultimatum bahwa dalam tempo 40 jam seluruh rakyat, selain polisi, harus dilucuti. Suasana bertambah genting.

Tanggal 28 Oktober 1945 keadaan Surabaya sangat genting. Di Pasar Besar Tunungan dll. jalan besar sunyi senyap. Hanya kelihatan tentara India berkeliaran ke sana kemari. Siang hari jam 11.00 sumbu dinamit rakyat mulai terbakar. Lapangan terbang Paos di Morokrembangan mulai diduduki oleh tentara India, setelah melakukan pendaratan. Lapangan terbang itu yang berada di bawah kekuasaan dan penjagaan pemerintah Republik Indonesa dikepung, sehingga pihak barisan penjaga Indonesia tidak dapat bertindak apa-apa. Kira-kira jam 11.00 siang tentara India memberi peringatan kepada para penjaga Indonesia maupun orang-orang Indonesia lainnya supaya dalam waktu 4 jam meninggalkan tempat itu.

Selain itu juga rumah sakit Darmo dan gedung-gedung lainnya yang mempunyai "strategis belang" diduduki pula, seperti gedung B. P. M. dekat kantor kawat, dan kantor telepon, kantor pusat oto-mobil dan Kantor Besar Kereta Api.

Dalam pada itu pasukan-pasukan Inggris dan India terus menerus mendarat di Surabaya. Menurut perjanjian yang dibuat pada hari pertama ketika tentara pendudukan Serikat mendarat di pantai Surabaya, dinyatakan antara lain, bahwa mereka akan ikut menjaga keamanan di dalam Kota Surabaya, tetapi kenyataan membuktikan bahwa mereka melakukan itu hanya untuk kepentingan mereka sendiri, dan tidak mengindahkan kepentingan masyarakat.

Pada tanggal 27 dan 28 Oktober itu pimpinan tentara pendudukan Serikat memberikan perintah kepada pasukan-pasukan India supaya menduduki dengan paksa tempat-tempat penting yang sudah dikuasai oleh pihak Indonesia. Juga penjaga rumah penjara dipaksa untuk mengeluarkan beberapa orang tawanan Belanda dan beberapa orang yang jadi kaki tangan Nica.

Rakyat menganggap perbuatan-perbuatan di atas bertentangan sekali dengan persetujuan perundingan sebelumnya yang telah diadakan oleh Dr. Moestopo dengan Brigadier General Mallaby.

"Walaupun keadaan sudah demikian, para pemimpin Indonesia tetap bersikap satria dan memegang teguh perjanjian yang telah sama-sama ditandatangani oleh kedua belah pihak. Tetapi pada saat itu kesabaran rakyat sudah sampai pada batasnya dan mereka tidak dapat menahan diri lebih lama melihat perbuatan-perbuatan pasukan-pasukan India itu."

Penduduk Terus Siap Sedia

Jam 16.00 mulailah pertempuran. Dari sana sini terdengar tembakan-tembakan antara Indonesia dan Inggris-India, karena penduduk merasa diterjang kedaulatannya.

"Perbuatan (Serikat) tsb. sungguh melukai perasaan rakyat. Untuk menjaga keamanan, rakyat tidak membutuhkan pihak lain. Dengan perlucutan senjata, rakyat tidak diberi kesempatan untuk memberantas pihak Nica dan mereka akan bergantung pada pihak Inggris."

"Rakyat Surabaya tua-muda serentak menentukan sikapnya untuk mengambil tindakan-tindakan yang tepat, yaitu menyapu bersih perintang-perintang kemerdekaan dan pengganggu-pengganggu hak-milik Republik Indonesia serta pengacau ketertiban umum."

"Semangat perjuangan rakyat memuncak benar dan pada tanggal 28-10 kira-kira jam enam sore terjadilah pertempuran dengan tentara pendudukan Serikat. Barisan Rakyat yang bergerak dengan tekad merdeka atau mati menyerbu dan merebut kembali tempat-tempat penting yang telah diduduki oleh tentara India."

Pertempuran mula-mula terjadi di bekas gedung B. P. M., H. B. S., gedung Internatio dan di gedung pemancar Radio, yang pada malam itu dapat direbut oleh tentara India. Di tempat-tempat barikade terdapat pertempuran yang sehebat-hebatnya. "Seluruh penduduk berjuang. Orang-orang laki-laki, anak-anak yang kuat memegang ragam senjata serentak bertempur. Kaum perempuan masak bersama-sama merupakan dapur umum untuk mereka yang bertempur dan rakyat yang terlantar persediaan makanannya. Sehingga waktu tersebut merupakan satu paduan rakyat yang tidak mengenal tingkatan. Kemarahan penduduk semakin meningkat, ketika ternyata beberapa tembakan dilepaskan dari rumah-rumah Indo Belanda. Jam 11.00 siang Gedung Radio di Simpang dibakar oleh rakyat."

"Pertempuran terus berlaku. Waktu pertempuran sedang memuncak, diberitakan dengan Radio, bahwa Presiden, Wakil Presiden, dan Menteri Penerangan akan tiba di Surabaya dan sore ternyata beliau-beliau telah sampai dengan kapal terbang yang dikemudikan oleh seorang Tionghoa. Petang harinya diadakan perundingan di gedung Gubernur."

"Demikianlah mula-mulanya pertempuran di Surabaya dan pada tanggal 30-10 pertempuran dihentikan setelah diadakan perundingan antara P. Y. M. Ir. Soekarno, Presiden Republik Indonesia dengan Jenderal Hawthorn serta dihadiri juga oleh wakil Barisan Pemberontakan yang berlangsung di Surabaya."

Pada tgl. 31-10 keadaan Surabaya aman kembali dan keadaan masyarakat sudah tenteram seperti sedia kala, yang ternyata dari sejarah kemudian, bahwa semua itu adalah hanya untuk sementara waktu saja.

Untuk pelengkap, di bawah ini adalah hasil perundingan termaksud.

1. Brigadier Mallaby dan Ir. Soekarno mengadakan perjanjian untuk menjaga ketenteraman Kota Surabaya.

2. Untuk memperoleh ketenteraman dan perdamaian, tembakan dari kedua belah pihak harus diberhentikan.

3. Keselamatan segala orang interniran akan dijamin oleh kedua belah pihak.

4. Syarat yang termasuk dalam surat selebaran yang ditandatangani oleh Jenderal Hawthorn akan dibicarakan oleh Ir. Soekarno dan Jenderal Hawthorn.

Isi selebaran malam itu TIDAK berlaku (wapenstilstand).

5. Ini malam segala orang boleh merdeka bergerak. Baik pihak Inggris maupun Indonesia.

6. Perlunya merdeka bergerak, segala pasukan akan masuk ke tangsi.

"Orang-orang yang luka akan dibawa ke rumah sakit.

"Peraturan ini akan dijamin oleh kedua belah pihak.

Perlu dikabarkan, bahwa perjanjian tersebut ditandatangani oleh Jenderal Hawthorn."

"Dari Kantor Gubernur tsb. pemimpin-pemimpin itu menuju ke gedung Radio. Mobil Brigadier Mallaby memakai bendera putih. Sesampainya di gedung tersebut, Ir. Soekarno, Hatta, dan Amir Sjarifoeddin berpidato dengan maksud supaya penduduk tetap tenang, tetapi siap sedia menurut perintah. Pidato-pidato ini diikuti oleh pidato Brigadier dalam bahasa Inggris."

Sementara itu di Kajun masih terdengar tembakan-tembakan.

"Tg. 30-10 pagi Kota Surabaya menjadi biasa lagi. Siang hari kira-kira jam 10.00 di Jalan Tunjungan masih terdengar tembakan. Serentak diselidiki ternyata tembakan itu datang dari pihak India. Oleh penduduk segera diadakan persiapan. Jam 11.00 diadakan permusyawaratan antara Hawthorn dan Soekarno untuk membicarakan isi selebaran yang disebarkan oleh pesawat-pesawat terbang Serikat beberapa hari y.l.

Hasil perundingan itu adalah sebagai berikut:

"Diakui bahwa surat selebaran yang dilemparkan dari pesawat terbang itu tidak berlaku. Berarti Tentara Keamanan Rakyat dan pemuda-pemuda tidak dilucuti senjatanya.

Seluruh kota tidak akan djaga oleh tentara Serikat. H. B. S., B. P. M., dan Kayun akan ditinggalkan oleh tentara Inggris yang akan menduduki dua tempat saja yaitu: Darmo dan tempat tawanan dan Tanjung Perak.

Kedua tempat ini, boleh didatangi oleh "verbingsopsir" dari T. K. R. dan polisi bersenjata. Daerah Pelabuhan dijaga bersama-sama antara Serikat dan T. K. R.

"Demikianlah keadaan pertempuran di Kota Surabaya yang setelah diadakan permusyawaratan itu kembali dalam suasana damai."

"Menurut berita terakhir pk. 15.00, Ir. Soekarno, Drs. M. Hatta dan Mr. Amir Sjarifoeddin akan segera terbang kembali."



Sumber: Pikiran Rakyat, 17 November 1984



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hari Ini 44 Tahun Lalu (1) Mereka Tidak Rela Kemerdekaan Lepas Kembali

Pengantar Hari ini, 11 Desember 1990, masyarakat Sulawesi Selatan kembali memperingati peristiwa heroik 44 tahun lalu, di mana segenap lapisan masyarakat ketika itu bahu-membahu berjuang mempertahankan Kemerdekaan yang setahun sebelumnya berhasil diraih bangsa Indonesia. Dalam peristiwa itu ribuan bahkan puluhan ribu orang jadi korban aksi pembunuhan massal ( massacre ) yang dilakukan Pasukan Merah Westerling. Berikut Koresponden Suara Karya   Muhamad Ridwan  mencoba mengungkap kembali peristiwa tersebut dalam dua tulisan, yang diturunkan hari ini dan besok. Selamat mengikuti. T egaknya tonggak satu negara, Jumat 17 Agustus 1945, merupakan kenyataan yang diakui dunia internasional. Bendera kemerdekaan yang dikibarkan bukan hadiah, melainkan hasil perjuangan panjang yang menelan pengorbanan jiwa dan harta rakyat yang tak terperikan. Lalu, tentara Australia (Sekutu) mendarat pada September 1945. Tujuannya untuk melucuti sisa pasukan Nippon. Namun di belakangnya mendongkel person...

Mengenang Peristiwa 40 Tahun Silam: Taruna "Militaire Academie" Berusaha Melucuti Senjata Tentara Jepang

I NDONESIA pernah memiliki akademi militer (akmil) yang berumur sekitar 5 bulan, tapi menghasilkan lulusan "Vaandrig" (Calon Perwira) berusia muda. Selama dalam pendidikan para tarunanya telah mengalami pengalaman heroik dan patriotik. Akmil itu adalah "MA (Militaire Academice) Tangerang". Sabtu pagi ini, para alumni MA Tangerang akan mengadakan apel besar di Taman Makam Pahlawan Taruna, Jl Daan Mogot, Tangerang, Jawa Barat. Selain untuk memperingati berdirinya akmil itu, apel sekaligus untuk memperingati 40 tahun "Peristiwa Pertempuran Lengkong (PPL)". Ketua Umum Dewan Harian Nasional Angkatan 45 Jenderal (Purn) H Surono akan bertindak sebagai inspektur upacara. PPL meletus 25 Januari 1946. Ketika itu taruna MA Tangerang yang menjadi inti pasukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat), dalam usahanya melucuti tentara Jepang di Lengkong, Kecamatan Serpong Tangerang, terjebak dalam pertempuran yang tidak seimbang. Direktur MA Tangerang, Mayor Daan Mogot...

49 Tahun yang Lalu, Westerling Bantai Puluhan Ribu Rakyat Sulsel

S EPANJANG Desember, mayat-mayat bersimbah darah tampak bergelimpangan di mana-mana. Pekik pembantaian terus terdengar dari kampung ke kampung di Tanah Makassar. Ribuan anak histeris, pucat pasi menyaksikan tragedi yang sangat menyayat itu. Tak ada ayah, tak ada ibu lagi. Sanak saudara korban pun terbantai. Lalu, tersebutlah Kapten Reymond Westerling, seorang Belanda yang mengotaki pembantaian membabi buta terhadap rakyat Sulawesi Selatan 11 Desember, 49 tahun yang lalu itu. Hanya dalam waktu sekejap, puluhan ribu nyawa melayang lewat tangannya.  Makassar, 11 Desember 1946. Kalakuang, sebuah lapangan sempit berumput terletak di sudut utara Kota Makassar (sekarang wilayah Kecamata Tallo Ujungpandang). Di lapangan itu sejumlah besar penduduk dikumpulkan, lalu dieksekusi secara massal. Mereka ditembak mati atas kewenangan perintah Westerling. Bahkan, sejak menapakkan kaki di Tanah Makassar, 7 sampai 25 Desember 1946, aksi pembantaian serupa berulang-ulang. Westerling yang memimpin sep...

Hari ini, 36 tahun lalu: Bom atom pertama dicoba di Alamogordo

Jalannya sejarah bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia mungkin akan berbeda kalau tidak ada peristiwa yang terjadi 16 Juli, 36 tahun lalu. Pada hari itu Amerika Serikat membuka babak baru di dalam teknik, yakni berhasil meledakkan bom atom di New Mexico, tepatnya di Alamogordo. Percobaan yang berhasil ini telah memungkinkan Amerika Serikat menghasilkan bom atom lainnya yang dijatuhkan atas Hiroshima dan Nagasaki. Ketakutan akan akibat bom atom ini telah membuat Jepang ketakutan dan menyerah kepada sekutu, pada 14 Agustus 1945. Jauh-jauh hari sebelum bom atom pertama diledakkan di gurun Alamogordo itu, kurang lebih enam tahun sebelumnya Presiden Franklin D. Roosevelt menerima sepucuk surat dari Dr. Albert Einstein yang isinya mengenai kemungkinan pembuatan bom uranium yang kemampuannya sangat besar. Surat itulah yang kemudian melahirkan suatu proyek yang sangat dirahasiakan dan hanya kalangan kecil yang mengenalnya dengan nama Manhattan Engineer District di bawah pimpinan Mayor...

Putusan Congres Pemuda-pemuda Indonesia

K ERAPATAN pemoeda-pemoeda Indonesia diadakan oleh perkoempoelan-perkoempoelan pemoeda Indonesia jang berdasarkan kebangsaan dengan namanja : Jong Java, Jong Soematera (pemoeda Soematera), Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen, Jong Islamieten Bond, Jong Bataksbond, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawi dan perhimpoenan. Memboeka rapat tanggal 27 dan 28 October tahun 1928 dinegeri Djakarta ; Kerapatan laloe mengambil poeteoesan :  PERTAMA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA. KEDOEA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA JG SATOE, BANGSA INDONESIA. KETIGA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENDJUNGDJUNG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA. Setelah mendengar poetoesan ini, kerapatan mengeloearkan kejakinan azas ini wadjib dipakai oleh segala perkoempoelan-perkoempoelan kebangsaan Indonesia. Mengeloerkan kejakinan persatoean Indonesia diperkoeat dengan memperhatikan dasar persatuannja : Kemaoean, sedjarah, bahasa hoekoem adat...

Masjid Agung Al Azhar (1952) Kebayoran Baru, Jakarta Selatan

M asjid putih berarsitektur indah ini dibangun pada tahun 1952. Tokoh-tokoh pendirinya adalah Mr. Soedirjo, Mr. Tanjung Hok, H. Gazali dan H. Suaid. Masjid yang awalnya diberi nama Masjid Agung Kebayoran Baru ini dibangun selama enam tahun (1952 - 1958) dan berdiri di atas lahan seluas 43.756 m2. Ketika itu peletakan batu pertamanya dilakukan oleh R. Sardjono mewakili walikota Jakarta Raya. Perubahan nama menjadi Masjid Agung Al Azhar Kebayoran Baru, dilakukan menyusul kedatangan seorang tamu yang adalah Rektor Universitas Al Azhar, Syekh Muhammad Saltut. Disebutkan karena terkagum-kagum dengan kemegahan masjid di negara yang ketika itu baru saja merdeka, Saltut memberi nama masjid Agung Kebayoran Baru dengan nama Masjid Agung Al Azhar, Kebayoran Baru. Imam besar pertama masjid itu adalah Prof. DR. Haji Abdul Malik Karim Amrullah, salah seorang tokoh Muhammadiyah yang lebih dikenal sebagai panggilan Buya Hamka. Ulama kondang berdarah Minangkabau, Hamka, itu pula yang mentradisikan akti...

PERISTIWA WESTERLING 23 JANUARI 1950 DI BANDUNG

Oleh : Djamal Marsudi Sejarah kekejaman Westerling sebetulnya sudah dimulai dari Sulawesi semenjak tahun 1945/1946, maka pada waktu Kahar Muzakar yang pada waktu itu menjadi orang Republiken, datang menghadap Presiden Soekarno di Yogyakarta, telah memberikan laporan bahwa korban yang jatuh akibat kekejaman yang dilakukan oleh Kapten Westerling di Sulawesi Selatan mencapai 40.000 (empat puluh ribu jiwa manusia). Laporan tersebut di atas lalu diumumkan oleh Presiden Soekarno dalam rangka upacara peringatan korban "WESTERLING" yang pertama kali pada tanggal 11 Desember 1949 di Yogyakarta, justru sedang dimulainya Konperensi Meja Bundar di Negeri Belanda. Berita "Kejutan" yang sangat "Mengejutkan" ini lalu menjadi gempar dan menarik perhatian dunia internasional. Maka sebagai tradisi pada setiap tahun tanggal 11 Desember, masyarakat Indonesia dan Sulawesi khususnya mengadakan peringatan "KORBAN 40.000 JIWA PERISTIWA WESTERLING" di Sulawesi Selatan. T...