Langsung ke konten utama

Seminar Sejarah Sunan Drajat: 'Islam Datang dari Cina'

SURABAYA--Ketua Umum PBNU KH Abdurrahman Wahid menolak pendapat yang menyebutkan bahwa Islam datang ke Nusantara lewat pedagang Gujarat. "Islam justru hadir lewat tokoh-tokoh Islam dari Cina," katanya, kemarin (13/9).

Hal itu diungkapkan ketika tampil sebagai pembicara dalam seminar penyusunan buku sejarah Sunan Drajat di Gedung Grahadi Surabaya, Jawa Timur. Acara yang dibuka Gubernur Moch Basofi Soedirman itu juga menghadirkan pembicara Dr Roeslan Abdul Gani dan Sekum ICMI Adi Sasono. Sedangkan Ketua MUI Jatim KH Misbach memimpin doa.

Dalam acara itu juga hadir Ketua Umum MUI Pusat KH Hasan Basri, Ketua DPA Sudomo, Sekjen PWI Pusat Parni Hadi, dan Pimpinan Pondok Pesantren Tebu Ireng KH Yusuf Hasyim.

Menurut Gus Dur, pendapat tersebut dikemukakan sebagai upaya rekonstruksi penulisan sejarah Islam di Indonesia. Rekonstruksi pertama, katanya, menyangkut datangnya Islam di Indonesia.

"Gelombang pertama kehadiran Islam di Nusantara ini dari perwira-perwira muslim Cina. Gelombang kedua dari dai-dai asal Bangladesh yang membawa pengaruh mahzab Syafii. Pedagang Gujarat datang setelah gelombang ini menyebar. Jadi, Islam menyebar tidak dari Pasai," katanya. Karena itu Gus Dur menganggap keliru bila Cina yang pertama kali datang ke Nusantara membawa misi Khong Hu Chu atau Budha.

Berkaitan dengan itu, Gus Dur juga mengkritik anggapan kebesaran Majapahit menguasai Nusantara. Berdasar data, katanya, Kekaisaran Cina menguasai lautan dari Semenanjung Afrika hingga Laut Cina Selatan saat Majapahit berkuasa. Dari sini, ujarnya, dapat disimpulkan bahwa Majapahit bagian dari Kekaisaran Cina. "Ibaratnya, Majapahit itu bagian dari persemakmuran Cina Raya," katanya.

Rekonstruksi kedua, katanya, dilakukan untuk menghindari masuknya unsur legenda atas fakta-fakta. Rekonstruksi itu, tutur Gus Dur, menggambarkan pergulatan umat Islam saat ini sebenarnya tak jauh berbeda dengan kondisi umat Islam masa Wali Songo.

"Saat itu terjadi pergulatan antara pendekatan budaya dengan pendekatan politik dalam pengembangan Islam di Jawa khususnya, dan Indonesia umumnya. Pendekatan budaya merupakan kelanjutan model dakwah yang dilakukan Sunan Ampel dan pendekatan politik dibawa Syekh Abdul Qadir Tan Kim Ham," paparnya. Pergulatan itu akhirnya menghasilkan solusi Islam yang berkembang lewat pendekatan budaya namun tidak mengingkari persoalan politik.

Sedangkan Sekretaris Umum ICMI Adi Sasono mengatakan, ajaran Sunan Drajat harus bisa direlevansikan dengan pembangunan masa depan bangsa. Dalam perkembangan ke depan, ujarnya, ada lima isu besar yang menghadang bangsa Indonesia.

Pertama, isu hak asasi manusia (HAM). Masalah ini mampu membentuk proses perubahan sosial dunia. Secara tepat waktu dan lancar, katanya, bangsa Indonesia telah mengantisipasi dan menegaskan bahwa negara bekas jajahanlah yang paling sadar makna HAM.

"Artinya, kita harus berani tegas bahwa bangsa Indonesia yang pernah dijajah Belanda ratusan tahun tak perlu diajari HAM oleh bangsa lain," tegasnya.

Kedua, isu demokrasi. "Perkembangan iklim demokrasi kita ini harus dipandang positif," ujarnya. Ketiga, isu lingkungan hidup. "Kita harus mampu menciptakan produk-produk ramah lingkungan," katanya. Keempat, isu hak atas karya intelektual. Kelima, isu standardisasi ISO 9000 yang menyangkut manajemen mutu.

Pada pembukaan seminar panitia menampilkan tari Sekar Giri ciptaan Sunan Drajat. Tari ini diperagakan enam penari wanita sambil mengalunkan puji-pujian pada Allah swt. Disusul dua tarian sekaligus tembang dengan iringan gamelan Lir Ilir ciptaan Sunan Giri dan tari Kenduran. Penyair asal Madura, D. Zawawi Imron, menyumbangkan puisinya, "Episode Gelombang".

Sebelumnya, dalam sambutannya, Basofi melantunkan tembang Dandang Gulo yang berisikan wejangan Sunan Drajat. "Tembang ini ciptaan Sunan Drajat yang diajarkan pada murid-muridnya," katanya seraya menambahkan pihaknya sangat mendukung kerja tim peneliti dan penyusun buku Sunan Drajat.

Penulisan sejarah Sunan Drajat ini, menurut Parni Hadi, akan menjadi proyek nasional. Penggarapannya melibatkan MUI, Deppen, Depag, Depdikbud, ICMI, Ikatan Arkeologi Indonesia (IAI), PWI, Masyarakat Sejarawan Indonesia, dan Pemda Jatim. "Dipilihnya Pemda Jatim karena dari sembilan wali, lima ada di Jawa Timur," katanya.

Sekjen PWI Pusat ini mengatakan, saat ini sudah ada buku sejarah penyebaran Islam di Nusantara tapi belum lengkap dan masih diperdebatkan ahli sejarah. "Karena itu, setelah sejarah Sunan Drajat selesai, nanti akan disusun sejarah Walisongo secara keseluruhan yang melibatkan semua pihak," jelasnya. [] esa/rif



Sumber: Republika, 14 September 1997



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Harun Nasution: Ajarah Syiah Tidak Akan Berkembang di Indonesia

JAKARTA (Suara Karya): Ajarah Syiah yang kini berkembang di Iran tidak akan berkembang di Indonesia karena adanya perbedaan mendasar dalam aqidah dengan ajaran Sunni. Hal itu dikatakan oleh Prof Dr Harun Nasution, Dekan pasca Sarjana IAIN Jakarta kepada Suara Karya  pekan lalu. Menurut Harun, ajaran Syiah Duabelas di dalam rukun Islamnya selain mengakui syahadat, shalat, puasa, haji, dan zakat juga menambahkan imamah . Imamah artinya keimanan sebagai suatu jabatan yang mempunyai sifat Ilahi, sehingga Imam dianggap bebas dari perbuatan salah. Dengan kata lain Imam adalah Ma'sum . Sedangkan dalam ajaran Sunni, yang dianut oleh sebagian besar umat Islam Indonesia berkeyakinan bahwa hanya Nabi Muhammad saja yang Ma'sum. Imam hanyalah orang biasa yang dapat berbuat salah. Oleh karena Imam bebas dari perbuatan salah itulah maka Imam Khomeini di Iran mempunyai karisma sehingga dapat menguasai umat Syiah di Iran. Apapun yang diperintahkan oleh Imam Khomeini selalu diturut oleh umatnya....

Dr. Danudirjo Setiabudi

Dr. Danudirdjo Setiabudi  adalah nama Indonesia dari Dr. Ernest F. E. Douwes Dekker. Beberapa waktu yang lalu, pemerintah memberikan gelar kepada Danudirjo sebagai Perintis Perkembangan Pers Indonesia, bersama beberapa orang yang lain yang berjasa. Kalau pemerintah menganggap Danudirjo sebagai perintis perkembangan pers Indonesia, maka sebenarnya jasa beliau lebih besar dari itu. Beliau adalah pendekar perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bersama Suwardi Suryaningrat (K. H. Dewantara) dan Dr. Cipto Mangunkusumo, mereka disebut Tiga Serangkai, karena mereka bertiga bersama-sama memperjuangkan kemerdekaan bangsa lewat wadah Indische Partij. Danudirjo Setiabudi lahir pada tahun 1879 di sebuah kota kecil di Jawa Timur yakni Pasuruan. Setelah berhasil menamatkan sekolah menengahnya dan sekolah lanjutannya di Indonesia, Danurdirjo pergi ke Eropa dan melanjutkan pelajarannya, kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Zurich (Swiss). Sejak bocah, Danudirjo telah memiliki jiwa kemerdekaan yang...

Cheng Ho dan Tiga Teori Jangkar Raksasa

S EBAGAIMANA catatan sejarah, pelayaran Laksamana Cheng Ho menyimpan berjuta kisah sejarah yang sangat menarik di nusantara. Tidak saja karena kebetulan petinggi kekaisaran Mongol yang menguasai daratan Tiongkok dari abad ke-13 sampai ke-17 itu beragama Islam, tetapi ekspedisi laut pada abad ke-15 Masehi itu membawa pengaruh politik dan budaya sangat besar. Jejak sejarah tinggalan ekspedisi Cheng Ho yang merupakan duta intenasional Kaisar Yongle, generasi ketiga keturunan Kaisar Ming dari Mongol yang menguasai daratan Tiongkok, tersebar di sepanjang Pulau Jawa bagian utara. Hinggi kini, jejak-jejak arkeologis, historis, sosiologis, dan kultur dari ekspedisi laut laksamana yang memiliki nama Islam Haji Mahmud Shams ini, bertebaran di sepanjang pantai utara (pantura) Jawa. Di Cirebon armada kapalnya sempat singgah dan menetap sebelum melanjutkan perjalanan ke arah timur dan mendarat di pelabuhan yang kini masuk wilayah Kota Semarang, Jawa Tengah. Laksamana Cheng Ho datang pada masa akhir...

Manunggaling Ilmu dan Laku

Alkisah ada seorang bocah pribumi yang telaten dan fasih membaca buku-buku tentang kesusastraan dan keagamaan, baik dalam bahasa Jawa, Melayu, Belanda, Jerman, maupun Latin. Bocah ini sanggup melafalkan dengan apik puisi-puisi Virgilius dalam bahasa Latin. Oleh  BANDUNG MAWARDI K etelatenan belajar mengantarkan bocah ini menjadi sosok yang fenomenal dalam tradisi intelektual di Indonesia dan Eropa. Bocah dari Jawa itu dikenal dengan nama Sosrokartono. Herry A Poeze (1986) mencatat, Sosrokartono pada puncak intelektualitasnya di Eropa menguasai sembilan bahasa Timur dan 17 bahasa Barat. Kompetensi intelektualitasnya itu dibarengi dengan publikasi tulisan dan pergaulan yang luas dengan tokoh-tokoh kunci dalam lingkungan intelektual di Belanda. Sosrokartono pun mendapat julukan "Pangeran Jawa" sebagai ungkapan untuk sosok intelektual-priayi dari Hindia Belanda. Biografi intelektual pribumi pada saat itu memang tak bebas dari bayang-bayang kolonial. Sosrokartono pun tumbuh dalam ...

Mengenang Peristiwa 40 Tahun Silam: Taruna "Militaire Academie" Berusaha Melucuti Senjata Tentara Jepang

I NDONESIA pernah memiliki akademi militer (akmil) yang berumur sekitar 5 bulan, tapi menghasilkan lulusan "Vaandrig" (Calon Perwira) berusia muda. Selama dalam pendidikan para tarunanya telah mengalami pengalaman heroik dan patriotik. Akmil itu adalah "MA (Militaire Academice) Tangerang". Sabtu pagi ini, para alumni MA Tangerang akan mengadakan apel besar di Taman Makam Pahlawan Taruna, Jl Daan Mogot, Tangerang, Jawa Barat. Selain untuk memperingati berdirinya akmil itu, apel sekaligus untuk memperingati 40 tahun "Peristiwa Pertempuran Lengkong (PPL)". Ketua Umum Dewan Harian Nasional Angkatan 45 Jenderal (Purn) H Surono akan bertindak sebagai inspektur upacara. PPL meletus 25 Januari 1946. Ketika itu taruna MA Tangerang yang menjadi inti pasukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat), dalam usahanya melucuti tentara Jepang di Lengkong, Kecamatan Serpong Tangerang, terjebak dalam pertempuran yang tidak seimbang. Direktur MA Tangerang, Mayor Daan Mogot...

Penyerbuan Lapangan Andir di Bandung

Sebetulnya dengan mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, orang asing yang pernah menjajah harus sudah angkat kaki. Tetapi kenyataannya tidak demikian. Masih ada saja bangsa asing yang ingin tetap menjajah. Jepang main ulur waktu, Belanda ngotot tetap mau berkuasa. Tentu saja rakyat Indonesia yang sudah meneriakkan semangat "sekali merdeka tetap merdeka" mengadakan perlawanan hebat. Di mana-mana terjadi pertempuran hebat antara rakyat Indonesia dengan penjajah. Salah satu pertempuran sengit dari berbagai pertempuran yang meletus di mana-mana adalah di Bandung. Bandung lautan api merupakan peristiwa bersejarah yang tidak akan terlupakan.  Pada saat sengitnya rakyat Indonesia menentang penjajah, Lapangan Andir di Bandung mempunyai kisah tersendiri. Di lapangan terbang ini juga terjadi pertempuran antara rakyat Kota Kembang dan sekitarnya melawan penjajah, khususnya yang terjadi pada tanggal 10 Oktober 1945. Lapangan terbang Andir merupakan sala...

Sejarah Lupakan Etnik Tionghoa

Informasi peran kelompok etnik Tinghoa di Indonesia sangat minim. Termasuk dalam penulisan sejarah. Cornelius Eko Susanto S EJARAH Indonesia tidak banyak menulis atau mengungkap peran etnik Tionghoa dalam membantu terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Padahal bila diselisik lebih jauh, peran mereka cukup besar dan menjadi bagian integral bangsa Indonesia. "Ini bukti sumbangsih etnik Tionghoa dalam masa revolusi. Peran mereka tidak kalah pentingnya dengan kelompok masyarakat lainnya, dalam proses pembentukan negara Indonesia," sebut Bondan Kanumoyoso, pengajar dari Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya UI dalam seminar bertema Etnik Tionghoa dalam Pergolakan Revolusi Indonesia , yang digagas Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Tiongkok (PPIT) di Depok, akhir pekan lalu. Menurut Bondan, kesadaran berpolitik kalangan Tionghoa di Jawa mulai tumbuh pada awal abad ke-20. Dikatakan, sebelum kedatangan Jepang pada 1942, ada tiga golongan kelompok Tionghoa yang bero...