Majalah Inggeris "Army Quarterly" yang terbit pada tanggal 30 Januari 1948 telah memuat tulisan seorang Mayor Inggeris bernama R. B. Houston dari kesatuan "10 th Gurkha Raffles", yang ikut serta dalam pertempuran di Indonesia sekitar tahun 1945/1946. Selain tentang bentrokan senjata antara kita dengan pihak Tentara Inggeris, Jepang dan Belanda di sekitar kota Jakarta, di Semarang, Ambarawa, Magelang dan lain-lain lagi. Maka Mayor R. B. Houston menulis juga tentang pertempuran-pertempuran yang telah berlangsung di Surabaya. Perlu kita ingatkan kembali, maka perlu dikemukakan di sini, bahwa telah terjadi dua kali pertempuran antara Tentara Inggeris dan Rakyat Surabaya. Yang pertama selama 3 malam dan dua hari, yaitu kurang lebih 60 jam lamanya dimulai pada tanggal 28 Oktober 1945 sore, dan dihentikan pada tanggal 30 Oktober 1945 jauh di tengah malam. Dan yang kedua dimulai pada tanggal 10 Nopember 1945 pagi sampai permulaan bulan Desember 1945, jadi lebih dari 21 hari lamanya atau lebih dari 500 jam.
Dalam kesaksian Mayor Houston antara lain menulis, bahwa dalam pertempuran yang kedua kalinya di Surabaya sejak 10 Nopember 1945 waktu dahulu itu, Rakyat Surabaya dengan keberanian dan fanatisme yang begitu luar biasa, sehingga--kata Mayor R. B. Houston--the Indonesian were only driven out of Sourabaya after a tremendous artillery and naval bombardment and twenty-one days of sever fighting. Yang artinya kurang lebih: Rakyat Indonesia hanya dapat didesak keluar dari kota Surabaya setelah digempur secara dahsyat oleh meriam-meriam artillery dan meriam angkatan laut, dan setelah dua puluh satu hari pertempuran secara sengit.
Perlu penulis menjelaskan pula di sini, bahwa Mayor R. B. Houston lupa bahwa kota Surabaya selama tiga pekan pertempuran itu tidak hanya dibom setiap siang dan malam oleh meriam-meriam angkatan darat dan angkatan laut Inggeris, tetapi juga oleh berpuluh-puluh pesawat terbang pemburu dan pengebom.
Pokoknya pertempuran di Surabaya dahulu memang hebat sekali. Beribu-ribu rakyat dan pemuda-pemuda kita gugur sebagai kusuma bangsa. Beribu-ribu lainnya luka-luka dan menjadi cacad seumur hidupnya. Sebaliknya Inggeris pun mengakui bahwa korban mereka berat sekali, sehingga seorang penulis lainnya yaitu Letkol. A. J. F. Doulton dalam buku kenang-kenangan Brigade Inggeris yang bertempur di Surabaya itu dengan judul: The Fighting Cock, menamakan kota Surabaya sebagai "Inferno" atau "Neraka" bagi dia. Sedangkan seorang perwira Inggeris lainnya bernama Kapten David Wehl dalam bukunya: The Birth of Indonesia, menulis bahwa sesudah pertempuran-pertempuran di Surabaya itu tidak ada lagi pertempuran-pertempuran di lain-lain daerah di Indonesia yang begitu dahsyat, begitu sengit, begitu tabah, dan begitu berani dan fanatik seperti di Surabaya itu. Kata-kata yang digunakan oleh Kapten David Wehl dalam bukunya adalah "the fanaticsm and fury of Surabaya was never repeated. There was not fighting in the Republican ranks to compare with Sourabaya, either in courage or in tenacity."
Kembali kita kutip tulisan Mayor R. B. Houston di atas menambahkan, bahwa sejak pertempuran-pertempuran di Surabaya itu rakyat Indonesia di mana-mana cepat bangkit memberontak melawan Tentara Inggeris, Belanda dan Jepang, laksana kecepatan api yang sedang membakar hutan yang kering. Kata Mayor R. B. Houston: The flames of revolt meanwhile spread through of Java with the speed of a jungle fire.---
************
Sumber: KORPRI, Tanpa tanggal
Komentar
Posting Komentar