Sebagai langkah awal pembangunan monumen perjuangan Bojongkokosan Sukabumi Jawa Barat (sekitar 20 kilometer arah timur Kota Sukabumi), belum lama ini dilaksanakan kerja bakti membersihkan areal yang direncanakan untuk pembangunan monumen tersebut. Kerja bakti itu dipimpin Bupati drs. H. Ragam Santika, Ketua DPRD Suparyadi, dan Kamawil Hansip Sukabumi Letkol Inf Abdel Hamid. Peserta terdiri dari pemuda, Hansip dll.
Pada hari yang sama Bupati Ragam Santika sekaligus mengomandokan pelaksanaan pembangunan monumen itu. Sebelumnya telah dibentuk panitia pembangunan yang diketuai Suparyadi. Dalam penjelasannya kepada wartawan, Bupati Sukabumi mengemukakan, pembangunan monumen itu merupakan perwujudan rasa cinta masyarakat Sukabumi terhadap para pejuang kemerdekaan. "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya," ucap Ragam Santika.
Dua Cara
Menurut Bupati Sukabumi, untuk membangun monumen itu seluruhnya diperlukan lahan seluas 2,5 hektar. Yang tersedia hingga saat ini baru 0,4 hektar dengan biaya pembebasan tanah Rp 17 juta. "Oleh karena itu, jika dalam waktu dekat ada dananya, uang tersebut tak akan dipakai untuk membangun monumennya tapi akan dibelikan tanah sekitar areal yang ada agar mencukupi," kata Bupati. Areal seluas 2,5 hektar diperkirakan sesuai dengan lokasi pertempuran Bojongkokosan pada tahun 1945.
Dikatakan, ada dua cara untuk menentukan bentuk monumen. Pertama, dengan melihat data visual yang ada di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta atau yang kedua lewat sayembara. Jika pembangunan itu dianggap memadai, akan dibuat pula bangunan tambahan berupa sarana rekreasi, perpustakaan, dan rumah makan.
Sementara itu, Suparyadi selaku Ketua Panitia Pembangunan Monumen menjelaskan, pihaknya selain berhasil menyediakan tanah seluas 0,4 hektar juga telah melakukan pendekatan dengan sejumlah pelaku pertempuran Bojongkokosan dan pendataan bekerja sama dengan Depdikbud agar memperoleh data otentik.
Kurang Patriotis
Sebenarnya untuk mengenang peristiwa berdarah 40 tahun yang lalu itu, di tepi jalan raya yang menghubungkan Sukabumi dengan Bogor telah dibuat "monumen" berupa sebuah tank yang digunakan tentara Sekutu pada pertempuran itu. "Monumen" itu diresmikan tepat pada hari Pahlawan ke-30 tanggal 10 November 1975.
Beberapa pelaku pertempuran menilai bahwa "monumen" berupa tank itu kurang tepat dan kurang patriotis. Malahan bisa diartikan lain oleh masyarakat, ucap seorang pelaku yang menolak disebut namanya. "Oleh karena itu, mumpung para pelaku masih banyak yang hidup, hendaknya dibangun monumen yang benar-benar bernilai sebagai alat untuk pewarisan semangat 45," ujarnya pula.
Ia menganjurkan agar setiap tahun peristiwa Bojongkokosan diperingati secara khusus. "Kalau perlu ada semacam 'napak tilas' oleh para pemuda agar mereka benar-benar menghayati jiwa kepahlawanan masyarakat Bojongkokosan dan Sukabumi pada umumnya.
Cuplis Lawan Tank
Berdasarkan data sejarah yang dimiliki Kodam III/Siliwangi, pertempuran Bojongkokosan berlangsung sangat dahsyat, di mana para pejuang kita dengan sejata alakadarnya melawan pasukan Sekutu dengan inti tentara Gurkha.
Pertempuran bermula dengan adanya berita lewat telepon yang diterima para pejuang bahwa dari Bogor ada konvoi Sekutu menuju Sukabumi. Berdasarkan berita itu, para pejuang kita mempersiapkan penghadangan di Bojongkokosan pada tempat yang strategis yaitu dari dua buah bukit di kiri-kanan jalan yang akan dilewati konvoi itu.
Sebenarnya tentara sekutu yang ada pada konvoi itu adalah "Speciale Troepen" yang dalam Perang Dunia II selalu unggul dalam pertempuran melawan pasukan Jepang di Asia Tenggara. Pasukan kita dengan semangat menyala-nyala namun penuh perhitungan tidak gentar menghadapi pasukan pilihan itu. Tank yang berada paling depan dihujani tembakan sehingga tank yang memang terhalang perjalanannya karena ada barikade yang dipasang sebelumnya, segera bergerak mundur. Akibatnya ratusan truk dan kendaraan lainnya terhalang, dan situasi ini dimanfaatkan pasukan kita untuk menggempur konvoi dengan semangat "rawe-rawe rantas, malang-malang putung," sehingga tentara sekutu kepayahan.
Di tengah berkecamuknya pertempuran, dari sebuah tank muncul seorang perwira sekutu berpangkat Kolonel dengan pipa cangklong yang tetap di mulut. Perwira itu berteriak-teriak memerintahkan pasukannya untuk melawan. Tanpa ampun lagi, seorang pejuang membidikkan senjatanya ke arah perwira itu dan menembaknya dengan tepat sehingga sang perwira langsung tewas serta terjatuh dari tank.
Akibat pertempuran itu, armada udara Sekutu dikerahkan untuk melakukan pembalasan. Mereka membom Parungkuda, Cibadak, dan daerah sekitar Gekbrong (antara Sukabumi-Cianjur).
Dikabarkan, tak hanya markas besar Sekutu di Jakarta yang heboh akibat pertempuran Bojongkokosan. Negeri Inggris pun ikut gempar, dengan munculnya pemberitaan di berbagai media khalayak pada tanggal 10 Desember 1945. Bahkan Parlemen Inggris minta pertanggungjawaban tentara Sekutu yang tidak mampu melawan lasykar rakyat Indonesia sehingga seorang perwira menengah tewas karenanya.
Menurut Lettu Purn. Djadjang Koesnadi (57) salah seorang pelaku pertempuran Bojongkokosan, pertempuran tersebut terjadi hari Minggu tanggal 9 Desember 1945, setelah konvoi Sekutu itu yang terdiri dari 4 tank, 3 panser, dan 120 truk penuh serdadu memasuki jalan sekitar 50 meter dari talang air Bojongkokosan.
Pasukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) yang menghadang konvoi berkekuatan 165 orang dipimpin Kapten Murad Idrus (almarhum). Persenjataan terdiri dari 8 pucuk Eddyston Hamburg, 6 pucuk Beamount/Dobbleloop, 6 pucuk pistol, dan 210 buah granat tangan campuran di samping bom Molotov, bambu runcing, dan golok.
Setelah pasukan kita mundur, puluhan tentara Sekutu menaiki bukit bekas pertahanan kita dengan maksud melakukan penyergapan. Namun kira-kira pk. 17.30 tiba-tiba muncul tiga buah pesawat terbang yang kemudian menembaki bekas pertahanan kita yang telah penuh berisi tentara sekutu. Akibatnya, sejumlah tentara sekutu jadi korban tembakan temannya sendiri. Demikian Djadjang Koesnadi. (Man's).---
Sumber: Suara Karya, 10 Mei 1985


Komentar
Posting Komentar