Langsung ke konten utama

BARET HIJAU DAN RIBUAN KORBAN

Konon, inilah cara Westerling melakukan operasi militer: seseorang dipotong telinganya, disuruh memakan potongan itu sambil digertak, disuruh menunjukkan persembunyian para pejuang, sebelum ditembak mati.

BERAPAKAH jumlah korban Westerling di Sulawesi Selatan sesungguhnya?

6 Desember 1946 Westerling dan Pasukan Para Khusus Baret Hijau mendarat di Makassar di bawah pimpinan Letnan Satu Westerling. Sebelumnya, pertengahan November, Pembantu Letnan Vermeulen telah tiba di Makassar guna mencari sasaran, agar tugas Westerling lancar. Di Sulawesi Selatan inilah pangkat pimpinan Baret Hijau dinaikkan menjadi kapten oleh Kolonel De Vries, Komandan Teritorial Borneo dan Timur Besar. Memang komandan inilah yang meminta bantuan dari Jawa guna menumpas perjuangan di wilayahnya. 

Belum lima hari di Makassar, Westerling memulai gerakannya. Dini hari 11 Desember Makassar timur mendapat giliran pertama. Pilihan daerah operasi ini karena diduganya dua pimpinan gerakan perjuangan bersembunyi di Kampung Batua di wilayah timur Makassar. Yakni Robert Wolter Monginsidi dan Ali Malakka.

Pasukan Baret Hijau, jumlah sekitar 130 orang, dipecah dua. Tugasnya jelas dan gamblang: mengumpulkan penduduk kampung, mencari senjata. Bila di sebuah rumah kedapatan senjata, langsung rumah itu dibakar.

Kepada orang-orang yang dikumpulkan Westerling berpidato bahwa tindakannya bukan tindakan politik--demikian Willem Ijzereef, sejarawan di Universitas Groningen, Belanda, dalam bukunya De Zuid-Celebes Affaire--Kapitein Westerling en de standrechtelijk executies atau "Peristiwa Sulawesi Selatan, Kapten Westerling dan pembunuhan dalam keadaan hukum perang". Dan segera saja yang disebutkannya sebagai bukan tindakan politik itu terwujud. Seorang ditembak mati. Kelompok Baret Hijau yang lain melihat sekelompok lelaki bersenjata. Segera tujuh orang tergeletak tak bernyawa.

Hari itu sekitar 3.000 penduduk dikumpulkan dari Batua dan sekitarnya. Laki-laki dipisahkan dari wanita dan anak-anak. Kemudian Westerling membacakan 74 nama yang dicari, yang disebutnya "pemimpin gerakan perlawanan, pembunuh, dan perampok." Setelah mengintimidasi sambil memberikan contoh nasib orang yang tak mau menunjukkan nama-nama itu--langsung ditembak di tempat--diperolehlah 32 nama dari 74 yang dicari. Ke-32-nya begitu saja dinyatakan bersalah, lalu diberondong senapan. Tak cukup di situ. Kampung Batua lalu dihujani mortir, kemudian dibakar. Dilaporkan operasi dari pukul setengah empat pagi sampai setengah satu siang itu menelan 42 korban.

Esoknya, 12 Desember, daerah delta Sungai Berang pun dioperasi. Diduga di situlah perdagangan senjata untuk "kaum ekstremis" dilakukan. Sebuah kampung dibakar. Sekitar 1.500 penduduk dikumpulkan. Sebuah perahu yang kebetulan lewat, tiga penumpangnya langsung dihabisi.

Dengan interogasi kilat dari 1.500 orang yang dikumpulkan diperoleh 61 nama yang langsung dihukum mati. Jumlah korban hari itu 80-an. Setelah dua kali operasi Westerling mendapat pujian dari Kolonel De Vries. Penguasa teritorial itu pun memuji-muji cara Westerling bertindak.

Kampung Kalakuang, sebuah kampung kecil di timur Makassar, jadi sasaran hari berikutnya. Terjadi sedikit perlawanan. Tapi kedua belas yang melawan itu tewas semuanya. Penduduk kampung lalu dikumpulkan di suatu tempat. Delapan orang mencoba melarikan diri, semuanya ditembak mati. Seorang perempuan meninggal. Ditemukan dokumen perlawanan dan senjata.

Pengusutan pun segera dilakukan. Ditemukanlah Letnan Tentara Rakyat Indonesia Abdula Latief dan sejumlah anggota pasukannya. Letnan Abdula Latief tak ikut ditembak mati karena bisa bahasa Belanda. Ia cuma ditawan. Belakangan hari ini diakui oleh Westerling sendiri.

"Ya, nasionalis Abdula Latief dan Hamzah, mereka itu nasionalis. Saya berkeyakinan dia pemimpin yang baik dan muda, jujur, dan banyak menyusahkan saya, tapi saya tidak membunuhnya. Juga Wolter Monginsidi, dia pintar berkelahi tapi dia bukan penjahat. Saya pernah bertempur melawan dia," (Ekspres, 22 Agustus 1970). Operasi dari pukul tiga pagi sampai pukul empat seperempat sore itu menelan nyawa 83 orang.

Adakah gaya Westerling pula untuk selalu mengganti kepala kampung setelah kampung diteror. Dengan cara itu, teorinya memang kepala kampung baru akan mudah diajak kerja sama. Tapi benarkah itu?

Selalu saja operasi demi operasi kebandelan penduduk tetap dijumpainya. Dan "upacara" mengambil seorang dari penduduk yang telah dikumpulkan, lalu memintanya menunjukkan yang mana "kaum ekstremis", selalu makan korban. Seorang atau dua orang yang dicomot biasanya tetap membisu. Dan maut jatuh. Kalau sudah begitu, baru ada yang menunjuk-nunjuk, entah yang ditunjuknya benar pejuang atau bukan.

Dalam buku Willem Ijzereef itu pula dibandingkan jumlah korban di Sulawesi Selatan menurut Westerling dan menurut pihak militer Belanda sendiri, selama 11 Desember 1946 sampai dengan 5 Maret 1947. Operasi militer sampai dengan 17 Februari menurut Westerling ia hanya membunuh 350 orang. Sementara itu, pihak militer Belanda sendiri mencatat korban Westerling sampai hari itu sekitar 1.000.

Teror kemudian diteruskan ke Parepare, Mandar, dan Bontain. Di tiga daerah ini dikabarkan hampir 700 orang kena bantai. Jumlah itu semua belum termasuk korban yang oleh Westerling disebut "perampok" yakni sekitar 2.600 orang. Lalu mereka yang tak sempat menyelamatkan diri ketika kampung dibakar, lebih dari 550 orang. Dengan data yang dikemukakan Ijzereef, secara kasar korban Westerling (baru Westerling, belum tentara Belanda yang lain) sekitar 5.000 orang.

Adapun angka 40.000 yang populer itu, menurut Sekretaris Corps Hasanuddin yang diwawancarai majalah Ekspres pada 1970, begini. Pada peringatan korban teror Westerling di Yogyakarta, 1949, Kahar Muzakkar berpidato di Kepatihan Yogyakarta, di hadapan Presiden Soekarno. Di situlah disebut-sebut angka 40.000 itu.

Adakah Willem Ijzereef ketika menulis bukunya tak mencoba mewawancarai Westerling? "Ia tak pernah mau diwawancarai ketika saya lagi menulis skripsi yang kemudian terbit sebagai buku itu," tuturnya kepada koresponden TEMPO di Rotterdam. "Setelah buku saya terbit dialah yang menelepon saya. Dan dia selalu mempertahankan diri dengan mengatakan bahwa tidak pernah melakukan kejahatan perang."

Hendrik M. (Rotterdam)



Sumber: Tempo, 12 Desember 1987



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Korban Westerling Tolak Permintaan Maaf Belanda

JAKARTA, (PR),- Hubungan diplomatik Indonesia-Belanda dinilai ilegal. Soalnya, baik secara internasional maupun nasional, tidak ada dasar hukumnya. "Coba, apa landasan hukum hubungan Indonesia-Belanda. Ini perlu dipertanyakan dan dikaji oleh pakar hukum tata negara," kata sejarawan Anhar Gonggong dalam diskusi bertajuk "Permintaan Maaf Belanda atas Kasus Westerling" bersama anggota Dewan Perwakilan Daerah Abdul Aziz Kahhar Mudzakkar dan Ketua Utang Kehormatan Belanda (KUKB) Batara Hutagalung di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (4/9/2013). Sampai saat ini, kata Anhar, Belanda tidak mengakui kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 dan hanya mengakui Indonesia merdeka tanggal 27 Desember 1949. Begitu pula dengan Indonesia yang bersikukuh bahwa kemerdekaannya diproklamasikan 17 Agustus 1945. "Artinya, Belanda memang tak pernah ikhlas terhadap Indonesia. Karena sejak Indonesia merdeka, Belanda kehilangan lumbung ekonomi dan politik," tambah guru besar se...

Kubah Mesjid, Bukan Asli Arsitektur Islam

K ubah sebagai bagian dari arsitektur bangunan, bukan merupakan nama yang asing lagi kedengarannya. Ia merupakan bagian yang sukar dipisahkan dari bangunan mesjid. Kubah memang seakan sudah menjadi trademark- nya arsitektur mesjid di dunia. Hampir dapat dipastikan bahwa semua mesjid yang ada di muka bumi ini menyertakan kubah sebagai bagian dari bangunan mesjidnya. Tak heran pula, bila kemudian ada yang mengatakan bahwa kubah merupakan ciri khas dari arsitektur mesjid. Bahkan kubah telah menjadi simbol dari bangunan mesjid. Lapangan Terbuka Pada awalnya, mesjid bukanlah merupakan suatu bangunan yang megah perkasa seperti mesjid-mesjid yang tampil di masa kejayaannya yang penuh keindahan dengan ciri-ciri keagungan arsitektural pada penampilan mesjidnya. Mesjid Quba di Madinah sebagai mesjid pertama yang didirikan oleh Nabi Muhammad s.a.w. di sekitar tahun 622 M misalnya, memiliki bentuk yang sangat sederhana dan merupakan karya spontan masyarakat muslim di Medinah saat itu. Denahnya seg...

Bagaimana Westerling Bisa Lolos dari Indonesia (2) Menyamar sebagai "Sersan Ruitenbeek" dengan Paspor Palsu Mendarat di Singapura

Oleh: H ROSIHAN ANWAR Malam tanggal 9 Februari 1950 Komisaris Tinggi Belanda, Dr. Hirschfeld mengadakan jamuan menghormati Staatssecretaris van Oorlog dari Belanda yang dihadiri oleh PM RIS Mohammad Hatta dan Menteri Pertahanan Sultan Hamengku Buwono. Kedua orang ini pada suatu kesempatan terpisah berbicara dengan Dr. Hirschfeld dan mengatakan jikalau Westerling jatuh ke tangan Belanda, mereka akan menuntut penyerahannya agar diajukan ke mahkamah pengadilan karena percobaannya melakukan kudeta di Bandung tanggal 23 Januari 1950. Adapun ucapan Presiden Sukarno yang berasal dari sebelum tanggal 23 Januari tidak lagi berlaku. Penegasan pendirian Indonesia ini berarti suatu perubahan dari reaksi-reaksi pribadi mereka yang pertama. Maka Komisaris Tinggi Belanda lalu mengambil jarak dari rencana pelolosan Westerling. Karena RIS menuntut agar Westerling diserahkan apabila dia jatuh ke tangan Belanda, maka ditekankan oleh Komisaris Tinggi bahwa anggota-anggota angkatan bersenjata Belanda dalam...

49 Tahun yang Lalu, Westerling Bantai Puluhan Ribu Rakyat Sulsel

S EPANJANG Desember, mayat-mayat bersimbah darah tampak bergelimpangan di mana-mana. Pekik pembantaian terus terdengar dari kampung ke kampung di Tanah Makassar. Ribuan anak histeris, pucat pasi menyaksikan tragedi yang sangat menyayat itu. Tak ada ayah, tak ada ibu lagi. Sanak saudara korban pun terbantai. Lalu, tersebutlah Kapten Reymond Westerling, seorang Belanda yang mengotaki pembantaian membabi buta terhadap rakyat Sulawesi Selatan 11 Desember, 49 tahun yang lalu itu. Hanya dalam waktu sekejap, puluhan ribu nyawa melayang lewat tangannya.  Makassar, 11 Desember 1946. Kalakuang, sebuah lapangan sempit berumput terletak di sudut utara Kota Makassar (sekarang wilayah Kecamata Tallo Ujungpandang). Di lapangan itu sejumlah besar penduduk dikumpulkan, lalu dieksekusi secara massal. Mereka ditembak mati atas kewenangan perintah Westerling. Bahkan, sejak menapakkan kaki di Tanah Makassar, 7 sampai 25 Desember 1946, aksi pembantaian serupa berulang-ulang. Westerling yang memimpin sep...

Jumat Berdarah Itu Merenggut 40.000 Rakyat Sulsel

D ini hari, 11 Desember 1946, Pasukan Para Khusus Baret Hijau pimpinan Raymond Paul Pierre Westerling memulai gerakannya di Sulawesi Selatan. Sasaran pertama di wilayah timur Makassar. Di daerah ini, dua pimpinan gerakan perjuangan diduga bersembunyi, tepatnya di Kampung Batua. Kedua pimpinan pejuang itu adalah Robert Wolter Monginsidi dan Ali Malakka. Penduduk kampung dikumpulkan. Jumlahnya sekitar 3.000 orang, penduduk Batua dan sekitarnya. Laki-laki dipisahkan dari perempuan dan anak-anak. Westerling kemudian tampil ke depan, membacakan 74 nama yang dicari. Nama-nama itu disebutnya "pemimpin gerakan perlawanan, pembunuh, dan perampok". Letnan Satu Westerling bersama Pasukan Para Khusus Baret Hijau-nya mendarat di Makassar, awal Desember 1946. Di daerah itu pangkat pria keturunan Belanda (ayah) dan ibu bangsawan Turki ini dinaikkan setingkat lebih tinggi, menjadi Kapten oleh Kolonel De Vries, Komandan Territorial Borneo dan Timur Besar. De Vries memuji cara kerja Westerling...

Kepiawaiannya Membuat Sunan Kudus Jadi Idola Kaum Muda

S elain dikenal sebagai tokoh penyebar Islam di daerah pesisir utara Jawa, Sunan Kudus juga merupakan pujangga besar. Kepiawaiannya mengarang cerita-cerita yang sarat filsafat dan jiwa keagamaan, praktis membuat dia menjadi idola kaum muda kala itu. Gending maskumambang  dan mijil  merupakan dua buah ciptaannya yang melegenda hingga kini. Khusus dalam ilmu agama, Sunan Kudus yang bernama asli Ja'far Shodiq ini merupakan sosok paripurna. Dia sangat menguasai ilmu tauhid, ushul fiqh, hadist, tafsir, juga mantiq. Karena itu, di antara sembilan wali, Sunan Kudus dikenal sebagai waliyul ilmi. Sebagai ahli ilmu agama, Sunan Kudus memiliki begitu banyak murid dan kader yang terserak di berbagai pelosok daerah. Karena itu, hampir di setiap kampung di seputar Kudus kini terdapat makam murid Sunan Kudus yang turut berjasa dalam syiar Islam di Jawa pada tahap awal ini. Dalam melakukan syiar Islam, cara yang ditempuh Sunan Kudus sebenarnya tak banyak berbeda dengan wali-wali lain: m...

Sang Cipta Rasa, Mesjid dengan Sejarah yang Panjang

* Tempat Syekh Siti Jenar Dihukum Mati Jika kita mendengar kata Cirebon, mungkin ingatan kita tertuju kepada kota udang, sebagaimana julukan kota ini. Namun dalam kenyataannya lebih dari itu. Cirebon tidak hanya terkenal sebagai kota penghasil lauk dari udang, tetapi juga terkenal sebagai kota yang memiliki berbagai peninggalan purbakala seperti mesjid, kraton, dan kompleks makam. Sebagai bekas kerajaan yang bercorak Islam, peranan Cirebon dalam sejarah kuno Indonesia, khususnya sejarah Jawa Barat, tidak dapat dikatakan kecil. Hal ini antara lain ditandai dengan sejumlah bangunan purbakala seperti di atas dan hasil-hasil kesusastraan kuno. Jaman keemasan dan kemakmuran Cirebon, rupanya dialami pada masa pemerintahan Syarif Hidayatillah (Sunan Gunung Jati) pada tahun 1479-1568. Pada masa ini Syarif Hidayatillah menjabat sebagai susuhunan agama dan kepala negara. Salah satu bangunan purbakala yang berasal dari masanya adalah Mesjid Agung Sang Cipta Rasa. Mesjid Agung: Menurut Sejarah dan...