PERANG Dunia II menunjukkan perkembangan menarik. Keberhasilan pihak Sekutu di front Afrika - Eropa oleh Jenderal Eisenhower, diimbangi dengan kemajuan yang sama di front Asia - Pasifik. Sementara itu, Rusia pun mulai bergerak. Operasi Barbarosa yang digelar berhasil gemilang. Dengan cepat pasukan Sekutu bergerak ke barat. Kemenangan Sekutu makin kentara membuat Jepang kalang kabut.
Dengan berbagai upaya, Jepang berusaha mempertahankan kedudukannya, terutama di kawasan Asia. Memaksa Sekutu mengambil jalan pintas di front Asia - Pasifik untuk segera menghancurkan Jepang.
Bom atom dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki pada 6 dan 9 Agustus 1945 mengakhiri Perang Asia Timur Raya. Kesempatan itu dimanfaatkan Bung Karno. Selagi Jepang dalam keadaan tak berdaya, diproklamirkanlah kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Insiden Hotel Yamato
Kemerdekaan Indonesia yang dikumandangkan secara mendadak itu membuat Sekutu heran. Belanda pun bingung. Sesuai perjanjian Postdam yang ditandatangani bulan Juli 1945 yang menyatakan antara lain bahwa "wilayah pendudukan" harus dikembalikan kepada penguasa semula, berarti Indonesia harus dikembalikan kepada Belanda.
Dipertegas dengan perjanjian San Fransisco pada bulan September antara Sekutu dengan Belanda dan ditambah keputusan PBB melalui diplomasi Ratu Wilhelmina, Belanda masih diakui sebagai pemegang kekuasaan. Maka ketika Bung Karno mengumandangkan kemerdekaan Indonesia, Belanda kaget, bingung.
Untuk menguasai Indonesia kembali, tidak ada jalan lain kecuali melancarkan perang. Belanda menyusun kekuatan, strategi bahkan pat gulipat.
Suasana panas yang terjadi di Indonesia setelah Jepang melepaskan kekuasaannya mereka manfaatkan. Bekas tawanan perang dan kaum Indo-nya hendak mendirikan kekuasaan tandingan. Dan mereka mulai berlagak.
Sesuai dengan pertemuan rahasia di Chequers antara Inggris dan Belanda di mana Sekutu yang diwakili Inggris mendapat kekuasaan untuk dan atas nama Belanda menduduki Indonesia, merupakan kesempatan bagus bagi Belanda membonceng Sekutu datang ke Indonesia. Sejak itu, suasana kian memanas.
Bahkan di beberapa daerah telah terjadi kontak senjata antara pemuda pejuang melawan Belanda yang berusaha menguasai kembali bekas jajahannya.
Kedatangan tokoh-tokoh NICA di Surabaya seperti Letkol Roclofsen, Kapten Laut Huijer, Residen Mansenn, dan lain-lain memicu ketegangan di kota buaya tersebut. Maka ketika pada 19 September 1945 NICA (Belanda) mengibarkan bendera tiga warna (merah-putih-biru) di puncak Hotel Yamato di perempatan jalan Tunjungan Surabaya, darah arek-arek Surabaya seperti menggelegak. Dengan berani para pemuda menurunkan bendera merah-putih-biru, dan diganti bendera merah putih setelah menyobek warna birunya. Itulah insiden pertama kali di Surabaya yang membawa lahirnya Hari Pahlawan, Nopember 1945.
Ancaman Hawthorn
Kenekatan dan kegigihan arek-arek Surabaya berhasil gemilang.
Pertempuran yang diawali insiden di Hotel Yamato meluas hampir di seluruh kota. Kedudukan Sekutu semakin sulit dan terjepit, memaksa Kapten Laut Huijer meminta bala bantuan Jepang untuk bersama-sama menggempur pemuda pejuang. Permintaan bantuan itu termuat dalam laporan Huijner di buku Militair Beleid jilid 8-A dan 8-B antara lain Huijer berkata, "Saya perintahkan kepada jenderal Jepang untuk mengadakan perlawanan dengan menggunakan seluruh kekuatan senjata terhadap rakyat Indonesia yang sedang memberontak."
Tetapi, permintaan Huijer itu tidak mendapat tanggapan serius dari bala tentara Jepang, karena banyak yang sudah menyerah tanpa perlawanan kepada pemuda pejuang.
Praktis, kedudukan NICA semakin sulit. Hal ini berdampak positif, mengangkut nama Indonesia di dunia internasional. Mereka kagum akan semangat juang dan rasa patriotisme bangsa Indonesia. Kenyataan ini semakin membuat gusar Sekutu, memaksa Mayjen DC Hawthorn selaku komandan pasukan keamanan di Jawa, Madura, Bali, dan Lombok menyebar selebaran pada 27 Oktober 1945.
Terdiri dari 11 pasal, isi selebaran itu pada hakikatnya meminta agar senjata-senjata yang dikuasai Indonesia dikembalikan kepada Sekutu, disertai sanksi, siapa saja yang kelihatan membawa senjata akan ditembak mati.
Ancaman ini tidak membuat gentar pejuang Indonesia. Sebaliknya malah memicu kemarahan arek-arek Surabaya. Pertempuran jadi meluas di seluruh penjuru kota, setelah datangnya bala bantuan dari berbagai daerah. Hanya dalam tempo satu hari, kedudukan Sekutu kian mengkhawatirkan.
Mallaby Tewas
Dalam pertempuran di dekat Jembatan Merah, Mallaby komandan Brigade 49 tertembak mati dalam mobilnya. Kematian Mallaby ini menimbulkan misteri yang berkepanjangan. Menurut perhitungan para pengamat, kemungkinan tewasnya Mallaby justru karena ulah NICA. Tujuannya mengadu domba antara Inggris dan Indonesia, sebab kala itu sebenarnya masih dalam suasana gencatan senjata.
Dengan terbunuhnya Mallaby, diharapkan NICA agar Inggris (Sekutu) menghancurkan Indonesia karena mengingkari gencatan senjata. Kalau ini terjadi, NICA yang memetik keuntungan. Dari beberapa penyelidikan, dugaan ini mendekati kebenaran. Meskipun hal ini sulit dibuktikan.
Namun yang sungguh menarik, di seputar lokasi pertempuran banyak ditemukan mayat pasukan NICA yang menyamar sebagai orang Gurkha (Inggris), dengan cara menggosok badannya menyerupai pasukan Gurkha. Ini terbukti, banyak mayat pasukan Gurkha setelah dibersihkan ternyata banyak di antara mereka mayat NICA.
Mallaby digantikan Brigjen Mansergh. Sementara itu bala bantuan pasukan Sekutu terus berdatangan. Tanggal 9 Oktober 1945, tercatat sedikitnya 24.000 prajurit Sekutu dari divisi 5 tiba di Surabaya. Merasa kekuatannya sudah pulih, Brigjen Mansergh menuntut tanggung jawab para pejuang atas kematian Mallaby. Tuntutan ini lantas terkenal dengan istilah ultimatum Brigjen Mansergh pada tanggal 31 Oktober 1945 yang berbunyi: "Kalau sampai tanggal 10 November 1945 jam 06.00 pagi pembunuh Mallaby tidak diserahkan, maka angkatan darat, laut, dan udara Inggris akan dikerahkan untuk menghancurkan Indonesia."
Neraka Surabaya
Ultimatum berupa tantangan itu mendapat sambutan hangat arek-arek Surabaya. Dan pertempuran pun berkobar dengan hebat. Ancamana Mansergh tidak main-main. Pada pertempuran kali ini Sekutu mengerahkan seluruh kekuatan. Antara lain menggerakkan kapal perang Cruiser Sussex didampingi 4 buah destroyers, 8 pesawat terbang Thunderbolts dan 4 buah pesawat Mosquito masih ditambah 21 buah tank Sherman. Dengan kekuatannya inilah, Sekutu menghujani Kota Surabaya dengan meriam dan senapan mesin, hingga banyak jatuh korban di pihak kita. Tapi justru dari sini, Indonesia mendapat sorotan dunia internasional yang diakui kekompakannya.
Bahkan Inggris pun mengakui, bahwa pertempuran di Surabaya tersebut merupakan pengalaman pahit baginya. Hal ini sesuai pengakuan yang ditulis oleh divisi ke-23 tentara Inggris dalam bukunya yang antara lain menyebutkan The losses in this inferno were grievous enough.
Memang, Sekutu (Inggris) menganggap bahwa Surabaya adalah neraka. Sebaliknya bagi para pejuang Indonesia pertempuran Surabaya merupakan gemblengan untuk tetap tegak teguhnya kemerdekaan.. Akhirnya pertempuran Surabaya inilah yang melahirkan Hari Pahlawan bagi bangsa Indonesia. (Kornel)
Sumber: Tidak diketahui, 10 November 1995
Komentar
Posting Komentar