Langsung ke konten utama

Westerling & Bernhard

Oleh SYAFIK UMAR

SEDIKITNYA 61 prajurit pejuang Siliwangi gugur dalam peristiwa kudeta "Angkatan Perang Ratu Adil" (APRA) dipimpin Westerling di Bandung pada 23 Januari 1950. Dalam serangan APRA ke Markas Divisi Siliwangi di Jalan eude Hospitalweg (sekarang Jln. Lembong) Bandung itu di antara yang gugur adalah Letkol Lembong, Mayor Ir. Djoko Sutikno, Mayor Sacharin, Kapten Dudung. Mereka gugur sebagai pahlawan pejuang mempertahankan Republik Indonesia.

Peristiwa ini patut kita kenang dalam rangka memperingati Hari Kebangkitan Nasional ke-103 dan Ulang Tahun Kodam III/Siliwangi ke-65 pada 20 Mei 2011 besok. Menurut catatan yang dihimpun Museum Mandala Wangsit Siliwangi Bandung, hari itu gugur 79 anggota TNI karena ada yang ditembak di jalan raya. Sebelumnya, setelah persetujuan Renville, Kapten Raymond Pierre Paul Westerling dengan pasukannya Korps Speciale Troepen (KST) atau Korps Pasukan Khusus bertugas di Jawa Barat. Pada 17 April 1948, komandan pasukan Koninklijke Leger (KL) Mayor KL R. F. Schill di Tasikmalaya melaporkan kepada atasannya Kolonel KL M. H. P. J. Paulissen tentang pembunuhan sewenang-wenang pasukan KST. Pada 13 dan 16 April 1948 di Tasikmalaya dan Ciamis, pasukan KST membantai 10 penduduk tanpa alasan yang jelas. Tahun-tahun sebelumnya Westerling melakukan pembunuhan massal di Sulawesi Selatan. Pada 1947, delegasi RI menyampaikan laporan kepada Dewan Keamanan PBB tentang pembantaian penduduk Sulsel. Dilaporkan, Westerling dengan pasukan khususnya sejak Desember 1946, membunuh sekitar 40.000 penduduk Sulsel.

Pada 1969, Pemerintah Belanda melakukan pemeriksaan terhadap korban pembantaian pasukan Westerling di Sulsel. Menurut laporan Pemerintah Belanda jumlah korban diperkirakan 3.000 orang. Westerling mengaku, korban akibat aksi pasukannya di Sulawesi Selatan sekitar 600 orang (Wikipedia).

Akhir-akhir ini, di negeri Belanda terbit buku yang menggemparkan. Isinya menyangkut keterlibatan sejumlah tokoh di Indonesia maupun di negeri Belanda termasuk keluarga kerajaan terhadap peran Westerling di Indonesia. "Ini penting juga bagi Siliwangi dan Jawa Barat," kata Rosihan Anwar, sambil memandang saya. Saat itu, peluncuran bukunya "Napak Tilas ke Belanda" di Hotel Santika, Jakarta, 10 Mei 2010. Buku Rosihan ini juga memuat tentang Westerling.

Rosihan Anwar (alm.) dalam perjalanan ke negeri Belanda medio Desember 2009 untuk memperingati 60 tahun Konferensi Meja Bundar (KMB) Belanda-Indonesia di Den Haag (23 Agustus - 3 November 1949) menerima buku penting mengenai hubungan Pangeran Bernhard dan Westerling. Buku yang menggemparkan negeri Belanda itu berjudul ZKH-Hoog spel aan het hof van Zijne Koninklijke Hoogheid (ZKH-Permainan Tinggi di Istana Pangeran Diraja). Buku itu berisi catatan harian rahasia, ditulis oleh Mr. dr. LB van Maasdijk, sekretaris umum rumah tangga Ratu Juliana. Yang sangat menarik ialah konspirasi (persekongkolan) Pangeran Bernhard, Westerling, Sultan Pontianak Hamid, dan Diplomat Pakistan Sirdar Iqbal Ali Shah pada awal 1950 untuk menggulingkan pemerintah RIS dan Presiden Soekarno.

Peristiwa ini sudah berlalu 60 tahun. Jadi, sudah menjadi hak sejarah untuk boleh diketahui umum. Isi buku ZKH menjelaskan Nederland dan Indonesia menandatangani perjanjian untuk membentuk satu Uni Belanda-Indonesia, menurut contoh Persemakmuran Inggris. Uni terdiri atas Nederland Antillen, Suriname, Nederlands Nieuw-Guinea, dan Republik Indonesia Serikat, yang terdiri atas tujuh negara bagian (deelstaten) yaitu Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, Pasundan, Jawa Timur, Madura, Sumatra Timur, dan Jawa Tengah. Kepala Uni adalah Ratu Juliana.

Mengapa Sultan Hamid II yang oleh teman-temannya dipanggil Max Alkadrie turut terlibat dalam kudeta Westerling, karena ia ingin menjadi Menteri Pertahanan. Ia tidak puas dengan jabatannya sebagai Menteri Negara. Lalu untuk menyelidiki, apakah staf Pangeran Bernhard terlibat dalam penyelundupan senjata ke Indonesia dan menentang pembesar Indonesia, pemerintah Belanda mengeluarkan perintah resmi tetapi rahasia. Dan yang lebih sensitif apakah dengan satu dan lain cara Pangeran Bernhard gekompromitteerd atau mencurigakan. Perintah resmi itu ditujukan kepada Koninklijke Marechaussee atau pihak Marsose.

Ada sembilan laporan pihak Marsose kerajaan mengenai aktivitas Pangeran Bernhard. Laporan itu bersifat zeer geheim, sangat rahasia. Penyelidikan Marsose kerajaan tampak mau "melindungi" Pangeran Bernhard, sehingga pangeran tidak pernah langsung diperiksa ke depan penyidik tetapi diperiksa by prary, artinya diwakili orang lain. Namun, cukup banyak fakta yang sangat menarik tersingkap. Tanggal 12 Maret 1950 bagaikan ledakan bom. Dalam laporan Marsose no. 1 dicatat ada hubungan antara anggota staf Pangeran Bernhard, Prof. Jan Willem Duyff (dari Universitas Leiden) dengan Westerling. Dalam laporan pertama Marsose itu disebutkan Jan Willem Duff dan Ali Shah (Diplomat Pakistan) sejak 1949 menyerahkan senjata kepada Daroel Islam (DI) di Indonesia.

Marsose mencatat, Pangeran Bernhard dan Willem Duyff terlibat dalam mempertahankan pangkalan angkatan laut Surabaya. Tujuannya agar pangkalan Surabaya menjadi enclave (daerah kantong) Amerika-Belanda. Ini berarti pelanggaran bagi penyerahan kedaulatan bagi Indonesia. Van Maasdijk sangat mencemaskan keterlibatan Pangeran Bernhard dalam kudeta Westerling di Bandung dan Jakarta tanggal 23 Januari 1950. Keterlibatan pangeran dengan Westerling ditegaskan oleh Rob Smulders, mantan ajudan Komandan KNIL, Letjen Simon Spoor. Jan Willem Duff berteman baik dengan Spoor. Sebagai liaison (penghubung) Pangeran Bernhard tidak hanya berhubungan dengan Spoor, tetapi juga dengan Westerling. Duyff juga mengumpulkan dana dari para pimpinan perusahaan Belanda di Indonesia baik dari perbankan maupun perminyakan (BPM) unuk membiayai operasi Ali Shah. Apakah dana itu sampai ke Westerling, tidak dijelaskan.

Rob Smulders bersahabat baik dengan Westerling dan dia juga mengurus berbagai keperluan Westerling, sampai pemakaman Westerling pada 1987. Pangeran Bernhard memberikan sumbangan 500 gulden, dengan nama samaran Teengs Gerritsen. Gerritsen adalah sahabat baik pangeran yang namanya juga muncul dalam affair-Lockheed (soal Pangeran Bernhard terlibat urusan komisi pembelian pesawat terbang Lockheed).

Kembali kepada tujuan Westerling melakukan kudeta dengan APRA-nya. Westerling ingin melumpuhkan para pembesar militer dan politik RI di Jakarta dan mendirikan pusat kekuasaan di Bandung dengan Negara Pasundan basis utamanya. Untuk itu, ia bekerja sama dengan DI/TII pimpinan Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo.

Apa tujuan Pangeran Bernhard melibatkan diri dalam kudeta Westerling. Jawabannya sederhana sekaligus mengejutkan. Dia mau menjadi Oonderkoning atau raja muda di Indonesia. Pangeran Bernhard mau menjadi Viceroy dari Indonesia mencontoh Lord Mountbatten (Inggris) di India. Para saksi memberikan testimoni tentang ambisi Pangeran Bernhard itu secara tertulis. Tidak hanya dari laporan Marsose kerajaan, laporan itu juga dari surat Pangeran Bernhard kepada Jenderal Douglas MacArthur dan Jenderal Walter Bedell Smith. Sumber lain mengiyakan yaitu Smulders, Ritmeerster (ajudan Letjen Spoor) hingga Map Savalle, teman Westerling.

Pasukan APRA Westerling ini dihancurkan dalam perjalanannya menuju ke Jakarta dari Bandung. Pada 24 Januari 1950 pasukan APRA yang menuju Jakarta dicegat TNI di Ciranjang, Mande, Cikalong, dan Pacet. Pasukan Siliwangi dari Batalyon H (kemudian menjadi Batalyon 1410, kelak menjadi Yon 310) yang kembali ke Bandung banyak yang berlumuran darah. Pembersihan anggota KNIL dan sipil yang terlibat dilakukannya termasuk Menteri Negara Kabinet RIS Sultan Hamid II ditangkap.

Westerling lolos. Untuk menghindari penangkapan, Westerling berkeliaran di taman-taman kota dan tidur di emperan toko. Setelah berpindah-pindah dan sempat menginap di kediaman seorang anggota KNIL di Jakarta, Westerling akan dikirim ke Papua. Karena dirasakan tidak aman, perwira tinggi Belanda di Jakarta mengirimkan Westerling ke Singapura dengan pesawat catalina milik Dinas Penerbangan Angkatan Laut (Marineluchtvaartdienst-MLD). Sebulan setelah kudeta gagal, Rabu 22 Februari 1950, dengan mengenakan seragam Sersan KNIL Willem Ruitenbeek, Westerling diterbangkan ke Tanjung Pinang, Riau, lewat Tanjung Priok. Dari Tanjung Pinang, pesawat catalina menuju Singapura dan menurunkan Westerling di perairan Singapura.

Karena penyelundupan dirinya itu, Westerling dijatuhi hukuman satu bulan penjara di penjara Changi. Pemerintah Indonesia meminta agar Westerling diekstradisi ke Indonesia. Akan tetapi, ditolak karena Westerling bukan warga negara Indonesia. Pada 21 Agustus 1950 Westerling terbang menuju Brussel, Belgia. Baru pada April 1952, Westerling diam-diam masuk ke negeri Belanda. Westerling meninggal dunia pada 1987 di Purmerend, Belanda. ***


Penulis, wartawan senior "PR".


Sumber: Pikiran Rakyat, 19 Mei 2011


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ajaran Tasawuf pada Masjid Agung Demak

Oleh Wiwin Nurwinaya Peminat Sejarah dan Arsitektur Islam D asar-dasar ajaran tasawuf sudah ada sejak zaman prasejarah yang ditandai dengan kepercayaan terhadap kekuatan alam dan kekuatan gaib, hal ini tercermin dari karya seni yang banyak berlatarkan religi, seperti halnya seni bangunan, bentuk menhir, punden berundak dan sebagainya. Dasar-dasar ajaran tersebut kemudian berkembang menjadi suatu konsepsi universal yang percaya terhadap kenyataan bahwa ruh manusia akan meninggalkan badan menuju ke alam makrokosmos. Dalam ajaran Islam, ajaran tasawuf merupakan suatu praktik sikap ketauhidan seseorang dalam mendekatkan diri kepada Allah. Ajaran tasawuf ini dianut oleh kaum sufi  yaitu sekelompok umat yang selalu berusaha untuk mendekatkan diri kepada Allah sedekat-dekatnya dan menjauhkan diri dari kesenangan duniawi dan hidupnya senantiasa diisi dengan ibadah semata. Sufi berasal dari kata safa  yang berarti kemurnian, hal ini mengandung pengertian bahwa seorang sufi adalah orang...

Janda Menteri "Gerilya" Soepeno Terus Berjuang

Meski usianya kini sudah 72 tahun, Nyonya Tien Soepeno, istri pahlawan nasional Soepeno, masih tetap beredar di lingkungan organisasi sosial politik, kemasyarakatan, dan dunia pendidikan di Jawa Tengah. Selain masih aktif sebagai dosen Universitas Semarang, isteri mantan Menteri Pembangunan dan Pemuda ini juga memegang Ketua Yayasan Gedung Wanita Semarang dan Ketua Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum untuk Wanita dan Keluarga (LKBH UWK) di Semarang. Di kancah politik, dia pernah dipercaya DPD Golkar Jateng sebagai anggota komisi A (Polkam dan perundang-undangan) dan komisi B (Anggran dan Perusda) DPRD I Jawa Tengah 1982-1987. Selain itu, masih banyak kegiatannya di ormas, seperti di Perwari, Badan Koordinasi Organisasi Wanita (BKOW), Himpunan Wanita Karya, Pekerja Perempuan, Yayasan Mardi Waluyo, dan sebagai Kabid Kemasyarakatan Gerakan Pramuka Gudep IX Kwarda Jateng. Di organisasi yang terakhir ini, ia bersama 203 orang wakil dari Indonesia mengikuti jambore internasional yang diikuti ...

Menyelusuri Masjid-masjid Tua: Dari Imigran India hingga Cina

M enyelusuri kawasan kota lama di Jakarta, hingga kini banyak ditemui masjid tua yang keberadaannya hampir bersamaan dengan lahirnya kota ini. Salah satu masjid tertua itu terletak di kawasan Glodok yang letaknya hanya beberapa ratus meter dari tempat penjarahan dan pembakaran bulan Mei lalu. Masjid Al-Anshor yang dibangun pada 1648 itu letaknya di belakang Pasar Pagi, salah satu pusat perdagangan dan pertokoan di Glodok. Agak sedikit terpencil dan terletak di Jalan Pengukiran II, tak jauh dari Jalan Pejagalan. Masjid yang dulunya sedikit berada di luar tembok kota Batavia, didirikan oleh para imigran India dari Malabar. Orang-orang Islam dari India ini dahulunya banyak bermukim di sini. Sebagaimana masjid-masjid tua di DKI, setelah diperbaharui, gaya lamanya telah agak hilang. Dan untungnya tiang-tiang penyangganya masih utuh. Umumnya masjid-masjid tua di Jakarta yang banyak dibangun sesudah masa itu memiliki empat tiang penyangga. Dan hebatnya, tiang penyangga itu sekalipun sudah ber...

Masjid Agung Al Azhar (1952) Kebayoran Baru, Jakarta Selatan

M asjid putih berarsitektur indah ini dibangun pada tahun 1952. Tokoh-tokoh pendirinya adalah Mr. Soedirjo, Mr. Tanjung Hok, H. Gazali dan H. Suaid. Masjid yang awalnya diberi nama Masjid Agung Kebayoran Baru ini dibangun selama enam tahun (1952 - 1958) dan berdiri di atas lahan seluas 43.756 m2. Ketika itu peletakan batu pertamanya dilakukan oleh R. Sardjono mewakili walikota Jakarta Raya. Perubahan nama menjadi Masjid Agung Al Azhar Kebayoran Baru, dilakukan menyusul kedatangan seorang tamu yang adalah Rektor Universitas Al Azhar, Syekh Muhammad Saltut. Disebutkan karena terkagum-kagum dengan kemegahan masjid di negara yang ketika itu baru saja merdeka, Saltut memberi nama masjid Agung Kebayoran Baru dengan nama Masjid Agung Al Azhar, Kebayoran Baru. Imam besar pertama masjid itu adalah Prof. DR. Haji Abdul Malik Karim Amrullah, salah seorang tokoh Muhammadiyah yang lebih dikenal sebagai panggilan Buya Hamka. Ulama kondang berdarah Minangkabau, Hamka, itu pula yang mentradisikan akti...

Akulturasi Islam dan Sunda

A DA cerita yang populer berkaitan dengan penyebaran agama Islam di Tatar Sunda: Kian Santang adalah pemuda gagah perkasa anak Prabu Siliwangi, raja Pajajaran. Karena kesaktiannya, sepanjang hidupnya ia belum pernah tahu warna darahnya. Ia pun terus-menerus bertanding, menguji kesaktian, tapi tak pernah menemukan lawan yang sepadan. Semua lawannya dengan mudah selalu ia kalahkan. Pada suatu waktu Kian Santang mendapat petunjuk dari seorang ahli nujum bahwa lawan yang pantas baginya adalah Baginda Ali yang tinggal di tanah Makah. Dengan menggunakan kesaktiannya, ia pergi ke tanah Makah. Sesampainya di tanah Makah, Kian Santang berusaha mencari Baginda Ali. Menurut orang tua yang kebetulan ia temui di perjalanan, Baginda Ali sedang berada di Masjidil Haram bersama Kangjeng Nabi. Orang tua itu pun bersedia mengantarnya ke Masjidil Haram. Setelah berjalan beberapa ratus langkah, si orang tua berhenti. Rupanya tongkat yang dibawanya tertinggal di tempat ketika bertemu dengan Kian Santang. I...

Semangat Pembauran "Jong Kos"

Hakikat suatu bangsa ada dalam keinginan untuk hidup bersama. Bagi bangsa Indonesia, benih keinginan untuk bertumpah darah, berbangsa, dan berbahasa satu ikut disemai lewat hidup bersama para penggagas Sumpah Pemuda yang menghuni rumah pemondokan yang kini beralamat di Jalan Kramat Raya 106, Jakarta Pusat. S enda gurau terdengar dari rumah indekos di Jalan Kramat 106, Weltevreden, Batavia, pada suatu hari menjelang tahun 1928. Mahasiswa penghuni pemondokan milik Sie Kong Liong itu tak sedang membicarakan revolusi di belahan dunia lain atau pemikiran Mahatma Gandhi dan John Stuart Mill. Mereka melepas penat, berseloroh tentang masakan khas daerah masing-masing. "Sementara ini, enaknya gini aje dulu , Sup!" kata Adnan Kapau Gani, yang lebih sering disingkat AK Gani, pemuda asal Sumatera, kepada Jusupadi Danuhadiningrat, pemuda asli Yogyakarta.  Dari semua "jong kos" alias pemuda penghuni kos Kramat Raya 106 atau Indonesisch Clubgebouw (IC), yang masing-masing di kemud...

Revolusi Kebudayaan

Oleh YUDHISTIRA ANM MASSARDI M ari kita renungkan kembali jati diri kita sebagai sebuah bangsa yang belum selesai.  Dari masa silam, kita selalu membanggakan Kerajaan Sriwijaya yang berjaya di sekitar Palembang pada 600-1400. Kita juga membanggakan Majapahit di sekitar Surabaya pada kurun 1293-1519. Kita pun membanggakan kemegahan Borobudur dan Prambanan di sekitar Yogyakarta. Terhadap tonggak-tonggak masa silam itu, kita (ingin) menyatakan diri sebagai bagian darinya: sebagai generasi pemilik dan penerus. Namun, pada saat yang sama, kita juga menyadari bahwa itu adalah hasil karya "mereka" dan tak ada hubungannya dengan "kita". Lalu, muncullah pertanyaan eksistensial itu: "Jadi, sebenarnya, siapakah kita?" "Simsalabim" Dari sejarah Indonesia modern, kita belajar tentang sekelompok priayi di "Sekolah Dokter Jawa" (STOVIA) di Jakarta yang--pada 20 Mei 1908--mendirikan perkumpulan Boedi Oetomo. Para pemuda itu tercerahkan dan menyadari ba...