Langsung ke konten utama

Kebangkitan Nasional

Maka kalaulah upaya kebangkitan nasional selalu gagal, kita harus berintrospeksi: jangan-jangan rasa kebersamaan itu kini sudah berkurang, kalau dikatakan tidak ada.

BANGSA Indonesia menandai tanggal 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Semua warga negara berharap negeri ini akan bangkit, lepas landas, dan terbang sejajar dengan bangsa-bangsa lain. Walaupun sudah tumbuh menjadi negara demokrasi, hingga kini Indonesia belum disejajarkan sebagai negara yang sudah berkembang.

Setiap periode kita berharap bahwa bangsa ini akan menjadi bangsa besar. Pada zaman Orde Lama misalnya, kita bermimpi menjadi pemimpin negara berkembang. Soekarno mengeklaim Indonesia sebagai pemimpin new emerging forces (Nefos), tetapi kemudian rontok karena friksi di dalam.

Pada zaman Orde Baru, Indonesia pernah mencanangkan Kebangkitan Nasional II pada 10 Agustus 1995, yang ditandai dengan keberhasilan Indonesia membuat pesawat N-250. Pada kurun waktu yang sama dunia memuji Indonesia sebagai "macan Asia". Namun, mimpi-mimpi itu rontok. Dana Moneter Internasional (IMF) menghancurkan mimpi N-250 karena krisis moneter. Krisis 1997-1998 itu merontokkan gigi para "macan Asia" itu.

Adakah yang salah dengan mimpi kebangkitan Indonesia? Mitoskah atau memang sesuatu yang bisa digapai?

Ada baiknya kita kembali kepada gagasan besar Bung Karno tentang bangsa (nation). Bangsa Indonesia adalah mereka yang merasa senasib sepenanggungan. Bangsa Indonesia adalah mereka yang tinggal di kepulauan nusantara yang dipersatukan karena pernah terjajah dan dihinakan oleh kolonialisme dan kapitalisme. Kata "nasional" merujuk kepada semua warga negara Indonesia tanpa kecuali, tanpa membedakan suku, ras, agama, golongan, maupun status sosial. 

Kebangsaan Indonesia bukan kebangsaan yang dibentuk karena persamaan suku, ras, agama, golongan, dan status sosial karena pada faktanya bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, agama, dan golongan. Rasa senasib sepenanggungan sudah mengatasi unsur perbedaan itu. Bahkan rasa persatuan sudah ada dan tuntas pada 1928, jauh sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia berdiri.

Maka kalaulah upaya kebangkitan nasional selalu gagal, kita harus berintrospeksi: jangan-jangan rasa kebersamaan itu kini sudah berkurang, kalau dikatakan tidak ada.

Kalau ada pertumbuhan ekonomi, apakah semua warga negara sama-sama tumbuh, atau hanya kelompok kecil yang tumbuh?

Adakah rasa kebersamaan itu tercipta manakala kelas sosial yang rendah tidak mampu menikmati pendidikan yang kian tahun kian mahal?

Adakah rasa kebersamaan itu manakala hak-hak hukum itu bisa dibeli oleh mereka yang beruang dan berkuasa?

Masih adakah rasa kebersamaan sebagai sebuah bangsa manakala negara tidak mampu melindungi warga minoritas dari tindak kekerasan mayoritas?

Indonesia ibarat pesawat yang besar dengan penumpang yang banyak. Kalau tidak ada lagi rasa senasib dan sepenanggungan, maka pesawat itu tidak akan pernah tinggal landas, tetapi tetap tinggal di landasan. Atau pesawat itu tinggal landas, tetapi sebagian besar penumpangnya tertinggal di landasan. Hanya pemimpin tegaslah yang mampu membangun solidaritas rakyatnya. Pemimpin lemah tidak akan pernah mampu membangun solidaritas rakyatnya. Pemimpin lemah tidak akan pernah mampu membawa suatu bangsa bangkit dari keterpurukan dan tidur panjangnya.***



Sumber: Pikiran Rakyat, 20 Mei 2011



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rangkaian Peristiwa Bandung Lautan Api (4) Perintah: Bumi-hanguskan Semua Bangunan

Oleh AH NASUTION Bandung Lautan Api Setelah di pos komando, oleh kepala staf diperlihatkan "kawat dari Yogya" tanpa alamat si pengirim: "Tiap sejengkal tumpah darah harus dipertahankan." Maka mulailah perundingan-perundingan, dengan sipil, dengan badan perjuangan dan dengan komandan-komandan resimen 8 serta Pelopor. Pihak sipil meminta sekali lagi kepada panglima div Inggris untuk menunda batas waktu, agar rakyat dapat ditenangkan dan diatur. Tapi Inggris menolak. Walikota berpidato, bahwa pemerintah sipil menaati instruksi pemerintah pusat dan akan tetap berada bersama rakyat di dalam kota. Letkol. Sutoko menyarankan: ke luar bersama rakyat. Letkol Omon A. Rahman menyatakan: resmi taat, tapi sebagai rakyat berjuang terus. Mayor Rukmana: ledakan terowongan Citarum di Rajamandala, supaya kita buat "Bandung Lautan Api" dan "Bandung Lautan Air". Keadaan amat emosional Sebagai panglima penanggung jawab saya putuskan akhirn...

Putusan Congres Pemuda-pemuda Indonesia

K ERAPATAN pemoeda-pemoeda Indonesia diadakan oleh perkoempoelan-perkoempoelan pemoeda Indonesia jang berdasarkan kebangsaan dengan namanja : Jong Java, Jong Soematera (pemoeda Soematera), Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen, Jong Islamieten Bond, Jong Bataksbond, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawi dan perhimpoenan. Memboeka rapat tanggal 27 dan 28 October tahun 1928 dinegeri Djakarta ; Kerapatan laloe mengambil poeteoesan :  PERTAMA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA. KEDOEA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA JG SATOE, BANGSA INDONESIA. KETIGA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENDJUNGDJUNG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA. Setelah mendengar poetoesan ini, kerapatan mengeloearkan kejakinan azas ini wadjib dipakai oleh segala perkoempoelan-perkoempoelan kebangsaan Indonesia. Mengeloerkan kejakinan persatoean Indonesia diperkoeat dengan memperhatikan dasar persatuannja : Kemaoean, sedjarah, bahasa hoekoem adat...

Kemerdekaan, Hadiah dari Siapa?

Oleh ERHAM BUDI W. ANAK  bangsa adalah anak sejarah sekaligus ahli waris kisah. Mewarisi kisah berarti juga mewarisi semangat. Dengan semangat itulah, kisah selanjutnya akan ditorehkan oleh para penerus. Berkaitan dengan ulang tahun kemerdekaan yang lusa kita peringati bersama, pertanyaan kritis yang kerap muncul adalah benarkah kemerdekaan yang kita peroleh merupakan buah perjuangan? Ataukah hadiah belaka? Kemerdekaan memang bisa dimaknai sebagai hadiah, tapi tentu bukan pemberian cuma-cuma. Hadiah dari Jepang? Kemerdekaan Indonesia dianggap sebagai hadiah dari Pemerintah Jepang. Asumsi tersebut sebenarnya cukup beralasan. Gagasan menghadiahkan kemerdekaan kepada Indonesia muncul pada 7 September 1944 melalui pernyataan PM Koiso Kuniaki yang menggantikan Hideo Tojo. Sejak saat itulah, Sang Saka Merah Putih boleh dikibarkan. Bahkan, Laksamana Muda Maeda Tadashi mendirikan Asrama Indonesia Merdeka di Jakarta serta membantu biaya perjalanan Sokarno dan Hatta ke beberapa...

Korban Westerling Tolak Permintaan Maaf Belanda

JAKARTA, (PR),- Hubungan diplomatik Indonesia-Belanda dinilai ilegal. Soalnya, baik secara internasional maupun nasional, tidak ada dasar hukumnya. "Coba, apa landasan hukum hubungan Indonesia-Belanda. Ini perlu dipertanyakan dan dikaji oleh pakar hukum tata negara," kata sejarawan Anhar Gonggong dalam diskusi bertajuk "Permintaan Maaf Belanda atas Kasus Westerling" bersama anggota Dewan Perwakilan Daerah Abdul Aziz Kahhar Mudzakkar dan Ketua Utang Kehormatan Belanda (KUKB) Batara Hutagalung di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (4/9/2013). Sampai saat ini, kata Anhar, Belanda tidak mengakui kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 dan hanya mengakui Indonesia merdeka tanggal 27 Desember 1949. Begitu pula dengan Indonesia yang bersikukuh bahwa kemerdekaannya diproklamasikan 17 Agustus 1945. "Artinya, Belanda memang tak pernah ikhlas terhadap Indonesia. Karena sejak Indonesia merdeka, Belanda kehilangan lumbung ekonomi dan politik," tambah guru besar se...

Berburu Keberuntungan di Trowulan

T anpa terasa sudah hampir dua pekan hari-hari puasa terlewatkan. Dan sudah hampir dua pekan pula Trowulan dikunjungi banyak tamu. Memang, di setiap bulan Ramadhan, Trowulan--sebuah kecamatan di kabupaten Mojokerto--sekitar 50 km barat laut Surabaya, selalu dikunjungi banyak pendatang. Apa yang bisa dilakukan pengunjung di Trowulan di setiap Ramadhan? Menurut banyak orang yang pernah mengunjungi Trowulan, banyak yang bisa dipelajari dan diperhatikan secara saksama di kota bersejarah itu. Trowulan adalah bekas kota kejayaan Kerajaan Majapahit. Di kota itu hingga kini masih banyak peninggalan bekas kejayaan kerajaan Majapahit, salah satu di antaranya adalah Kolam Segaran. "Selain itu, juga ada situs kepurbakalaan kerajaan Majapahit. Ada Candi Tikus, Candi Brahu, makam Ratu Kencana, makam Putri Campa, dan yang paling banyak dikunjungi pendatang adalah makam Sunan Ngundung," ujar Suhu Ong S Wijaya, paranormal muslim yang tiap Ramadhan menyempatkan berziarah ke makam-makam penyeba...

Perjuangan Pelajar Sekolah Guru

Oleh Maman Sumantri TIDAK lama sesudah tersirat secara luas Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 oleh Soekarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia, berkobarlah semangat juang para pemuda, pelajar, mahasiswa, dan warga masyarakat lainnya di seluruh Indonesia. Mereka serempak bangkit berjuang bahu-membahu secara berkelompok dalam badan-badan perjuangan atau kelasykaran, dengan tekad mengisi dan menegakkan proklamasi kemerdekaan. Kelompok badan perjuangan atau kelasykaran yang turut dalam perjuangan menegakkan proklamasi kemerdekaan pada awal revolusi kemerdekaan di Kota Bandung dan sekitarnya, di antaranya Pemuda Republik Indonesia, Hizbullah, Barisan Merah Putih, Barisan Banteng Republik Indonesia (BBRI), Barisan Pemberontak Republik Indonesia (BPRI), Barisan Berani Mati, Angkatan Pemuda Indonesia (API), Pemuda Indonesia Maluku, Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS), Lasykar Rakyat, Pasukan Istimewa, (PI), Lasykar Wanita Indonesia (Laswi), dan Badan Keamanan Rakyat (BKR)....

Museum Sumpah Pemuda yang Bagai Terlupakan

S atu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa merupakan tiga pokok substansial yang dapat mempersatukan keberagaman etnis, bahasa, dan budaya ke dalam satu wadah yang bernama Indonesia. Mengingat demikian pentingnya peristiwa tersebut bagi upaya pembentukan negara Kesatuan Republik Indonesia, maka secara nasional setiap tanggal 28 bulan Oktober selalu dikenang sebagai Hari Sumpah Pemuda. Satu hal yang barangkali agak terlupakan oleh kita, ketika memperingati hari bersejarah ini, adalah sebuah museum yang bernama Museum Sumpah Pemuda dan terletak di Jl Kramat Raya No 106 Jakarta Pusat. Di museum inilah, ikrar itu diucapkan. Di gedung ini pulalah, Wage Rudolf Supratman menggesekkan biolanya, melantunkan lagu Indonesia Raya untuk yang pertama kalinya pada 28 Oktober 1928. Segala proses yang menyangkut lahirnya ikrar Sumpah Pemuda 66 tahun silam, tertata secara apik lewat sajian foto dan patung di museum yang tidak begitu luas ruangannya ini. Sarana Pembinaan Berbeda dengan museum-museum lainny...