Langsung ke konten utama

PSII, Sang Pelopor

DATA BUKU
Judul: Partai Syarikat Islam Indonesia: Kontestasi Politik hingga Konlik Kekuasaan Elite
Penulis: Valina Singka Subekti
Penerbit: Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Cetakan: I, 2014
Tebal: xxii + 235 halaman
ISBN: 978-979-461-859-2

OLEH AHMAD SUAEDY

Tidak bisa dimungkiri, Syarikat Islam (SI) yang sebelumnya bernama Syarikat Dagang Islam (SDI) yang didirikan oleh Haji Samanhoedi di Solo tahun 1905 merupakan pelopor nasionalisme Indonesia. Ketika itu SDI berorientasi pada perdagangan. Mereka ingin melawan monopoli para pedagang Tiongkok dan Timur Asing lainnya yang diberi kemudahan oleh Belanda. Sebaliknya, para pedagang Muslim dan pribumi mendapatkan diskriminasi.

Kemudian HOS Tjokroaminoto mengubah semuanya, dari yang hanya perdagangan, sosial, dan keagamaan menjadi Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) pada 1929. Dengan perubahan itu maka agenda politiknya menjadi kian jelas, yaitu kemerdekaan Indonesia melawan penjajahan Belanda (Islam and Politics in the Thought of Tjokroaminoto (1882-1934), 2000). Hal itu terjadi setelah sebelumnya SI mengalami perpecahan antara SI Putih dan SI Merah pimpinan Semaoen yang berhaluan sosialis-komunis.

SI putih pimpinan Tjokroaminoto yang kemudian menjadi PSII melahirkan kader-kader berkaliber nasional dan internasional, seperti H Agus Salim, Abdul Muis, Suryopranoto, dan Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, di samping Tjokroaminoto sendiri yang bahkan dijuluki sebagai Heru Cakra atau Ratu Adil. 

Namun, sebagaimana gerakan dan partai politik umumnya, seluruh cerita kepeloporan itu berubah drastis ketika datang rezim yang represif dan otoritarian Orde Baru. Cerita berawal dari rencana penyederhanaan partai politik melalui fusi ke dalam tiga kategori setelah kemenangan Golkar pada Pemilu 1971 dan pengangkatan Soeharto sebagai presiden. Tiga kategori tersebut adalah Nasionalis (PDI--Partai Demokrasi Indonesia), Islam (PPP--Partai Persatuan Pembangunan), dan Golongan Karya.

Buku yang ditulis oleh Valina Singka Subekti ini diangkat dari karya skripsinya di FISIP UI 30 tahun yang lalu. Tetapi kemudian, setelah mencapai gelar doktor, buku ini disempurnakan dengan penambahan teori-teori baru yang cukup canggih. Buku ini menarik bukan hanya data-datanya yang detail sehubungan dengan Valina berasal dari keluarga PSII, melainkan juga teori-teori yang diselipkan ke dalam hampir setiap tahapan pembahasan. Dalam buku ini, Valina hendak membedah PSII, bagaimana persaingan, dan mengapa terjadi perpecahan di dalam PSII terutama dalam menghadapi fusi partai politik Orde Baru.

Valina menemukan dua faktor utama dalam perpecahan tersebut. Menurutnya, struktur sosial organisasi PSII yang bersifat patronase atau patron-client berkontribusi terhadap perpecahan, meskipun PSII dikategorikan sebagai gerakan Islam modern. Dengan sistem itu membuat organisasi ini tergantung kepada kewibawaan tokoh tertentu yang bersifat sentralistik. Di sisi lain, karena sistem itu maka intervensi dari luar semakin mudah.

Terhambatnya regenerasi akibat sistem patronase di PSII sebenarnya sudah coba diatasi pada MT (Majelis Tahkim--semacam kongres) ke-32 tahun 1966 atas tuntutan profesionalitas dan kemampuan teknokratis. Namun, karena anak-anak muda yang direkrut tidak semua berasal dari hasil gemblengan di dalam PSII sendiri melainkan juga dari luar seperti HMI, PII, dan Masyumi, sehingga di antara mereka memiliki perbedaan pemikiran dan kultur.

Perekrutan anak muda itu pada akhirnya menimbulkan problem. Di satu pihak organisasi yang bersifat patron-client itu tidak bisa menampung progresivitas mereka dan dalam waktu yang sama anak-anak muda tersebut tidak semua memiliki tradisi yang sama di dalam PSII, seperti penghormatan terhadap patron khususnya keluarga Tjokroaminoto. Puncaknya adalah kemenangan kelompok anak muda untuk mengambil kekuasaan melalui TM ke-33 di Majalaya, Jawa Barat 1972.

Hal itu disebabkan kepemimpinan anak-anak muda yag direkrut sebelumnya telah berhasil mengambil hati dan didukung oleh pengurus daerah, sementara sistem patronase masih bertahan terutama oleh generasi tua dengan menempatkan keluarga Tjokroaminoto dalam posisi tertinggi. Di sisi lainnya lagi, di kalangan kelompok muda sendiri ada persaingan dengan memanfaatkan sistem patronase tersebut untuk merebut kekuasaan partai. Kelompok ini dipelopori oleh MT Gobel yang sesungguhnya direkrut dari kalangan nontradisional.

Yang menarik adalah bahwa pada MT tersebut ternyata koalisi patronase dan anak muda oportunis pasangan Anwar Tjokroaminoto-Gobel kalah telak dari kelompok muda yang independen progresif. Kelompok terakhir ini disebut independen progresif bukan hanya karena ingin bebas dari sistem patronase melainkan juga kritis terhadap program fusi dari pemerintah. Akhirnya terpilih Bustaman sebagai DP (Dewan Partai) dan Ibrahim sebagai LT (Lajnah Tanfidziyah) yang, keduanya, sesungguhnya kader muda tradisional PSII.

Sebaliknya, kelompok Gobel disebut oportunis tidak hanya karena menggunakan patronase sebagai cara untuk mengambil kekuasaan, melainkan begitu kalah pemilihan, Gobel langsung menuju istana tanpa menunggu penutupan untuk melapor kepada Presiden Soeharto. Di dalam mobil menuju istana itu Gobel berujar kepada temannya, "... saya akan berlomba melaporkan MT ini kepada Presiden, lihat nanti apa pengurus yang terpilih yang akan direstui Presiden atau saya." (hal 168). Pada pembukaan MT, sesungguhnya Gobel sudah mengejutkan dan sekaligus mencurigakan hadirin dengan ditunjuk sebagai pembaca sambutan Presiden Soeharto. Itu pulalah yang membuat dia tidak mendapat simpati peserta MT.

Pada akhirnya, pengurus hasil MT ke-33 tersebut memang dipaksa dibatalkan oleh pemerintah dengan membentuk pengurus darurat yang dipaksakan dengan menempatkan Anwar Tjokroaminoto sebagai presiden DP dan TM Gobel sebagai LT, sembari "membunuh" karier kelompok muda progresif tersebut. Kedua kelompok itu pun pecah dengan susunan pengurus masing-masing dan dengan nama yang sama.

Hal yang mungkin menjadi pengingat dari karya ini adalah bahwa sistem pemerintahan otoriter Orde Baru telah membuat perpecahan di banyak sekali kelompok dan organisasi, khususnya PSII. Hal itu menyebabkan pemikiran dan gerakan cemerlang seperti yang dirintis oleh HOS Tjokroaminoto menjadi mandek dan tidak terwariskan kepada generasi baru. Meski demikian, dari hasil penelusuran Valinka ini, ide-ide nasionalisme Islam tidak hilang dari PSII, meskipun tidak juga berkembang. *

AHMAD SUAEDY,
Koordinator Abdurrahman Wahid Centre--Universitas Indonesia dan Board Gerakan GusDurian Indonesia



Sumber: Kompas, 19 Oktober 2014



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Harun Nasution: Ajarah Syiah Tidak Akan Berkembang di Indonesia

JAKARTA (Suara Karya): Ajarah Syiah yang kini berkembang di Iran tidak akan berkembang di Indonesia karena adanya perbedaan mendasar dalam aqidah dengan ajaran Sunni. Hal itu dikatakan oleh Prof Dr Harun Nasution, Dekan pasca Sarjana IAIN Jakarta kepada Suara Karya  pekan lalu. Menurut Harun, ajaran Syiah Duabelas di dalam rukun Islamnya selain mengakui syahadat, shalat, puasa, haji, dan zakat juga menambahkan imamah . Imamah artinya keimanan sebagai suatu jabatan yang mempunyai sifat Ilahi, sehingga Imam dianggap bebas dari perbuatan salah. Dengan kata lain Imam adalah Ma'sum . Sedangkan dalam ajaran Sunni, yang dianut oleh sebagian besar umat Islam Indonesia berkeyakinan bahwa hanya Nabi Muhammad saja yang Ma'sum. Imam hanyalah orang biasa yang dapat berbuat salah. Oleh karena Imam bebas dari perbuatan salah itulah maka Imam Khomeini di Iran mempunyai karisma sehingga dapat menguasai umat Syiah di Iran. Apapun yang diperintahkan oleh Imam Khomeini selalu diturut oleh umatnya....

Cheng Ho dan Tiga Teori Jangkar Raksasa

S EBAGAIMANA catatan sejarah, pelayaran Laksamana Cheng Ho menyimpan berjuta kisah sejarah yang sangat menarik di nusantara. Tidak saja karena kebetulan petinggi kekaisaran Mongol yang menguasai daratan Tiongkok dari abad ke-13 sampai ke-17 itu beragama Islam, tetapi ekspedisi laut pada abad ke-15 Masehi itu membawa pengaruh politik dan budaya sangat besar. Jejak sejarah tinggalan ekspedisi Cheng Ho yang merupakan duta intenasional Kaisar Yongle, generasi ketiga keturunan Kaisar Ming dari Mongol yang menguasai daratan Tiongkok, tersebar di sepanjang Pulau Jawa bagian utara. Hinggi kini, jejak-jejak arkeologis, historis, sosiologis, dan kultur dari ekspedisi laut laksamana yang memiliki nama Islam Haji Mahmud Shams ini, bertebaran di sepanjang pantai utara (pantura) Jawa. Di Cirebon armada kapalnya sempat singgah dan menetap sebelum melanjutkan perjalanan ke arah timur dan mendarat di pelabuhan yang kini masuk wilayah Kota Semarang, Jawa Tengah. Laksamana Cheng Ho datang pada masa akhir...

Dr. Danudirjo Setiabudi

Dr. Danudirdjo Setiabudi  adalah nama Indonesia dari Dr. Ernest F. E. Douwes Dekker. Beberapa waktu yang lalu, pemerintah memberikan gelar kepada Danudirjo sebagai Perintis Perkembangan Pers Indonesia, bersama beberapa orang yang lain yang berjasa. Kalau pemerintah menganggap Danudirjo sebagai perintis perkembangan pers Indonesia, maka sebenarnya jasa beliau lebih besar dari itu. Beliau adalah pendekar perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bersama Suwardi Suryaningrat (K. H. Dewantara) dan Dr. Cipto Mangunkusumo, mereka disebut Tiga Serangkai, karena mereka bertiga bersama-sama memperjuangkan kemerdekaan bangsa lewat wadah Indische Partij. Danudirjo Setiabudi lahir pada tahun 1879 di sebuah kota kecil di Jawa Timur yakni Pasuruan. Setelah berhasil menamatkan sekolah menengahnya dan sekolah lanjutannya di Indonesia, Danurdirjo pergi ke Eropa dan melanjutkan pelajarannya, kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Zurich (Swiss). Sejak bocah, Danudirjo telah memiliki jiwa kemerdekaan yang...

Penyerbuan Lapangan Andir di Bandung

Sebetulnya dengan mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, orang asing yang pernah menjajah harus sudah angkat kaki. Tetapi kenyataannya tidak demikian. Masih ada saja bangsa asing yang ingin tetap menjajah. Jepang main ulur waktu, Belanda ngotot tetap mau berkuasa. Tentu saja rakyat Indonesia yang sudah meneriakkan semangat "sekali merdeka tetap merdeka" mengadakan perlawanan hebat. Di mana-mana terjadi pertempuran hebat antara rakyat Indonesia dengan penjajah. Salah satu pertempuran sengit dari berbagai pertempuran yang meletus di mana-mana adalah di Bandung. Bandung lautan api merupakan peristiwa bersejarah yang tidak akan terlupakan.  Pada saat sengitnya rakyat Indonesia menentang penjajah, Lapangan Andir di Bandung mempunyai kisah tersendiri. Di lapangan terbang ini juga terjadi pertempuran antara rakyat Kota Kembang dan sekitarnya melawan penjajah, khususnya yang terjadi pada tanggal 10 Oktober 1945. Lapangan terbang Andir merupakan sala...

Arek-arek Soerobojo Hadang Sekutu

Mengungkap pertempuran bersejarah 10 Nopember 1945 sebagai mata rantai sejarah kemerdekaan Indonesia, pada hakekatnya peristiwa itu tidaklah berdiri sendiri. Ia merupakan titik klimaks dari rentetan insiden, peristiwa dan proses sejarah kebangkitan rakyat Jawa Timur untuk tetap melawan penjajah yang ingin mencoba mencengkeramkan kembali kukunya di wilayah Indonesia merdeka. Pertempuran 10 Nopember 1945--tidak saja merupakan sikap spontan rakyat Indonesia, khususnya Jawa Timur tetapi juga merupakan sikap tak mengenal menyerah untuk mempertahankan Ibu Pertiwi dari nafsu kolonialis, betapapun mereka memiliki kekuatan militer yang jauh lebih sempurna. Rentetan sejarah yang sudah mulai membakar suasana, sejak Proklamasi dikumandangkan oleh Proklamator Indonesia: Soekarno dan Hatta tgl 17 Agustus 1945. Rakyat Jawa Timur yang militan berusaha membangun daerahnya di bawah Gubernur I-nya: RMTA Soeryo. Pemboman Kota Hiroshima dan Nagasaki menjadikan bala tentara Jepang harus bertekuk lutut pada ...

Misteri Jangkar Raksasa Laksamana Cheng Ho: Kabut Sejarah di Perairan Cirebon

TINGGINYA menjulang sekitar 4,5 sampai 5 meter. Bentuknya sebagaimana jangkar sebuah kapal, terbuat dari besi baja yang padat dan kokoh. Bagian tengahnya lurus serta di bawahnya berupa busur dengan kedua ujung yang lancip. J ANGKAR kapal berukuran besar itu sampai kini diletakkan di ruangan sebelah utara dari balairung utama Vihara Dewi Welas Asih. Dengan berat yang mencapai lebih dari tiga ton, benda bersejarah itu disimpan dalam posisi berdiri dan disandarkan di tembok pembatas serambi utara dengan balairung utama yang menjadi pusat pemujaan terhadap Dewi Kwan Im, dewi kasih sayang.  Tempat peribadatan warga keturunan Tionghoa pemeluk agama Buddha ini terletak di areal kota tua di pesisir utara Kota Cirebon. Bangunan yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya sejak 2011 ini didirikan pada awal pertengahan abad ke-16, tepatnya tahun 1559 Masehi. Letaknya berada di pesisir pantai, persis bersebelahan dengan Pelabuhan Kota Cirebon. Kelenteng ini berada di antara gedung-gedung tua m...

Hari Pahlawan: MENGENANG 10 NOPEMBER 1945

Majalah Inggeris "Army Quarterly" yang terbit pada tanggal 30 Januari 1948 telah memuat tulisan seorang Mayor Inggeris bernama R. B. Houston dari kesatuan "10 th Gurkha Raffles", yang ikut serta dalam pertempuran di Indonesia sekitar tahun 1945/1946. Selain tentang bentrokan senjata antara kita dengan pihak Tentara Inggeris, Jepang dan Belanda di sekitar kota Jakarta, di Semarang, Ambarawa, Magelang dan lain-lain lagi. Maka Mayor R. B. Houston menulis juga tentang pertempuran-pertempuran yang telah berlangsung di Surabaya. Perlu kita ingatkan kembali, maka perlu dikemukakan di sini, bahwa telah terjadi dua kali pertempuran antara Tentara Inggeris dan Rakyat Surabaya. Yang pertama selama 3 malam dan dua hari, yaitu kurang lebih 60 jam lamanya dimulai pada tanggal 28 Oktober 1945 sore, dan dihentikan pada tanggal 30 Oktober 1945 jauh di tengah malam. Dan yang kedua dimulai pada tanggal 10 Nopember 1945 pagi sampai permulaan bulan Desember 1945, jadi lebih dari 21 har...