Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 1987

RATU ADIL MENYEBAR MAUT

Siapa sebenarnya berdiri di belakang gerakan APRA? Siapa membiayai Westerling untuk menangkap para pemimpin Indonesia di Pejambon, Jakarta? MENGAPA Westerling ingin menjadi Ratu Adil, tokoh harapan yang disebut-sebut dalam ramalan Jayabaya dari zaman Kerajaan Kediri di abad ke-13? Pemerintah Jakarta tidak beres, kata Westerling, yang kala itu sudah menanggalkan baju militernya, mendengar berdirinya Republik Indonesia Serikat. Maka, bangkit kembalilah nafsu perangnya. Desember 1949 ia membentuk yang disebut Angkatan Perang Ratu Adil atau APRA. 5 Januari 1950 ia menulis surat kepada Soekarno, agar APRA-nya diakui sebagai tentara resmi Negara Pasundan. Bila tidak, ia akan menggempur Bandung dan Jakarta. 23 Januari Gerakan APRA pertama meletus di Bandung. Sekitar 800 tentara bekas KNIL, tentara Belanda, dan anggota pasukan Para Khusus ( Speciale Troepen ) berbaret hijau menyapu Bandung. Aksi itu nyaris tanpa perlawanan, karena begitu tak terduga. Juga, menurut Jenderal A. H. Nasution dalam...

BARET HIJAU DAN RIBUAN KORBAN

Konon, inilah cara Westerling melakukan operasi militer: seseorang dipotong telinganya, disuruh memakan potongan itu sambil digertak, disuruh menunjukkan persembunyian para pejuang, sebelum ditembak mati. BERAPAKAH jumlah korban Westerling di Sulawesi Selatan sesungguhnya? 6 Desember 1946 Westerling dan Pasukan Para Khusus Baret Hijau mendarat di Makassar di bawah pimpinan Letnan Satu Westerling. Sebelumnya, pertengahan November, Pembantu Letnan Vermeulen telah tiba di Makassar guna mencari sasaran, agar tugas Westerling lancar. Di Sulawesi Selatan inilah pangkat pimpinan Baret Hijau dinaikkan menjadi kapten oleh Kolonel De Vries, Komandan Teritorial Borneo dan Timur Besar. Memang komandan inilah yang meminta bantuan dari Jawa guna menumpas perjuangan di wilayahnya.  Belum lima hari di Makassar, Westerling memulai gerakannya. Dini hari 11 Desember Makassar timur mendapat giliran pertama. Pilihan daerah operasi ini karena diduganya dua pimpinan gerakan perjuangan bersembunyi di Kamp...

WESTERLING ATAU SEBUAH TEROR

Mungkin ia tentara sejati, tapi tindakannya di Sulawesi Selatan menimbulkan pro dan kontra: tidakkah Kapten Westerling telah melakukan kejahatan perang? Tiga tulisan mengetengahkan sosok anggota Pasukan Para Khusus yang meninggal dua pekan lalu itu dan aksi-aksinya, hasil riset kepustakaan oleh Priyono B. Sumbogo (wartawan) dan Sri Mulungsih (pustakawati), dan sebuah wawancara dengan Willem Izjereef (penulis peristiwa Sulawesi Selatan, oleh koresponden TEMPO di Belanda). "INGATLAH dosa Tuan yang membunuh secara kejam dan pengecut peristiwa Sulawesi Selatan dan APRA di Bandung. Kalau Tuan tidak menerima tantangan duel ini, memanglah Tuan pengecut yang tidak tahu malu. Inilah surat saya yang penghabisan dan saya akan tunggu kematian Tuan walaupun menahan waktu bertahun-tahun." ("Tantangan untuk Westerling", surat pembaca di harian Suluh Indonesia , 5 Januari 1959, dikirimkan oleh Darwin alias Kancil). Hampir 29 tahun kemudian, di Belanda, di musim gugur, kematian itu ...

Westerling Lari Terbirit-birit

T anjung Priok selepas magrib. Dua perwira muda TNI meninggalkan markas Komando Militer Kota (KMK) menuju arah pelabuhan II dengan sebuah jeep Ford tua. Berbekal sepucuk senapan dan sebuah granat, keduanya mendapat tugas melacak dan menyergap Kapten Raymond Pierre Westerling. Perintah dari komandan: tangkap dan tembak Westerling! Semula mereka sepakat untuk melakukan serangan mendadak. Seorang akan memuntahkan peluru ke sasaran dan seorang lagi meledakkan granat. Taruhannya? Jiwa mereka sendiri. Syukur kalau masih bisa berlindung, namun kalau tidak ... berarti nasib! Tapi apa lacur. Di luar dugaan, saat bertemu dengan orang yang dicari-cari di sebuah tempat minum, Westerling serta merta menghampiri dan mengajak minum bir bersama-sama dengan tujuh orang pengawalnya. Rencana berubah. Ajakan minum bir dipenuhi. Ketika itulah muncul ide baru, dan salah seorang perwira mengatakan bahwa Westerling dipanggil menghadap Komandan KMK Tanjung Priok sebentar. Maksudnya, mereka akan melakukan seran...

Westerling Setelah Tiada (3) Andi Mattalatta, Panglima tanpa Pangkat

Salah satu hal yang menyebabkan kian membabibutanya Westerling adalah, bergabungnya para pemberontak Makassar dengan sejumlah pasukan RI yang didatangkan dari Tanah Jawa. Padahal, pemimpin pasukan dari Jawa itu ternyata adalah putra Bugis sendiri. Yaitu Andi Mattalatta, ayah kandung penyanyi Andi Meriem Mattalatta. Ketika Andi dan rombongan tiba di Sulsel, juga belum banyak orang mengerti tentang teknik pertempuran yang benar, apalagi memegang senjata api. "Pokoknya pada waktu itu, kami hanya berperang atas dasar keberanian saja. Saya datang bersama sekitar 60 orang staf, dengan persenjataan yang sudah afkir. Kami mendarat di Sulawesi pada 30 Desember 1946. Sementara itu, Belanda sudah memiliki senjata api yang modern. Sehingga wajar, kalau kita sering mengalami kekalahan yang telak pada saat itu," kenang Andi Mattalatta yang kini dikenal sebagai ketua umum KONI Daerah Ujungpandang itu. Dihubungi Jawa Pos di rumahnya di Ujungpandang, kakek lima orang anak itu berkisah, "...

Westerling Setelah Tiada (2) Sang Kapten Setelah Carte Blanche

Bila rakyat Indonesia, khususnya warga Sulawesi Selatan, masih mengenang kekejaman Westerling itu bisa dimaklumi. Sebab, berdasarkan catatan yang berhasil dikumpulkan Manai Sophiaan, bekas pimpinan redaksi harian "Pewarta Celebes" yang terbit di Makassar (sekarang Ujungpandang), peristiwa 11 Desember 1946 itu memang keji dan mengerikan. Kapten Raymond Westerling yang merupakan promotor pembantaian tesebut bukan hanya kejam, tetapi bahkan juga maniak (senang bila menyaksikan orang lain kesakitan karenanya). Selain sebagai wartawan dan pimpinan redaksi sebuah harian terbitan Makassar, Manai Sophiaan, ayah kandung sutradara Sophan Sophiaan (Jawa Pos, 4 Desember 1987), adalah putra daerah Takalar, Sulsel. Di daerah itu Westerling juga menghabisi puluhan orang tak berdosa. Jauh sebelum Westerling mendarat di Makassar, kota tersebut sebenarnya sudah menjadi ajang pertempuran antara rakyat setempat dengan pasukan Belanda. Kian lama, kegigihan rakyat Sulsel dalam memerangi Belanda ki...

Westerling Setelah Tiada (1) Mereka Mengatakan Biarlah Westerling Mati

Westerling memang telah meninggal dunia pekan lalu. Namun, kekejamannya tetap membekas di dada orang Indonesia, khususnya warga Sulawesi Selatan dan Bandung. Karena itu, setiap 11 Desember (seperti yang akan dilakukan minggu depan), warga Sulsel di Jakarta selalu memperingatinya sebagai hari duka. Bahkan, mereka sebenarnya sudah lama mengusulkan agar 11 Desember dijadikan sebagai Hari Duka Nasional, suatu usul yang sampai sekarang belum dikabulkan oleh pemerintah. Salah satu warga Sulsel yang tetap mengingat kekejian kapten Belanda adalah Manai Sophiaan, mantan pimpinan redaksi harian "Pewarta Celebes", terbitan Makassar (sekarang Ujungpandang), Sulsel, pada 1942-1945. Manai, yang tak lain adalah ayah kandung sutradara Sophan Sophiaan itu, sendiri memang belum pernah bertemu muka langsung dengan Westerling. Tetapi, dia cukup banyak menulis kekejaman kapten Belanda itu semasa berada di Makassar. Bagi Manai, bercerita tentang Westerling yang dianggap sebagai pembunuh 40 ribu ra...

Makam Raja Tallo IX Terbesar di Indonesia

Oleh Mujahidin Agus PENGANTAR Artikel ini karya Mujahidin Agus, siswa SMAN II, Jl. Gaji Gau III/17, Ujung Pandang, Sulawesi Selatan, yang menempati urutan terakhir "Sepuluh Besar" peserta "Sayembara Mengarang Suara Karya  untuk SMTA 1987". Belum berhasil meraih hadiah Tabanas dan mesin tik, untuk pemuatan tulisannya ini Mujahidin akan mendapat honor sebagaimana yang berlaku di Suara Karya. Red. M enyusuri pinggiran kota Ujung Pandang di Kecamatan Tallo, melewati jalan yang tidak terlalu ramai, kita akan sampai ke kompleks makam kuno raja-raja Tallo, tepatnya di RK VI Lingkungan Tallo. Kompleks ini terletak di sebelah timur muara sungai Tallo di selat Makassar, 7 km dari pusat kota Ujung Pandang. Dari tepi jalan raya kompleks ini tidak nampak sebab terlindung oleh rumah penduduk. Memasuki pintu gerbang, kita takkan mengira bahwa di belakang rumah-rumah penduduk itu terdapat makam raja-raja Tallo yang sangat bersejarah. Luas kompleks yang hanya sekitar 9.225 m2 ini sa...