Langsung ke konten utama

Mengamati Penggenerasian Pemuda Indonesia

Oleh : BABARI

CSIS


APA bila kita mengamati fakta-fakta sejarah mulai dari masa pergerakan nasional hingga saat ini dari segi generasi muda sebagai pelaku sejarah, maka terlihat tonggak-tonggak periodisasinya sebagai berikut: generasi muda 1908, 1928, 1945, dan 1966. Dalam sejarah kata generasi seringkali dipakai bersama-sama atau bergantian dengan kata angkatan yang salah satu kriteria penentunya adalah kesebayaan dalam usia dan kebersamaan dalam peranan sebagai pelaku sejarah pada masanya serta cita-cita bersama yang ingin dicapai.

Dari tonggak-tonggak generasi itu terlihat bahwa rata-rata setiap 20 tahun bangsa Indonesia mengalami pergantian generasi. Apabila kenyataan itu tidak merupakan suatu kebetulan sejarah semata, maka dalam dasawarsa 80-an ini secara alamiah akan terjadi pergantian generasi.

Setiap generasi memiliki nilai, tantangan, dan jawaban terhadap tantangan itu sendiri-sendiri. Nilai diartikan sebagai hal yang dianggap penting dan berharga baik secara individual ataupun secara bersama-sama dalam suatu kelompok masyarakat yang menjiwai dan mendorong motivasi generasi itu dalam menghadapi tantangan dan memberikan jawaban yang tepat terhadap tantangan itu. Setiap generasi itu telah menghadapi tantangan jamannya dan memberikan jawaban yang tepat terhadap tantangan itu sehingga menghasilkan suatu perubahan ke arah yang lebih baik dari kehidupan masyarakat bangsanya.

Generasi 1908

Generasi 1908 dipelopori oleh pemuda-pelajar School tot opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) atau Sekolah Dokter Jawa di Jakarta. Generasi ini mulai bergerak dalam bentuk organisasi modern seperti perhimpunan Budi Utomo dan kemudian Indische Partij. Tantangan yang mereka hadapi adalah penjajahan yang selalu menjalankan penindasan di bidang politik pemerasan di bidang ekonomi dan menghancurkan budaya bangsa terjajah. Kebijaksanaan ini menimbulkan penderitaan hidup dalam masyarakat bangsa terjajah. Menghadapi tantangan ini mereka mulai berusaha sungguh-sungguh melalui organisasi (BU, IP) memperluas dan meningkatkan pendidikan rakyatnya, karena hanya pada rakyat yang terdidik dapat ditanamkan rasa cinta bangsa dan tanah air tempat lahirnya. Sebagai sarana sosialisasi ide mereka pun menulis di surat-surat kabar yang ada. Dengan cara ini mereka ingin membangkitkan kesadaran berbangsa dan bertanah air di dalam masyarakat bangsanya.

Mereka juga sadar bahwa semua gerak langkah yang dilaluinya diikuti secara teliti oleh pemerintah penjajah. Semua resiko dari perbuatan telah diperhitungkan secara matang. Karena itu pada saat mereka ditangkap, dipenjarakan, ataupun diasingkan oleh pemerintah penjajah, mereka telah menerima dan menjalankan semua itu dengan rela, ikhlas, tanpa pamrih demi kepentingan tanah air dan masyarakat bangsanya. Nilai yang menonjol pada masa itu adalah kemanusiaan, yang terwujud dalam usaha yang sungguh-sungguh untuk mengangkat martabat kemanusiaan bangsanya yang masih dijajah.

Generasi 1928

Generasi 1928 dibangun bersama oleh pemuda yang tergabung dalam organisasi pemuda seperti: Yong Java, Yong Sumatra, Yong Ambon, Yong Minahasa, Pemuda Kaum Betawi, Yong Islamiten Bond, dan Himpunan Pemuda Teosofi dengan mahasiswa yang tergabung dalam studie-studie club.

Tantangan yang dihadapi oleh generasi ini adalah politik pemecahanbelahan terhadap organisasi-organisasi pergerakan nasional yang dilakukan oleh pemerintah penjajah. Sebagaimana diketahui bersama, setelah terbentuknya BU dan IP terus tumbuh dan berkembang berbagai macam bentuk organisasi pergerakan nasional termasuk di kalangan generasi muda dan wanita dengan program dan kepentingannya masing-masing. Kemudian pada tahun 1918 pemrintah penjajah membentuk Volksraad (Dewan Rakyat) yang mulai mengikut-sertakan golongan "bumi putera" sebagai anggota. Kebijaksanaan ini juga dilihat sebagai usaha pemerintah penjajah untuk memecah belah kerukunan intern organisasi-organisasi pergerakan nasional kita. Karena anggota organisasi pergerakan yang diangkat oleh pemerintah kolonial menjadi anggota Volksraad tentu akan setia dan bekerja sama dengan pemerintah itu, sedangkan sebagian yang lain tidak.

Sebagai jawaban terhadap tantangan ini generasi muda mencetuskan SUMPAH PEMUDA pada 28 Oktober 1928. Dengan sumpah ini generasi ini telah menetapkan identitas bangsa atau melahirkan bangsa Indonesia dalam arti etnis-politis. Maksudnya wujud dari kesatuan dan persatuan bangsa, tanah air, bahasa secara formal diikrarkan. Generasi ini telah meletakkan kebersamaan yang terlihat dalam sikap saling memberi dan menerima di antara sesama organisasi muda yang dilakukan secara terbuka, jujur, dan dilandasi rasa hormat-menghormati. Mereka rela meninggalkan kedaulatan organisasinya, suku, daerah, agama, demi kesatuan dan persatuan bangsa, tanah air, dan bahasa. Mereka juga rela mengorbankan kebanggaan pada bahasa daerahnya dan menerima bahasa Indonesia sebagai bahasa nasionalnya.

Dengan butir-butir ikrar yang ada dalam sumpah itu generasi ini meletakkan tujuan yang jelas yang harus dicapai oleh setiap organisasi pergerakan nasional kita. Ini merupakan tujuan bersama yang mengikat semua organisasi pergerakan nasional. Namun setiap organisasi pergerakan masih tetap memiliki program dan cara perjuangan/pergerakan sendiri-sendiri. Ini menunjukkan bahwa generasi ini telah menghayati semangat demokrasi dalam usahanya menumbuhkan kesatuan dan persatuan bangsa. Ini merupakan nilai yang diemban oleh generasi 1928.

Generasi 1945

Generasi 1945 juga disebut generasi pendiri/pembentuk negara bangsa dan sekaligus generasi yang membela/mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatannya. Generasi ini telah berjuang dalam perang kemerdekaan. Semboyan yang dipakai adalah: "merdeka atau mati"; "sekali merdeka tetap merdeka"; "daripada dijajah kembali lebih baik makan batu". Tantangan yang mereka hadapi adalah mempertahankan kemerdekaan bangsa yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 dan kedaulatan negara yang terbentuk pada 18 Agustus 1945 dengan Pancasila dan UUD 1945 sebagai landasan idiil dan konstitusionalnya terhadap serbuan tentara sekutu yang ingin menjajah Indonesia lagi setelah Jepang kalah dalam perang dunia II. Dalam perang kemerdekaan ini rakyat dan tentara kita bahu-membahu berjuang bersama, sehingga ungkapan yang mengatakan bahwa ABRI berasal dari rakyat dan berjuang untuk menjamin ketertiban dan ketenteraman hidup rakyat benar-benar terbukti. Di samping itu para politisi pemimpin negara kita juga melakukan kegiatan diplomasi untuk menarik perhatian negara-negara lain terhadap "masalah Indonesia" ini.

Dengan demikian terlihat bahwa jawaban yang diberikan oleh generasi 1945 terhadap tantangan yang dihadapinya adalah berperang dan berdiplomasi. Semangat yang menjiwai perjuangan mereka adalah sepi ing pamrih rame ing gawe. Dengan semangat itu mereka telah rela berkorban demi kepentingan negara bangsanya. Seluruh jiwa raga mereka abdikan untuk kepentingan negara bangsanya. Dan pengabdian mereka itu tidak sia-sia. Mereka berhasil mempertahankan kemerdekaan dan menegakkan kedaulatan negara bangsanya terhadap rongrongan tentara sekutu dan pemberontakan komunis di Madiun tahun 1948. Setelah 5 tahun berada dalam suasana perjuangan mempertahankan eksistensi negara kesatuan Republik Indonesia, maka pada tahun 1950 (17 Agustus) generasi ini telah memenangkan perjuangan ini.

Hasil nyata dari perjuangan generasi ini selama lima tahun pertama berdirinya negara kesatuan republik Indonesia adalah mempertahankan kemerdekaan, menjaga dan memelihara kedaulatan negara, menjamin tetap tegaknya Pancasila dan UUD 1945, membina kesatuan dan persatuan bangsa, menata kemanunggalan ABRI-Rakyat sebagai satu kekuatan nasional dan meletakkan landasan politik luar negeri yang bebas-aktif. Tahun-tahun berikutnya dalam rangka perjuangan mengisi kemerdekaan yang telah dipertahankannya itu, mereka terjerumus ke dalam pertentangan antar golongan yang berdasarkan ideologi (pertentangan antar partai politik) ataupun pertentangan kepentingan (antar pusat dan daerah atau antar sipil dan militer). Suasana ini mewarnai seluruh pola kehidupan untuk satu kurun waktu yang cukup panjang, yaitu sekitar 15 tahun (1950-1965). Suasana itu merupakan pengalaman pahit dalam kehidupan kenegaraan kita karena program pembangunan sebagai usaha untuk mengisi kemerdekaan tidak dapat dilaksanakan.

Generasi 1966

Generasi 1966 lahir dan menjadi dewasa dalam masa kemerdekaan. Mereka tidak pernah merasakan penderitaan hidup di masa penjajahan ataupun pada masa perang kemerdekaan. Mereka tidak pernah melihat langsung bagaimana para patriot bangsa gugur sebagai kusuma bangsa demi mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negara ini. Generasi ini hidup pada masa terjadinya perubahan-perubahan sistem nasional, yaitu suatu tata kerja dan tata cara bangsa Indonesia yang menegara untuk mencapai cita-cita dan tujuan bangsanya seperti terdapat dalam Pembukaan UUD 1945. Perubahan itu terjadi karena pertentangan di antara partai-partai politik untuk merebut kedudukan yang tertinggi dalam pemerintahan (perdana menteri) sehingga partai yang berhasil memperolehnya dapat melaksanakan "misi suci"-nya, yaitu menerapkan azas dan program partainya ke dalam kebijaksanaan pemerintah khususnya dan masyarakat bangsa umumnya. Di masa itu setiap partai politik memiliki azasnya sendiri-sendiri seperti: marhaenisme, islamisme, komunisme, sosialisme, murbaisme, dan sebagainya yang menjadi doktrin pengikat massa pendukungnya. Untuk memperoleh massa pendukung yang besar setiap partai politik membentuk organisasi massa sebagai onderbouw-nya yang menjangkau semua segi kehidupan masyarakat. Terjadilah pengkotakan hidup dalam masyarakat yang berdasarkan ideologi partai politik masing-masing. Dan setiap partai politik selalu berusaha bilamana perlu menggantikan ideologi negara Pancasila dengan ideologi partainya. Dengan demikian kita dapat mengerti mengapa terjadi peristiwa Madiun 1948, peristiwa DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan peristiwa Daud Beureuh di Aceh, serta G30S/PKI pada tahun 1965. Kegagalan Konstituante untuk menetapkan suatu UUD yang cocok bagi bangsa Indonesia juga menjadi bukti dari pertentangan ideologi di antara partai politik itu. Akibatnya terjadi juga perubahan dalam pemerintahan yang menganut sistem kabinet Parlementer. Rata-rata usia kabinet Parlementer tidak lebih dari 1 1/2 tahun. Suasana kehidupan politik seperti ini telah membawa kemerosotan dalam semua segi kehidupan bernegara. Untuk mengatasi suasana ini presiden mengeluarkan dekrit presiden 5 Juli 1959 yang isinya adalah menyatakan bahwa UUD 1945 dipakai kembali dan Konstituante dibubarkan dan segera membentuk kembali lembaga-lembaga tinggi negara sesuai dengan ketetapan-ketetapan yang ada dalam UUD 1945. Presiden mulai mengambil alih semua kekuasaan untuk membentuk lembaga tinggi/tertinggi negara seperti MPRS, DPRGR, DPAS sesuai dengan kemauannya sendiri.

Mulai dengan dekrit ini kita memasuki masa demokrasi terpimpin dan melepaskan demokrasi liberal. Pada masa ini PKI (Partai Komunis Indonesia) berhasil mengambil peranan penting dan mampu memaksakan konsep nasakomnya melalui presiden. Proses nasakomisasi mulai diterapkan di semua bidang kehidupan ketatanegaraan. Manipol (manifesto politik) diterima sebagai GBHN dan USDEK sebagai uraian lebih lanjutnya menjadi bahan wajib pelajaran untuk semua tingkat sekolah. Bagi masyarakat luas diberikan dalam bentuk indoktrinasi yang bahan-bahannya dikenal dengan nama Tubapi (tujuh bahan pokok indoktrinasi). Dalam suasana ini generasi '66 ini hidup, berkembang dan menjadi manusia dewasa. Sebagian dari generasi ini mengalami sendiri hidup dalam pengkotak-kotakan organisasi pemuda atau mahasiswa yang menjadi onderbouw dari salah satu kekuatan politik dengan ideologi politiknya sendiri.

Menghadapi suasana dan tantangan seperti itu generasi muda ini setelah G30S/PKI menyatukan barisan mereka dalam kesatuan-kesatuan aksi (KAMI, KAPPI, KASI) atau ikatan organisasi pemuda lainnya yang bergerak bersama ABRI untuk menyelamatkan negara ini dari kehancuran akibat G30S/PKI. Semboyan perjuangan mereka adalah AMPERA dan TRITURA. Namun setelah kesatuan-kesatuan aksi ini tidak berperanan lagi, para mahasiswa kembali ke kampus dan giat dalam organisasi ekstra universiternya sedangkan pemuda lainnya kembali ke organisasi induknya, dan kesetiaan tertingginya tetap diberikan kepada kelompoknya yang berdasar pada agama, suku, daerah tempat asal ataupun golongan kepentingan. Kehidupan generasi muda kita kembali ke dalam pengkotak-kotakan seperti masa sebelumnya.

Kehadiran KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia) sejak 23 Juli 1973 sebagai wadah komunikasi antar organisasi pemuda yang berhasil berbicara atas nama pemuda Indonesia di forum internasional serta tercantum dalam GBHN hingga saat ini belum diterima kehadirannya oleh semua organisasi pemuda. Generasi muda masih ingin hidup dalam kotak-kotak organisasi pemuda masing-masing. Sebagai alasan mereka mengatakan bahwa negara kita memakai semboyan Bhinneka Tunggal Ika, pasal 28 UUD 1945 membenarkan sikap mereka dan mereka adalah generasi muda yang anti pada sistem monolit dalam hal penyaluran asprasinya. Akibatnya kesatuan dan persatuan generasi muda masa kini sangat rapuh. Yang lebih memprihatinkan lagi adalah sikap organisasi pemuda atau mahasiswa ekstra universiter yang hanya terbuka, jujur, saling percaya, dan hormat-menghormati dalam kelompok atau organisasinya sendiri. Kelompok atau organisasi pemuda lain di luarnya selalu dihadapi dengan sikap curiga dan tidak mempercayainya serta tertutup. Ini merupakan suatu kemunduran dalam kehidupan organisasi muda masa kini.

Padahal tantangan yang dihadapi generasi muda masa kini sama, yaitu bagaimana mengisi kemerdekaan dengan turut mengambil peranan yang konstruktif dalam pelaksanaan pembangunan nasional sehingga cita-cita masyarakat yang adil dan lebih makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dapat terwujud. Selain itu masalah kesempatan kerja, rendahnya tingkat keterampilan, kepincangan ekonomi dan sosial di antara lapisan masyarakat dan daerah, pengangguran merupakan masalah nyata yang akan turut mempengaruhi hari depan mereka. Menghadapi tantangan itu seharusnya generasi muda merapatkan barisan dalam kesatuan dan persatuan yang utuh untuk bersama-sama memberikan jawaban yang tepat terhadap tantangan itu. Dengan cara ini generasi muda dapat menyatakan bahwa ia generasi penerus yang bertanggung jawab terhadap kelestarian hidup negara bangsa ini di masa depan.

Dengan demikian terlihat kesinambungan perjuangan generasi muda mulai dari generasi 1908 sampai dengan 1966 dan seterusnya nanti. Semuanya berada dalam satu alur, yaitu memperjuangkan, merebut, dan mempertahankan serta mengisi kemerdekaan negara bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Karena itu hal yang perlu menjadi renungan utama dalam memperingati hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 1983 ini adalah persatuan dan kesatuan di antara sesama generasi muda. 


Sumber: Tidak diketahui, 25 Oktober 1983


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rangkaian Peristiwa Bandung Lautan Api (4) Perintah: Bumi-hanguskan Semua Bangunan

Oleh AH NASUTION Bandung Lautan Api Setelah di pos komando, oleh kepala staf diperlihatkan "kawat dari Yogya" tanpa alamat si pengirim: "Tiap sejengkal tumpah darah harus dipertahankan." Maka mulailah perundingan-perundingan, dengan sipil, dengan badan perjuangan dan dengan komandan-komandan resimen 8 serta Pelopor. Pihak sipil meminta sekali lagi kepada panglima div Inggris untuk menunda batas waktu, agar rakyat dapat ditenangkan dan diatur. Tapi Inggris menolak. Walikota berpidato, bahwa pemerintah sipil menaati instruksi pemerintah pusat dan akan tetap berada bersama rakyat di dalam kota. Letkol. Sutoko menyarankan: ke luar bersama rakyat. Letkol Omon A. Rahman menyatakan: resmi taat, tapi sebagai rakyat berjuang terus. Mayor Rukmana: ledakan terowongan Citarum di Rajamandala, supaya kita buat "Bandung Lautan Api" dan "Bandung Lautan Air". Keadaan amat emosional Sebagai panglima penanggung jawab saya putuskan akhirn...

Putusan Congres Pemuda-pemuda Indonesia

K ERAPATAN pemoeda-pemoeda Indonesia diadakan oleh perkoempoelan-perkoempoelan pemoeda Indonesia jang berdasarkan kebangsaan dengan namanja : Jong Java, Jong Soematera (pemoeda Soematera), Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen, Jong Islamieten Bond, Jong Bataksbond, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawi dan perhimpoenan. Memboeka rapat tanggal 27 dan 28 October tahun 1928 dinegeri Djakarta ; Kerapatan laloe mengambil poeteoesan :  PERTAMA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA. KEDOEA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA JG SATOE, BANGSA INDONESIA. KETIGA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENDJUNGDJUNG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA. Setelah mendengar poetoesan ini, kerapatan mengeloearkan kejakinan azas ini wadjib dipakai oleh segala perkoempoelan-perkoempoelan kebangsaan Indonesia. Mengeloerkan kejakinan persatoean Indonesia diperkoeat dengan memperhatikan dasar persatuannja : Kemaoean, sedjarah, bahasa hoekoem adat...

Kemerdekaan, Hadiah dari Siapa?

Oleh ERHAM BUDI W. ANAK  bangsa adalah anak sejarah sekaligus ahli waris kisah. Mewarisi kisah berarti juga mewarisi semangat. Dengan semangat itulah, kisah selanjutnya akan ditorehkan oleh para penerus. Berkaitan dengan ulang tahun kemerdekaan yang lusa kita peringati bersama, pertanyaan kritis yang kerap muncul adalah benarkah kemerdekaan yang kita peroleh merupakan buah perjuangan? Ataukah hadiah belaka? Kemerdekaan memang bisa dimaknai sebagai hadiah, tapi tentu bukan pemberian cuma-cuma. Hadiah dari Jepang? Kemerdekaan Indonesia dianggap sebagai hadiah dari Pemerintah Jepang. Asumsi tersebut sebenarnya cukup beralasan. Gagasan menghadiahkan kemerdekaan kepada Indonesia muncul pada 7 September 1944 melalui pernyataan PM Koiso Kuniaki yang menggantikan Hideo Tojo. Sejak saat itulah, Sang Saka Merah Putih boleh dikibarkan. Bahkan, Laksamana Muda Maeda Tadashi mendirikan Asrama Indonesia Merdeka di Jakarta serta membantu biaya perjalanan Sokarno dan Hatta ke beberapa...

Korban Westerling Tolak Permintaan Maaf Belanda

JAKARTA, (PR),- Hubungan diplomatik Indonesia-Belanda dinilai ilegal. Soalnya, baik secara internasional maupun nasional, tidak ada dasar hukumnya. "Coba, apa landasan hukum hubungan Indonesia-Belanda. Ini perlu dipertanyakan dan dikaji oleh pakar hukum tata negara," kata sejarawan Anhar Gonggong dalam diskusi bertajuk "Permintaan Maaf Belanda atas Kasus Westerling" bersama anggota Dewan Perwakilan Daerah Abdul Aziz Kahhar Mudzakkar dan Ketua Utang Kehormatan Belanda (KUKB) Batara Hutagalung di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (4/9/2013). Sampai saat ini, kata Anhar, Belanda tidak mengakui kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 dan hanya mengakui Indonesia merdeka tanggal 27 Desember 1949. Begitu pula dengan Indonesia yang bersikukuh bahwa kemerdekaannya diproklamasikan 17 Agustus 1945. "Artinya, Belanda memang tak pernah ikhlas terhadap Indonesia. Karena sejak Indonesia merdeka, Belanda kehilangan lumbung ekonomi dan politik," tambah guru besar se...

Berburu Keberuntungan di Trowulan

T anpa terasa sudah hampir dua pekan hari-hari puasa terlewatkan. Dan sudah hampir dua pekan pula Trowulan dikunjungi banyak tamu. Memang, di setiap bulan Ramadhan, Trowulan--sebuah kecamatan di kabupaten Mojokerto--sekitar 50 km barat laut Surabaya, selalu dikunjungi banyak pendatang. Apa yang bisa dilakukan pengunjung di Trowulan di setiap Ramadhan? Menurut banyak orang yang pernah mengunjungi Trowulan, banyak yang bisa dipelajari dan diperhatikan secara saksama di kota bersejarah itu. Trowulan adalah bekas kota kejayaan Kerajaan Majapahit. Di kota itu hingga kini masih banyak peninggalan bekas kejayaan kerajaan Majapahit, salah satu di antaranya adalah Kolam Segaran. "Selain itu, juga ada situs kepurbakalaan kerajaan Majapahit. Ada Candi Tikus, Candi Brahu, makam Ratu Kencana, makam Putri Campa, dan yang paling banyak dikunjungi pendatang adalah makam Sunan Ngundung," ujar Suhu Ong S Wijaya, paranormal muslim yang tiap Ramadhan menyempatkan berziarah ke makam-makam penyeba...

Perjuangan Pelajar Sekolah Guru

Oleh Maman Sumantri TIDAK lama sesudah tersirat secara luas Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 oleh Soekarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia, berkobarlah semangat juang para pemuda, pelajar, mahasiswa, dan warga masyarakat lainnya di seluruh Indonesia. Mereka serempak bangkit berjuang bahu-membahu secara berkelompok dalam badan-badan perjuangan atau kelasykaran, dengan tekad mengisi dan menegakkan proklamasi kemerdekaan. Kelompok badan perjuangan atau kelasykaran yang turut dalam perjuangan menegakkan proklamasi kemerdekaan pada awal revolusi kemerdekaan di Kota Bandung dan sekitarnya, di antaranya Pemuda Republik Indonesia, Hizbullah, Barisan Merah Putih, Barisan Banteng Republik Indonesia (BBRI), Barisan Pemberontak Republik Indonesia (BPRI), Barisan Berani Mati, Angkatan Pemuda Indonesia (API), Pemuda Indonesia Maluku, Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS), Lasykar Rakyat, Pasukan Istimewa, (PI), Lasykar Wanita Indonesia (Laswi), dan Badan Keamanan Rakyat (BKR)....

Museum Sumpah Pemuda yang Bagai Terlupakan

S atu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa merupakan tiga pokok substansial yang dapat mempersatukan keberagaman etnis, bahasa, dan budaya ke dalam satu wadah yang bernama Indonesia. Mengingat demikian pentingnya peristiwa tersebut bagi upaya pembentukan negara Kesatuan Republik Indonesia, maka secara nasional setiap tanggal 28 bulan Oktober selalu dikenang sebagai Hari Sumpah Pemuda. Satu hal yang barangkali agak terlupakan oleh kita, ketika memperingati hari bersejarah ini, adalah sebuah museum yang bernama Museum Sumpah Pemuda dan terletak di Jl Kramat Raya No 106 Jakarta Pusat. Di museum inilah, ikrar itu diucapkan. Di gedung ini pulalah, Wage Rudolf Supratman menggesekkan biolanya, melantunkan lagu Indonesia Raya untuk yang pertama kalinya pada 28 Oktober 1928. Segala proses yang menyangkut lahirnya ikrar Sumpah Pemuda 66 tahun silam, tertata secara apik lewat sajian foto dan patung di museum yang tidak begitu luas ruangannya ini. Sarana Pembinaan Berbeda dengan museum-museum lainny...