Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2014

Revolusi Kebudayaan

Oleh YUDHISTIRA ANM MASSARDI M ari kita renungkan kembali jati diri kita sebagai sebuah bangsa yang belum selesai.  Dari masa silam, kita selalu membanggakan Kerajaan Sriwijaya yang berjaya di sekitar Palembang pada 600-1400. Kita juga membanggakan Majapahit di sekitar Surabaya pada kurun 1293-1519. Kita pun membanggakan kemegahan Borobudur dan Prambanan di sekitar Yogyakarta. Terhadap tonggak-tonggak masa silam itu, kita (ingin) menyatakan diri sebagai bagian darinya: sebagai generasi pemilik dan penerus. Namun, pada saat yang sama, kita juga menyadari bahwa itu adalah hasil karya "mereka" dan tak ada hubungannya dengan "kita". Lalu, muncullah pertanyaan eksistensial itu: "Jadi, sebenarnya, siapakah kita?" "Simsalabim" Dari sejarah Indonesia modern, kita belajar tentang sekelompok priayi di "Sekolah Dokter Jawa" (STOVIA) di Jakarta yang--pada 20 Mei 1908--mendirikan perkumpulan Boedi Oetomo. Para pemuda itu tercerahkan dan menyadari ba...

SEI MAHAKAM (2 - HABIS) Keraton Kutai dan Pergulatan Mawas Diri

Cikal bakal Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura dimulai sekitar abad ke-2 di Muara Kaman dengan raja pertama Kudungga, dilanjutkan putranya, Aswawarman, yang melahirkan tiga putra, yaitu Mulawarman (Kutai Kartanegara, Kaltim), Purnawarman (Taruma Negara, Jawa Barat), dan Adityawarman (Pagaruyung, Sumatera Barat). Oleh HARIADI SAPTONO P ada masa pra Islam tersebut, tercatat 25 raja memimpin Kerajaan Kutai Martadipura, dari Kudungga hingga Dermasetia. Berita tentang Kerajaan Kutai kemudian tidak terdengar. Selanjutnya, abad ke-13 berdiri Kerajaan Kutai Kartanegara di Kutai Lama dengan raja pertama Adji Batara Agung Dewa Sakti hingga raja kelima Pangeran Tumenggung Baya-Baya, sebelum kemudian pada abad ke-16 Kerajaan Kutai Kartanegara memeluk Islam dan abad ke-17 Pangeran Sinum Pandji Mendapa menyerang serta menghancurkan Kerajaan Kutai Martadipura dan kedua kerajaan dipersatukan menjadi Kutai Kartanegara Ing Martadipura sampai sekarang. Pada 1945, keraton bergabung dengan Repub...

Akulturasi Budaya Islam-Hindu Jawa

Bersamaan tahun baru Islam 1 Muharam 1436 Hijriah, Sabtu (25/10), masyarakat Jawa merayakan tahun baru Jawa 1 Sura 1948 Jawa. Meskipun mengadopsi sejumlah ketentuan kalender Hijriah, kalender Jawa punya konsep dan aturan berbeda. Jadilah kalender Jawa sebagai sistem penanggalan khas memadukan budaya Islam, Hindu, dan Jawa. Oleh M ZAID WAHYUDI S ejumlah perayaan pun digelar menyambut tahun baru Islam dan Jawa. Namun, banyak orang Jawa tak mengenal kalendernya dan menganggap dua tahun baru itu sama. Penggunaan kalender Masehi untuk administrasi publik dan kalender Hijriah untuk ibadah membuat kalender Jawa kian ditinggalkan orang Jawa. "Walau ada pro dan kontra atau kritik, sebuah kalender harus dimanfaatkan. Jika tidak, hilang," kata ahli kalender pada Program Studi Astronomi Institut Teknologi Bandung, Moedji Raharta, Minggu (26/10). Itulah yang dialami sejumlah kalender Nusantara: kalender Sunda, Batak, atau Bali. Supaya bertahan, sebuah kalender harus ditopang budaya masya...

SEI MAHAKAM (1) Membulatkan Identitas Kutai Kartanegara

"Cara ampuh satu-satunya untuk menembus suatu bangsa dengan jalan damai di mana-mana sama: hadiah perkenalan, pembagian obat-obatan yang menyembuhkan, dan jimat-jimat penolak bala, bala yang nyata dan yang semu. Orang asing itu harus betul-betul orang kaya atau dianggap kaya, tabib dan tukang sihir. Dalam semua hal ini, tidak ada yang mampu berperilaku semahir orang India. Orang India itu mungkin sekali menyatakan diri keturunan raja atau pangeran, yang hanya dapat memberi kesan baik pada tuan rumahnya" ( Gabriel Ferrand dalam "Asia Tenggara Masa Hindu-Buddha", George Coedes, Kepustakaan Populer Gramedia, 2010, hlm 50-51). "Adik ... kau ini Bugis atau Kutai? Atau Dayak?" kata pembawa acara bernama Rudy dengan ringan dari atas panggung. Pertanyaan itu sebenarnya sungguh menyentak. Namun, rupanya itu hal biasa saja di Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Oleh HARIADI SAPTONO P rovinsi Kalimantan Timur (Kaltim)--sebagaimana banyak provi...

Sumpah Bersejarah

Oleh YONKY KARMAN " I k heb een eleganter formulering voor de resolutie  (Saya punya formulasi resolusi yang lebih elegan)," demikian bisik Mr Mohammad Yamin kepada Soegondo Djojopoespito, pemimpin Kongres Pemuda Indonesia Kedua, di Jakarta, sambil menyodorkan secarik kertas. Saat itu, Mr Soenario Sastrowardoyo, penasihat panitia kongres, sedang berpidato pada sesi akhir. Soegondo membubuhkan paraf setuju untuk rumusan elegan resolusi kongres, diikuti peserta kongres lain. Sebelum resolusi dibacakan, untuk kali pertama diperdengarkan alunan "Indonesia Raya" tanpa syair, dari gesekan biola komponisnya, Wage Rudolf Soepratman. Di rumah milik Sie Kong Liong, di Jalan Kramat Raya, Jakarta, di situ insan Indonesia berusia 20-an tahun yang mewakili puluhan organisasi kepemudaan bersumpah " Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa yang satoe, bangsa Indonesia ." Sumpah itu kemudian menjadi bagian dari ingatan bangsa, sebuah tonggak sejarah nasional. Su...

Pemuda Sepanjang Masa

B agi Indonesia, kaum muda tidak hanya pemilik masa depan, tetapi juga andalan masa lalu yang gemilang. Bayangkan tonggak Sumpah Pemuda 1928! Sekarang ini orang ramai membicarakan tentang bonus demografi, yang mengacu pada peran kelompok muda produktif. Jelaslah, kaum muda merupakan modal penting sepanjang masa. Namun, bagaimana perlakuan dan pembinaan terhadap generasi muda yang menjadi harapan penggerak kemajuan bangsa dan negara pada masa mendatang? Bagaimana postur generasi muda Indonesia? Sudah sering dibahas, peluang pembangunan dan kemajuan sangat terbuka lebar, tetapi jangan-jangan sulit dimanfaatkan karena persiapan sumber daya manusia yang kedodoran. Mayoritas tenaga kerja, misalnya, masih tamatan sekolah dasar. Tingkat produktivitas tenaga kerja Indonesia termasuk rendah di lingkungan Asia. Belum lagi tingkat pengangguran di kalangan sarjana tergolong tinggi. Atas dasar itu, muncul kekhawatiran peluang bonus demografi akan menjadi sia-sia. Persoalan yang dihadapi generasi mu...

Setelah Pemuda Bersumpah

Oleh ASEP SALAHUDIN T ersebutlah dalam kalender sebuah hari yang dikenal sebagai Hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober. Hari yang mengingatkan kita akan peristiwa 86 tahun silam ihwal ikrar yang digelorakan kaum muda tentang kesatuan bangsa, tanah air, dan bahasa. Dhakidae (2001) menyebut Sumpah Pemuda sebagai Indonesian the holy trinity, tritunggal suci --bangsa, bahasa, tanah air. Sumpah yang dalam konteks kebangsaan sungguh penuh rajah sebab sumpah itu di kemudian hari bertemali dengan peristiwa politik yang bikin Indonesia "hamil tua", kemerdekaan yang menjadi cita-cita bersama 17 tahun kemudian diproklamasikan Soekarno dan Hatta. Teks Sumpah Pemuda dan teks proklamasi menjadi saudara kembar yang dipertalikan oleh kesamaan visi keindonesiaan. Yang membedakan hanya pilihan diksi, Sumpah Pemuda lebih serupa puisi karena memang dibikin penyair soneta Mohammad Yamin, sementara proklamasi mendekat kepada gaya prosa. Puisi Sumpah Pemuda mengilhami prosa proklamasi. Dari sumpah verbati...

SUMPAH PEMUDA: Ikrar Nasionalisme Pemuda

S umpah Pemuda dimaknai sebagai deklarasi atas kesatuan bangsa, Tanah Air dan bahasa, yang disusun dalam sebuah kongres organisasi-organisasi kepemudaan nasionalis di Jakarta, pada akhir Oktober 1928. Ia juga merupakan kristalisasi semangat mewujudkan satu bangsa dengan Tanah Air satu dan berbicara dengan bahasa yang satu, Bahasa Indonesia. Kaum mudalah yang membidani kelahiran Sumpah Pemuda. Mereka tergabung dalam sejumlah organisasi kepemudaan yang berlandaskan nasionalisme, ideologi tertentu, hingga aspek kedaerahan. Beberapa Organisasi Pemuda yang Membidani Sumpah Pemuda [V] Organisasi bersifat kedaerahan 1. Jong Java Nama Jong Java dipilih menggantikan Tri Koro Dharmo pada Kongres ke-1 di Solo 1918. Hingga kongres ke-5, organisasi ini memiliki tujuan membangunkan cita-cita Jawa Raya. Pada kongres ke-6 tahun 1926, masuklah pengaruh dari Syarikat Islam. Tujuan perkumpulan pun bertransformasi untuk memajukan persatuan dengan semua golongan bangsa di Hindia Belanda. Beberapa tokohnya ...

Sarekat Islam dalam Sejarah Kemerdekaan

P erpecahan di tubuh Partai Sarekat Islam Indonesia selayaknya tidak disertai surutnya ingatan akan perjuangan organisasi Islam terbesar pada zamannya ini. Melalui penulisan sejarah, generasi kini dan mendatang bisa mengapresiasi sumbangan mereka yang amat besar bagi terbentuknya Republik Indonesia. Dalam buku Sarekat Islam Mencari Ideologi 1924-1945 (Pustaka Pelajar, 2012), Nasihin memaparkan, Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) merupakan perkumpulan rakyat bumiputra, terutama dari kalangan Islam yang berupaya bersatu melawan praktik kolonialisme Belanda. Terbentuknya Sarekat Dagang Islam pada 1909, sebagai awal terbentuknya PSII, dilandasi semangat gerakan Pan Islamisme di Timur Tengah pada awal abad ke-20. Gerakan ini dimaknai sebagai bentuk penyatuan seluruh umat Islam dalam satu ikatan dan rasa persaudaraan. Semangat Pan Islamisme yang dibawa ke Indonesia oleh tokoh-tokoh pergerakan seusai beribadah haji ini disambut hangat. Islam dianggap mampu menjadi lokomotif gerakan bumiput...

PSII, Sang Pelopor

DATA BUKU Judul : Partai Syarikat Islam Indonesia: Kontestasi Politik hingga Konlik Kekuasaan Elite Penulis : Valina Singka Subekti Penerbit : Yayasan Pustaka Obor Indonesia Cetakan : I, 2014 Tebal : xxii + 235 halaman ISBN : 978-979-461-859-2 OLEH AHMAD SUAEDY T idak bisa dimungkiri, Syarikat Islam (SI) yang sebelumnya bernama Syarikat Dagang Islam (SDI) yang didirikan oleh Haji Samanhoedi di Solo tahun 1905 merupakan pelopor nasionalisme Indonesia. Ketika itu SDI berorientasi pada perdagangan. Mereka ingin melawan monopoli para pedagang Tiongkok dan Timur Asing lainnya yang diberi kemudahan oleh Belanda. Sebaliknya, para pedagang Muslim dan pribumi mendapatkan diskriminasi. Kemudian HOS Tjokroaminoto mengubah semuanya, dari yang hanya perdagangan, sosial, dan keagamaan menjadi Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) pada 1929. Dengan perubahan itu maka agenda politiknya menjadi kian jelas, yaitu kemerdekaan Indonesia melawan penjajahan Belanda (Islam and Politics in the Thought of Tj...

Museum Situs Para Wali Dibangun

JAKARTA, KOMPAS -- Warisan peradaban Islam awal mula di Jawa diangkat kembali melalui pembangunan museum-museum situs para wali. Selama ini, pengetahuan masyarakat masih sangat terbatas, misalnya dari tradisi tutur dan pengalaman menyinggahi makam para wali. "Bangunan dengan empat lantai untuk museum situs Maulana Malik Ibrahim paling siap. Awal Oktober 2014 diresmikan," kata Direktur Jenderal Kebudayaan pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kacung Marijan, Kamis (7/8), di Jakarta. Museum tersebut dibangun di Gresik, Jawa Timur. Maulana Malik Ibrahim dikenal sebagai penyebar Islam paling awal di tanah Jawa. Kacung mengatakan, pembangunan museum situs Sunan Kalijaga yang berikutnya. "Pembangunan museum situs Sunan Kalijaga diawali dengan restorasi rumah Sunan Kalijaga. Kayu bangunan yang rapuh digantikan dengan jenis kayu yang sama," tuturnya. Pengajar pada Program Studi Sastra Daerah untuk Sastra Jawa Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Kars...

Masih Perlukah Harkitnas

Ahmad Mansur Suryanegara Sejarawan Muslim Tinggal di Bandung HARI Kebangkitan Nasional (Harkitnas), 20 Mei, sebagai produk keputusan Kabinet Mohammad Hatta (1948). Didasarkan 20 Mei 1908 sebagai Hari Jadi Boedi Oetomo (BO). T ERNYATA  keputusan politik ini sangat bertentangan dengan realitas sejarahnya. BO yang didirikan (1908) oleh Soetomo ketika masih siswa Stovia. BO juga dibubarkan oleh dr Soetomo (1931). BO sebagai gerakan eksklusif priyayi Jawa, aksi dan pemikirannya melawan arus gerakan Kebangkitan Kesadaran Nasional (1900-1942). Tidak hanya saat didirikannya, tetapi juga ketika BO telah berusia 20 tahun. Dalam kongresnya di Surakarta (1928), menurut AK Pringgodigdo dalam Sedjarah Pergerakan Rakjat Indonesia , tetap menolak pelaksanaan cita-cita persatuan nasional Indonesia, yang diperjuangkan oleh Jong Islamieten Bond-JIB (1925). BO dibubarkan sendiri oleh dr Soetomo. Berubah menjadi Persatoean Bangsa Indonesia (PBI), dan berubah lagi menjadi Partai Indonesia Raja (Parindra...