Langsung ke konten utama

Peristiwa Sejarah 30 September 1948: Pasukan Siliwangi Merebut Madiun

Oleh H. Sani L. Abdurahman

MELETUSNYA perang dunia ke-II (PD II) di kawasan Asia Pasifik pada 7 Desember 1941, dimulai dengan serbuan mendadak berupa serangan dari udara oleh Angkatan Udara Jepang untuk melumpuhkan/menghancurkan Armada Laut Amerika yang berpangkal di Pelabuhan Teluk Mutiara Kepulauan Hawaii. Penyerbuan ini, sebagai awal ofensif Jepang untuk serentak menyerbu ke wilayah Asia Selatan (ASEAN) sesuai dengan rencana operasinya (Konsep Perang Kilat), yang didukung oleh keunggulan di udara dan laut dengan menginzet empat kesatuan Army Group, antara lain kesatuan Army ke-16 pimpinan Letnan Jenderal Imamura Hitoshi yang menyerbu dan mendarat di Pulau Jawa, berakhir dengan penyerahan Pemerintahan Hindia Belanda pada 8 Maret 1942 di lapangan udara Kalijati, Subang.

Masa periode pendudukan tentara Jepang selama 3,5 tahun (1.264 hari), merupakan peluang bagi bangsa Indonesia yang sejak perjuangan selama 350 tahun mendambakan mendapatkan latihan keterampilan keprajuritan, sebagai pangkat kekuatan fisik-milier untuk menghalau kolonialisme (gagasan Indie Weerbaar 1915).

Bung Karno di zaman Jepang dulu berkata, "Dai Nippon memberi bantuan kepada kita untuk mencapai kemerdekaan. Tetapi walaupun Dai Nippon memberi seribu bantuan kepada kita, kalau kita tidak berusaha sendiri dengan hasrat dan kemauan keras, maka mustahil kita dapat menjadi suatu bangsa yang kuat. Kemudahan itu tidak boleh kita terima begitu saja seperti hadiah, malahan saya pernah berkata, kita tidak mau menerima kemerdekaan itu kalau diberi seperti hadiah saja. Kita harus mencapai kemerdekaan itu sebagai buah perjuangan kita sendiri. Kita harus memiliki kemerdekaan itu dengan keringat dan darah kita sendiri."

Demikianlah motivasi bangsa Indonesia, yaitu menuntut latihan militer untuk dapat membela tanah air dan mempercepat kemerdekaan. Atas prakarsa dan perjuangan tokoh nasional Gatot Mangkupraja, dikeluarkanlah Undang Undang Pembentukan Pasukan Sukarela untuk membela Pulau Jawa dengan Osamu Seirei No. 44 tanggal 3 Oktober 1943, oleh Panglima Pendudukan Tentara Jepang di Jawa.

ABRI (dulu APRI), dilahirkan oleh proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia. Sebagai anak kandung rakyat/revolusi, ABRI dibentuk pada 5 Oktober 1945 sebagai Tentara Kebangsaan yang berfungsi sebagai alat negara dan alat perjuangan rakyat (abdi rakyat). Dengan maklumat tersebut, di Jawa Barat terbentuklah satu komandemen, tiga divisi, tiga belas resimen, dan lebih kurang 40 batalyon yang siap untuk membela dan mempertahankan negara dari setiap musuh yang akan mengembalikan penjajahan di bumi Indonesia.

TNI didirikan dengan dibekali tiga amanat, yakni Undang Undang Dasar 1945 adalah azas dan politik tentara, tentara kami adalah seluruh rakyat, serta tentara percaya pada kekuatan sendiri dan tidak mengenal menyerah.

Sejarah lainnya TNI-45 sebagai Tentara Kebangsaan, tumbuh secara spontan dari bangkitnya perjuangan kemerdekaan dan usaha-usaha mempertahankan dan mewujudkan cita-cita kemerdekaan. Rakyat yang memulai dengan semangat revolusi (kebangkitan massa), melakukan perjuangan/perlawanan bersenjata untuk membangun tentaranya dan mempersenjatai diri.

TNI-'45 lahir sebagai Tentara Rakyat, dari dan oleh rakyat, dibantu dan didukung sepenuhnya oleh rakyat, baik secara moril maupun materil. TNI-'45 adalah Tentara Rakyat, Tentara Kemerdekaan, Tentara Nasional, Tentara Pejuang, dan Tentara Profesional.

Pengalaman operasi pertahanan/pertempuran pasukan slagorde Divisi Siliwangi selama 2,5 tahun dalam mempertahankan wilayah Jawa Barat, yang semula strategis-defensif dengan pertahanan-lini dan beralih ke pertahanan-mobile dengan sistem perang gerilya/rakyat.

Pelaksanaan perlawanan/perjuangan rakyat bersenjata dapat berhasil, berkat persiapan dan pengalaman latihan keterampilan militer baik yang tergabung dalam satuan kemiliteran (PETA, HEIHO) maupun latihan-latihan semi-militer bagi semua pemuda serta mobilisasi potensi sosial untuk mendukung perjuangan kemerdekaan. 

Instruksi/perintah hijrah dari Panglima Divisi Siliwangi sebagai hasil diplomasi persetujuan Renville 17 Januari 1948 antara pihak Indonesia dengan Belanda, maka seluruh pasukan Divisi Siliwangi dihijrahkan (kurang lebih 40 Yon) ke daerah Jawa Tengah, baik melalui laut maupun darat. Segera sesampainya di Jawa Tengah, dilakukan konsolidasi dan disusun kembali slagorde Divisi Siliwangi dan tergabung dalam kesatuan KUR "Z" yang langsung di bawah Komando Pangsar dan siap menghadapi kemungkinan Agresi ke-II dan kembali ke Jawa Barat (Long-March).

Pada 18 September 1948, terjadi peristiwa yang mengejutkan yaitu pengkhianatan/pemberontakan PKI/Muso di Madiun, yang merebut kekuasaan dari pemerintah Republik Indonesia dan mengumumkan berdirinya Republik Komunis Indonesia.

Pada 19 September 1948, dikeluarkan perintah presiden Republik Indonesia untuk secepat mungkin merebut kembali Kota Madiun dan PKI/Muso. Brigade Siliwangi di bawah pimpinan Letkol Sadikin, ditugaskan untuk secepatnya merebut kembali Madiun dan menghancurkan pasukan pemberontakan PKI. Konsep umum operasi merebut Kota Madiun, sedangkan rencana khusus/gerakan raid/kilat ditugaskan kepada Batalyon Kian Santang (KS) sebagai Task Force untuk bergerak langsung merebut Kota Madiun dengan poros gerakan Tawangmangu-Cemarasewu-Sarangan-Plaosan-Gurang Gareng-Pagotan merebut Madiun, ketentuan hari H-24 September 1948.

Penulis sendiri sebagai Wakil Asisten Operasi Divisi Siliwangi, ditugaskan menyertai Yon Infanteri Kian Santang dalam gerakan raid dan tugas khusus menyelamatkan 1.000 anggota TNI yang ditawan/dipenjara di Kota Madiun. Penjara tersebut sudah dipasangi senapan mesin. Dalam waktu enam hari, Batalyon Kian Santang dapat merebut kembali Kota Madiun, dengan Kompi-I pimpinan Danki (Komandan Kompi) Kapten R. Sumantri sebagai kompi kawal depan (voor-hoede) dan Pleton I-pimpinan Dan Ton (Komandan Pleton) Letnan Endang Rahman sebagai voorspits, yang paling dahulu masuk kota, tepatnya Minggu 30 September 1948 pukul 12.30 WIB, disusul dengan kompi-kompi yang lainnya.

Pada saat Kompi-I, Pleton I sebagai pasukan yang terdepan mendekati/masuk kota, penulis minta dibantu satu regu pimpinan Sersan Abu Bakar dari Pleton Endang Rahman untuk mengawal penulis menuju penjara Madiun. Setibanya di depan pintu penjara, regu melepaskan tembakan serbuan untuk melindungi penulis pada saat merebut kunci pintu penjara, untuk selanjutnya penulis membuka sendiri pintu penjara tersebut dan melepaskan secepat mungkin semua anggota TNI yang ditawan oleh PKI.

Salah satu anggota TNI yang keluar pertama dari pintu gerbang penjara ialah Basari, yang langsung memeluk penulis. Selanjutnya semua anggota TNI yang dipenjara, berangsur-angsur keluar dari penjara secepatnya. Dengan selamatnya penyelamatan anggota TNI dari penjara Madiun, maka tercegahlah pembantaian para anggota TNI tersebut oleh PKI.

Dengan demikian, selesailah sudah tugas penulis (mission accomplished). Selanjutnya penulis segera melapor kepada Dan Brigade bahwa tugas sudah selesai dan kemudian kembali ke Staf Divisi yang dijabat oleh Letkol Daan Yahya di Kota Solo.

Masa pendudukan tentara Jepang selama 3,5 tahun, mendapat peluang menjalankan misi latihan keterampilan militer/keprajuritan, khususnya menciptakan PETA yang dilatih kerena kebutuhan pertahanan (teriorial defense). Sedangkan sejumlah besar kelompok semimiliter yang diorganisir serta dilatih secara militer, tercakup di dalamnya adalah Seinendan (Kelompok Pemuda), Keibodan (Korps Pertahanan Sipil), Shishintai (Korps Perintis), Jibakutai (Korps Berani Mati), Hizbullah (Korps Pemuda Muslim), dan Gakutai (Korps Mahasiswa), yang kelak mampu mengawal, mengamankan, dan mempertahankan kemerdekaan serta pembelaan negara. Selama perang kemerdekaan ke-I, pasukan Siliwangi di Jawa Barat mampu menyusun pertahanan/perlawanan bersenjata dengan perang gerilya/wilayah dengan wujud manunggalnya persatuan/kesatuan pemerintah-rakyat-TNI.

Diplomasi persetujuan Renville, mengharuskan pasukan-pasukan Siliwangi hijrah ke Jawa Tengah/Jawa Timur dan segera konsolidasi dan disusun kembali slagorde-Tempur (40 Yon menjadi 3 Brigade dan Ko-Troops) tergabung dalam KRU "Z" siap menghadapi tugas-tugas strategis dan bergerilya kembali ke Jawa Barat.

Bukti sejarah merebut kembali Kota Madiun pada 30 September 1948 dan menyelamatkan 1.000 anggota TNI yang ditawan PKI dari penjara merupakan hasil gemilang dalam proses sejarah Divisi Siliwangi, dengan telah menyelamatkan negara Republik Indonesia dari pengkhianatan PKI. Kelak dibuktikan bahwa organisasi PKI bergerak di bawah tanah (dengan cara subversi, infiltrasi, doktrin-kontradiksi) selama 40 tahun (1925-1965), dan penculikan PM Syahrir oleh PKI/Tan Malaka pada 27 Juli 1946.

Mengenang peristiwa sejarah militer yang mengisahkan perang kemerdekaan, bukanlah untuk tenggelam dalam sejarah, tetapi mengambil pelajaran dalam mengembangkan doktrin, organisasi, dan tipe operasi untuk menghadapi perang di masa depan (future war).

Marilah kita bina terus identitas, solidaritas, integritas, semangat juang TNI sebagai prajurit profesional (ahli) dengan melestarikan nilai-nilai keperintisan, kepeloporan, dan kepahlawanan, dalam pembangunan keadilan sosial/kemakmuran yang semakin meningkat demi tercapainya negara Republik Indonesia yang kuat, sentosa, damai, adil, dan sejahtera.*

*Kol. Inf (Purn) H. Sani Lupias Abdurahman, mantan Bupati Bandung, kini Ketua Harian Yayasan Pembela Tanah Air (Yapeta) Jawa Barat, tinggal di Bandung.



Sumber: Bandung Pos, 3 Oktober 1997



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rangkaian Peristiwa Bandung Lautan Api (4) Perintah: Bumi-hanguskan Semua Bangunan

Oleh AH NASUTION Bandung Lautan Api Setelah di pos komando, oleh kepala staf diperlihatkan "kawat dari Yogya" tanpa alamat si pengirim: "Tiap sejengkal tumpah darah harus dipertahankan." Maka mulailah perundingan-perundingan, dengan sipil, dengan badan perjuangan dan dengan komandan-komandan resimen 8 serta Pelopor. Pihak sipil meminta sekali lagi kepada panglima div Inggris untuk menunda batas waktu, agar rakyat dapat ditenangkan dan diatur. Tapi Inggris menolak. Walikota berpidato, bahwa pemerintah sipil menaati instruksi pemerintah pusat dan akan tetap berada bersama rakyat di dalam kota. Letkol. Sutoko menyarankan: ke luar bersama rakyat. Letkol Omon A. Rahman menyatakan: resmi taat, tapi sebagai rakyat berjuang terus. Mayor Rukmana: ledakan terowongan Citarum di Rajamandala, supaya kita buat "Bandung Lautan Api" dan "Bandung Lautan Air". Keadaan amat emosional Sebagai panglima penanggung jawab saya putuskan akhirn...

Putusan Congres Pemuda-pemuda Indonesia

K ERAPATAN pemoeda-pemoeda Indonesia diadakan oleh perkoempoelan-perkoempoelan pemoeda Indonesia jang berdasarkan kebangsaan dengan namanja : Jong Java, Jong Soematera (pemoeda Soematera), Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen, Jong Islamieten Bond, Jong Bataksbond, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawi dan perhimpoenan. Memboeka rapat tanggal 27 dan 28 October tahun 1928 dinegeri Djakarta ; Kerapatan laloe mengambil poeteoesan :  PERTAMA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA. KEDOEA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA JG SATOE, BANGSA INDONESIA. KETIGA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENDJUNGDJUNG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA. Setelah mendengar poetoesan ini, kerapatan mengeloearkan kejakinan azas ini wadjib dipakai oleh segala perkoempoelan-perkoempoelan kebangsaan Indonesia. Mengeloerkan kejakinan persatoean Indonesia diperkoeat dengan memperhatikan dasar persatuannja : Kemaoean, sedjarah, bahasa hoekoem adat...

Kemerdekaan, Hadiah dari Siapa?

Oleh ERHAM BUDI W. ANAK  bangsa adalah anak sejarah sekaligus ahli waris kisah. Mewarisi kisah berarti juga mewarisi semangat. Dengan semangat itulah, kisah selanjutnya akan ditorehkan oleh para penerus. Berkaitan dengan ulang tahun kemerdekaan yang lusa kita peringati bersama, pertanyaan kritis yang kerap muncul adalah benarkah kemerdekaan yang kita peroleh merupakan buah perjuangan? Ataukah hadiah belaka? Kemerdekaan memang bisa dimaknai sebagai hadiah, tapi tentu bukan pemberian cuma-cuma. Hadiah dari Jepang? Kemerdekaan Indonesia dianggap sebagai hadiah dari Pemerintah Jepang. Asumsi tersebut sebenarnya cukup beralasan. Gagasan menghadiahkan kemerdekaan kepada Indonesia muncul pada 7 September 1944 melalui pernyataan PM Koiso Kuniaki yang menggantikan Hideo Tojo. Sejak saat itulah, Sang Saka Merah Putih boleh dikibarkan. Bahkan, Laksamana Muda Maeda Tadashi mendirikan Asrama Indonesia Merdeka di Jakarta serta membantu biaya perjalanan Sokarno dan Hatta ke beberapa...

"Abangan"

Oleh AJIP ROSIDI I STILAH abangan berasal dari bahasa Jawa, artinya "orang-orang merah", yaitu untuk menyebut orang yang resminya memeluk agama Islam, tetapi tidak pernah melaksanakan syariah seperti salat dan puasa. Istilah itu biasanya digunakan oleh kaum santri  kepada mereka yang resminya orang Islam tetapi tidak taat menjalankan syariah dengan nada agak merendahkan. Sebagai lawan dari istilah abangan  ada istilah putihan , yaitu untuk menyebut orang-orang Islam yang taat melaksanakan syariat. Kalau menyebut orang-orang yang taat menjalankan syariat dengan putihan  dapat kita tebak mungkin karena umumnya mereka suka memakai baju atau jubah putih. Akan tetapi sebutan abangan-- apakah orang-orang itu selalu atau umumnya memakai baju berwarna merah? Rasanya tidak. Sebutan abangan  itu biasanya digunakan oleh orang-orang putihan , karena orang "abangan" sendiri menyebut dirinya "orang Islam". Istilah abangan  menjadi populer sejak digunakan oleh Clifford ...