Langsung ke konten utama

Wanita Indonesia pada Masa Penjajahan Jepang: Dilatih Bertempur dan Menghibur Serdadu

Pada akhir tahun 1941 Jepang mulai menyerang pangkalan-pangkalan Amerika Serikat di berbagai tempat. Saat itu pula Belanda, yang merupakan Sekutu Amerika, menyatakan perang kepada Jepang.

Pada awal tahun 1942 Jepang mulai mengarahkan ekspansinya ke daerah selatan dan pada 1 Maret 1942 berhasil mendaratkan pasukannya di Pulau Jawa. Dalam waktu seminggu pasukan Jepang di Jawa maju dengan pesatnya dan pada 8 Maret 1942 pemerintah Belanda di Indonesia di bawah Jenderal Tjarda van Starkenborgh menyerah tanpa syarat kepada Jepang.

Bagi bangsa Indonesia, kekalahan Belanda dari Jepang mempunyai makna tersendiri. Keperkasaan bangsa kulit putih, khususnya Belanda, telah runtuh di mata orang Indonesia. Kekalahan bangsa Belanda itu telah menumbuhkan perasaan tersendiri di kalangan bangsa Indonesia, seperti yang dikatakan oleh Kahin (1970) bahwa kekalahan Belanda oleh Jepang mempunyai dua akibat bagi bangsa Indonesia.

Pertama, orang-orang Indonesia merasa yakin bila dipersenjatai seperti Jepang pasti dapat pula mengalahkan Belanda. Kedua, dengan sendirinya wibawa Belanda jatuh di mata orang-orang Indonesia. Disadari atau tidak perasaan ini nantinya akan sangat bermanfaat bagi bangsa Indonesia untuk merebut serta mempertahankan kemerdekaan.

Untuk mempermudah pengambilalihan kekuasaan dan pemerintahan, pemerintah militer Jepang secara berturut-turut mengeluarkan peraturan-peraturan, yaitu Undang-Undang Nomor 2 tanggal 8 Maret 1942 dan Undang-Undang Nomor 3 tanggal 20 Maret 1942, yang berisi pokok melarang semua bentuk kegiatan pergerakan (Panji Pustaka, Nomor 1, 11 April 2603).

Semua organisasi politik dan organisasi pergerakan lain dibekukan dengan alasan untuk menciptakan kestabilan keamanan. Bendera Merah Putih tidak boleh dikibarkan dan lagu Indonesia Raya tidak boleh dinyanyikan. Pemerintah Jepang di Indonesia segera menerapkan Garis Politik Tokyo (Mulyono, 1969), yaitu pengerahan semua sumber yang tersedia di daerah pendudukan, baik tenaga manusia maupun hasil bumi, untuk mencapai kemenangan perang demi tercapainya kemakmuran Asia Timur Raya.

Gerakan 3 A

Untuk itu, pada April 1942 Jepang segera melancarkan Gerakan 3A, Nippon pemimpin-pelindung-dan cahaya Asia. Bagian wanita, gerakan ini disebut Gerakan Istri 3A dan bagian pemudinya bernama Barisan Putri Asia Raya (Suwondo, 1980). Melalui gerakan inilah mula pertama kali wanita Indonesia dilibatkan dalam pemerintahan militer Jepang.

Pada pertengahan tahun 1942 keunggulan pasukan Jepang di berbagai front telah berbalik menjadi kekalahan, terbukti armada Jepang di Laut Karang dapat dihancurkan oleh Sekutu pada Mei 1942. Pada Agustus 1942 pasukan Sekutu memperoleh kemenangan lagi dengan berhasilnya menduduki Guadalcanal di Kepulauan Solomon (Ricklefs, 1981). Akibat dua kekalahan berturut-turut menyebabkan Jepang mengubah strategi perang, yaitu dari ofensif ke defensif (Suryadi, 1970).

Pemerintah Jepang di daerah yang bersangkutan harus mampu berswadaya mempertahankan wilayahnya dengan kemampuan yang dimiliki daerah itu sendiri. Untuk maksud itu, Saiko Sikikan sebagai pimpinan pemerintahan militer Jepang di Indonesia menyerukan kepada seluruh bangsa Indonesia agar bekerja keras membantu Nippon dalam rangka memenangkan perang melawan Sekutu (Kan Po, Th. II No. 21, 25 Juni 2603).

Tindakan pemerintah Jepang itu erat sekali dengan sistem pemerintahan fasistis yang dianutnya. Dalam pemerintahan fasistis seluruh kebaktian dan pengabdian diperuntukkan bagi bangsanya; nasionalisme berada di atas segala-galanya, serta memanfaatkan seluruh daerah pendudukan untuk kepentingan bangsanya (Kohn, 1955).

Untuk merealisasikan keinginan itu, maka pada Maret-April 1943 berturut-turut telah dibentuk organisasi-organisasi yang terdiri dari orang-orang pribumi Indonesia guna membantu pemerintah Jepang. Organisasi-organisasi itu ialah Seinendan pada 9 Maret 1943, Keibodan pada 29 Maret 1943, Heiho pada 24 April 1943, dan Pusat Tenaga Rakyat atau Putera pada 16 April 1943 (Sihombing, 1962). Karena keadaan yang semakin memojokkan posisi Jepang, maka berdasarkan Osamu Seirei Nomor 44 pada tanggal 3 Oktober 1943 pemerintah Jepang membentuk pasukan sukarela Pembela Tanah Air atau Peta.

Di kalangan wanita Indonesia juga dibentuk organisasi dengan maksud untuk memudahkan pengerahan tenaga wanita. Untuk itu, maka bagian propaganda atau Sendenbu segera mendirikan organisasi wanita bernama Fujinkai pada Agustus 1943, yang merupakan satu-satunya organisasi wanita secara resmi didirikan pemerintah Jepang.

Semua istri pejabat serta pegawai pemerintah diharuskan menjadi anggota Fujinkai dan istri pejabat tertinggi setempat secara otomatis menjadi ketuanya. Fujinkai tersebar di seluruh pelosok daerah, baik di kota maupun di desa. Tugas Fujinkai adalah membantu pemerintah militer Jepang, misalnya dengan menanam kapas, mengumpulkan dana untuk kepentingan tambahan biaya perang, ikut mengerahkan tenaga romusya, menjahit serta mengumpulkan pakaian untuk kepentingan serdadu Jepang (Munar, 1950).

Fujinkai diperuntukkan bagi semua wanita Indonesia yang telah berumur di atas 15 tahun. Dengan pengawasan yang ketat dari pemerintah Jepang, seluruh anggota Fujinkai diharuskan bekerja keras untuk membantu kepentingan militer Jepang. Fujinkai juga berkewajiban memberikan hiburan atau mengunjungi kubu-kubu prajurit.

Satuan Tempur

Pemerintah Jepang menyadari bahwa tenaga wanita juga sangat diperlukan untuk kepentingan militer secara langsung, artinya untuk kepentingan perang; tidak hanya tenaga pria yang diperlukan. Agar segera dapat terwujud pengerahan tenaga secara menyeluruh di berbagai bidang, termasuk bidang militer, maka pada Oktober 1944 dibentuk barisan pemudi semi militer bersama Yosyi Seinendan

Yosyi Seinendan dibentuk di berbagai kalangan dan lapisan, baik di kota, desa, sekolahan, maupun di pabrik-pabrik atau perusahaan-perusahaan. Seluruh anggota yang berumur antara 15-25 tahun mendapatkan latihan kemiliteran, kepalangmerahan, serta keterampilan lain yang diperlukan dalam pertempuran. 

Tugas utama Yosyi Seinendan ialah memperkuat serta menyelamatkan garis belakang, namun bila keadaan memaksa mereka diharuskan memperkuat garis depan (Kartodirdjo dkk., 1977). Sebelum Yosyi Seinendan terbentuk, pemerintah militer Jepang telah mendirikan kesatuan tempur khusus wanita bernama Barisan Putri pada 3 November 1943 dan Barisan Srikandi pada April 1944. 

Dengan demikian pada akhir 1944 di Indonesia terdapat tiga kesatuan tempur khusus wanita. Seluruh anggota diasramakan dengan tata kehidupan militer. Mereka dilatih persenjataan, teknik tempur, dan naginata, yaitu perkelahian satu lawan satu dengan mempergunakan pedang (Djawa Baru, Nomor 12/15 Juni 2603).

Meskipun bermula dari keterpaksaan tanpa disadari para wanita Indonesia, organisasi Fujinkai, Yosyi Seinendan, Barisan Putri, dan Barisan Srikandi merupakan arena pemupukan semangat nasionalisme. Seiring dengan perkembangan nasionalisme bangsa Indonesia, para wanita yang tergabung dalam organisasi tersebut mulai menjalin persaturan dengan organisasi pria untuk memupuk rasa persatuan kebangsaan dan membenci penjajahan. Yang pada akhirnya, ketika kekuatan mereka sudah sampai pada saatnya, bersatu padulah wanita dan pria Indonesia merebut kemerdekaan dari tangan penjajah.

Kini sudah 50 tahun Indonesia merdeka. Dilihat dari uraian singkat itu, terlihat bahwa sejak mula wanita Indonesia tidak berpangku tangan demi bangsanya. Latihan kemiliteran didikan Jepang menjadi embrio tampilnya wanita dalam perang kemerdekaan. Dirgahayu bangsa dan negara Indonesia.

(Djumarwan, dosen jurusan Sejarah FPIPS IKIP Yogyakarta).



Sumber: Suara Karya, 24 Juli 1995



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hari Ini 44 Tahun Lalu (1) Mereka Tidak Rela Kemerdekaan Lepas Kembali

Pengantar Hari ini, 11 Desember 1990, masyarakat Sulawesi Selatan kembali memperingati peristiwa heroik 44 tahun lalu, di mana segenap lapisan masyarakat ketika itu bahu-membahu berjuang mempertahankan Kemerdekaan yang setahun sebelumnya berhasil diraih bangsa Indonesia. Dalam peristiwa itu ribuan bahkan puluhan ribu orang jadi korban aksi pembunuhan massal ( massacre ) yang dilakukan Pasukan Merah Westerling. Berikut Koresponden Suara Karya   Muhamad Ridwan  mencoba mengungkap kembali peristiwa tersebut dalam dua tulisan, yang diturunkan hari ini dan besok. Selamat mengikuti. T egaknya tonggak satu negara, Jumat 17 Agustus 1945, merupakan kenyataan yang diakui dunia internasional. Bendera kemerdekaan yang dikibarkan bukan hadiah, melainkan hasil perjuangan panjang yang menelan pengorbanan jiwa dan harta rakyat yang tak terperikan. Lalu, tentara Australia (Sekutu) mendarat pada September 1945. Tujuannya untuk melucuti sisa pasukan Nippon. Namun di belakangnya mendongkel person...

Mengenang Peristiwa 40 Tahun Silam: Taruna "Militaire Academie" Berusaha Melucuti Senjata Tentara Jepang

I NDONESIA pernah memiliki akademi militer (akmil) yang berumur sekitar 5 bulan, tapi menghasilkan lulusan "Vaandrig" (Calon Perwira) berusia muda. Selama dalam pendidikan para tarunanya telah mengalami pengalaman heroik dan patriotik. Akmil itu adalah "MA (Militaire Academice) Tangerang". Sabtu pagi ini, para alumni MA Tangerang akan mengadakan apel besar di Taman Makam Pahlawan Taruna, Jl Daan Mogot, Tangerang, Jawa Barat. Selain untuk memperingati berdirinya akmil itu, apel sekaligus untuk memperingati 40 tahun "Peristiwa Pertempuran Lengkong (PPL)". Ketua Umum Dewan Harian Nasional Angkatan 45 Jenderal (Purn) H Surono akan bertindak sebagai inspektur upacara. PPL meletus 25 Januari 1946. Ketika itu taruna MA Tangerang yang menjadi inti pasukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat), dalam usahanya melucuti tentara Jepang di Lengkong, Kecamatan Serpong Tangerang, terjebak dalam pertempuran yang tidak seimbang. Direktur MA Tangerang, Mayor Daan Mogot...

49 Tahun yang Lalu, Westerling Bantai Puluhan Ribu Rakyat Sulsel

S EPANJANG Desember, mayat-mayat bersimbah darah tampak bergelimpangan di mana-mana. Pekik pembantaian terus terdengar dari kampung ke kampung di Tanah Makassar. Ribuan anak histeris, pucat pasi menyaksikan tragedi yang sangat menyayat itu. Tak ada ayah, tak ada ibu lagi. Sanak saudara korban pun terbantai. Lalu, tersebutlah Kapten Reymond Westerling, seorang Belanda yang mengotaki pembantaian membabi buta terhadap rakyat Sulawesi Selatan 11 Desember, 49 tahun yang lalu itu. Hanya dalam waktu sekejap, puluhan ribu nyawa melayang lewat tangannya.  Makassar, 11 Desember 1946. Kalakuang, sebuah lapangan sempit berumput terletak di sudut utara Kota Makassar (sekarang wilayah Kecamata Tallo Ujungpandang). Di lapangan itu sejumlah besar penduduk dikumpulkan, lalu dieksekusi secara massal. Mereka ditembak mati atas kewenangan perintah Westerling. Bahkan, sejak menapakkan kaki di Tanah Makassar, 7 sampai 25 Desember 1946, aksi pembantaian serupa berulang-ulang. Westerling yang memimpin sep...

Hari ini, 36 tahun lalu: Bom atom pertama dicoba di Alamogordo

Jalannya sejarah bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia mungkin akan berbeda kalau tidak ada peristiwa yang terjadi 16 Juli, 36 tahun lalu. Pada hari itu Amerika Serikat membuka babak baru di dalam teknik, yakni berhasil meledakkan bom atom di New Mexico, tepatnya di Alamogordo. Percobaan yang berhasil ini telah memungkinkan Amerika Serikat menghasilkan bom atom lainnya yang dijatuhkan atas Hiroshima dan Nagasaki. Ketakutan akan akibat bom atom ini telah membuat Jepang ketakutan dan menyerah kepada sekutu, pada 14 Agustus 1945. Jauh-jauh hari sebelum bom atom pertama diledakkan di gurun Alamogordo itu, kurang lebih enam tahun sebelumnya Presiden Franklin D. Roosevelt menerima sepucuk surat dari Dr. Albert Einstein yang isinya mengenai kemungkinan pembuatan bom uranium yang kemampuannya sangat besar. Surat itulah yang kemudian melahirkan suatu proyek yang sangat dirahasiakan dan hanya kalangan kecil yang mengenalnya dengan nama Manhattan Engineer District di bawah pimpinan Mayor...

Putusan Congres Pemuda-pemuda Indonesia

K ERAPATAN pemoeda-pemoeda Indonesia diadakan oleh perkoempoelan-perkoempoelan pemoeda Indonesia jang berdasarkan kebangsaan dengan namanja : Jong Java, Jong Soematera (pemoeda Soematera), Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen, Jong Islamieten Bond, Jong Bataksbond, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawi dan perhimpoenan. Memboeka rapat tanggal 27 dan 28 October tahun 1928 dinegeri Djakarta ; Kerapatan laloe mengambil poeteoesan :  PERTAMA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA. KEDOEA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA JG SATOE, BANGSA INDONESIA. KETIGA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENDJUNGDJUNG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA. Setelah mendengar poetoesan ini, kerapatan mengeloearkan kejakinan azas ini wadjib dipakai oleh segala perkoempoelan-perkoempoelan kebangsaan Indonesia. Mengeloerkan kejakinan persatoean Indonesia diperkoeat dengan memperhatikan dasar persatuannja : Kemaoean, sedjarah, bahasa hoekoem adat...

Masjid Agung Al Azhar (1952) Kebayoran Baru, Jakarta Selatan

M asjid putih berarsitektur indah ini dibangun pada tahun 1952. Tokoh-tokoh pendirinya adalah Mr. Soedirjo, Mr. Tanjung Hok, H. Gazali dan H. Suaid. Masjid yang awalnya diberi nama Masjid Agung Kebayoran Baru ini dibangun selama enam tahun (1952 - 1958) dan berdiri di atas lahan seluas 43.756 m2. Ketika itu peletakan batu pertamanya dilakukan oleh R. Sardjono mewakili walikota Jakarta Raya. Perubahan nama menjadi Masjid Agung Al Azhar Kebayoran Baru, dilakukan menyusul kedatangan seorang tamu yang adalah Rektor Universitas Al Azhar, Syekh Muhammad Saltut. Disebutkan karena terkagum-kagum dengan kemegahan masjid di negara yang ketika itu baru saja merdeka, Saltut memberi nama masjid Agung Kebayoran Baru dengan nama Masjid Agung Al Azhar, Kebayoran Baru. Imam besar pertama masjid itu adalah Prof. DR. Haji Abdul Malik Karim Amrullah, salah seorang tokoh Muhammadiyah yang lebih dikenal sebagai panggilan Buya Hamka. Ulama kondang berdarah Minangkabau, Hamka, itu pula yang mentradisikan akti...

PERISTIWA WESTERLING 23 JANUARI 1950 DI BANDUNG

Oleh : Djamal Marsudi Sejarah kekejaman Westerling sebetulnya sudah dimulai dari Sulawesi semenjak tahun 1945/1946, maka pada waktu Kahar Muzakar yang pada waktu itu menjadi orang Republiken, datang menghadap Presiden Soekarno di Yogyakarta, telah memberikan laporan bahwa korban yang jatuh akibat kekejaman yang dilakukan oleh Kapten Westerling di Sulawesi Selatan mencapai 40.000 (empat puluh ribu jiwa manusia). Laporan tersebut di atas lalu diumumkan oleh Presiden Soekarno dalam rangka upacara peringatan korban "WESTERLING" yang pertama kali pada tanggal 11 Desember 1949 di Yogyakarta, justru sedang dimulainya Konperensi Meja Bundar di Negeri Belanda. Berita "Kejutan" yang sangat "Mengejutkan" ini lalu menjadi gempar dan menarik perhatian dunia internasional. Maka sebagai tradisi pada setiap tahun tanggal 11 Desember, masyarakat Indonesia dan Sulawesi khususnya mengadakan peringatan "KORBAN 40.000 JIWA PERISTIWA WESTERLING" di Sulawesi Selatan. T...