Langsung ke konten utama

Selintas Sejarah Siliwangi (I)

Pengantar: 

Puncak upacara peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-48 Siliwangi yang jatuh pada tanggal 20 Mei, akan diadakan hari ini dalam bentuk parade dan defile di Stadion Siliwangi Bandung. Bertindak sebagai Irup, Kasad Jenderal TNI Wismoyo Arismunandar. Selesai acara ini, dilanjutkan dengan peresmian Ruang Sudirman yang terletak di Makodam III Siliwangi Jl. Aceh. Acara terakhir riung mungpulung. Menyambut HUT ke-48 Siliwangi, mulai hari ini "PR" menurunkan tulisan bersambung mengenai sejarah Kodam III Siliwangi yang kini dipimpin Mayjen TNI Muzani Syukur.

Semoga bermanfaat.

Redaksi.

KELAHIRAN Divisi Siliwangi tak lepas dari sejarah kehadiran Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang kemudian menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) beberapa bulan setelah Proklamasi Kemerdekaan dicetuskan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Letnan Jenderal Urip Sumohardjo yang memperoleh kepercayaan sebagai Kepala Staf Umum TKR pada saat itu, segera membentuk tiga komandemen di Jawa Barat dan satu komandemen di Sumatera. Komandemen I Jawa Barat dipimpin oleh panglimanya Didi Kartasasmita dengan pangkat Kolonel Jenderal Mayor, sedangkan Abdul Haris Nasution dengan pangkat Kolonel ditetapkan sebagai kepala stafnya. Komandemen II Jawa Tengah di bawah pimpinan Jenderal Mayor Suratman, Komandemen II Jawa Timur dipimpin Jenderal Mayor Mohamad, sedangkan Komandemen Sumatera dipimpin Jenderal Mayor Suhardjo Handjowardjo.

Didi Kartasasmita selaku Komandemen I Jawa Barat segera pula memerintahkan pembentukan 13 resimen dengan masing-masing tiga atau empat batalyon di Jawa Barat.

Resimen-resimen TKR di Jawat Barat itu adalah Resimen I Banten, dipimpin oleh Letnan Kolonel Husein Kiai Syam'un. Resimen II Bogor dipimpin Letnan Kolonel Husein Sastranegara/Letnan Kolonel Hidayat Sukarmawijaya. Resimen III Sukabumi dipimpin Letnan Kolonel Edi Sukardi. Resimen IV Tangerang dipimpin Letnan Kolonel Singgih. Resimen V Cikampek di bawah pimpinan Letnan Kolonel Muffreini.

Resimen VI Purwakarta di bawah pimpinan Letnan Kolonel Sumarna. Resimen VII Cirebon di bawah pimpinan Letnan Kolonel Supardi. Resimen VIII Bandung di bawah pimpinan Letnan Kolonel Omon Abdulrakhman. Resimen IX Padalarang di bawah pimpinan Letnan Kolonel Gandawijaya. Resimen X Garut di bawah pimpinan Letnan Kolonel Ponto Sukawijaya. Resimen XI Tasikmalaya di bawah pimpinan Letnan Kolonel Soepian Iskandar. Resimen XII Jatiwangi di bawah pimpinan Letnan Kolonel Sumarno dan Resimen XIII Sumedang di bawah pimpinan Letnan Kolonel Umang Karyasenjaya.

Tidak lama kemudian terbentuk pula Resimen Rangkasbitung di bawah pimpinan Jaya Rukmantara, dan satu resimen lagi di Bandung yang terdiri dari bekas-bekas badan-badan perjuangan di bawah pimpinan Abdullah Saleh.

Dalam waktu yang amat singkat, telah dapat dibentuk sebanyak 15 resimen, dengan masing-masing terdiri atas tiga atau empat batalyon.

Sekalipun demikian, persenjataannya masih serba menyedihkan. Belum ada satu resimen pun yang dapat dipersenjatai sepenuhnya. Bahkan ada resimen yang belum mempunyai satu pucuk senjata bedil pun. Ini tentu saja betul-betul menyedihkan. Bahkan pada waktu Kepala Staf Umum Tentara Keamanan Rakyat, Letnan Jenderal Urip Sumohardjo mengadakan inspeksi dan memeriksa Resimen XI-II, beliau tidak melihat adanya sepucuk bedil pun. Yang ada hanyalah bambu runcing sejumlah satu seksi (peleton).

Pada waktu itu memang sedang taraf mencari senjata. Di mana masing-masing kesatuan berusaha sendiri-sendiri untuk mencari senjata. Harapan yang terbesar mengharapkan kiriman dari daerah Banyumas, di mana Sudirman (calon Panglima Besar yang pertama dan Tentara Kebangsaan kita) sedang membagi-bagikan senjata hasil rampasan dari gudang-gudang senjata Tentara Jepang setempat.

Sementara itu, Markas Tertinggi Tentara Keamanan Rakyat telah menyusun Komandemen I Jawa Barat dengan resimen-resimennya ke dalam tiga divisi, di antaranya: Divisi I yang meliputi keresidenan-keresidenan Banten dan Bogor, berkedudukan di Serang, di bawah pimpinan Kiai Haji Syam'un dengan pangkat kolonel. 

Divisi II meliputi keresidenan-keresidenan Jakarta dan Cirebon, berkedudukan di Linggarjati di bawah pimpinan Kolonel Asikin, yang kemudian diganti oleh Kolonel Abdul Kadir. Sedangkan Divisi III meliputi Keresidenan Priangan, dipimpin Kolonel Aruji Kartawinata.

Pada tanggal 11 Oktober 1945, Komandan Divisi III Kolonel Aruji Kartawinata dipindahkan ke Kementerian Pertahanan Yogyakarta, sebagai penggantinya diangkat Kolonel AH. Nasution yang tadinya menduduki jabatan selaku Kepala Staf Umum Komandemen I Jawa Barat. Sedangkan kedudukan Kolonel AH. Nasution, digantikan oleh Kolonel Hidayat.

Harus diakui juga bahwa di Jawa Barat pada waktu itu memang tidak sedikit terdapat tenaga-tenaga kader yang produktif yang berasal dari eks Peta, Heiho, Kaigun, dan KNIL. Banyak pula dari mereka yang telah mengecap pendidikan Sekolah Menengah ataupun Sekolah Tinggi pada masa Perang Dunia II (zaman penjajahan Belanda) dan berasal dari seluruh Kepulauan Indonesia.

Di samping mereka tergabung dalam TKR, mereka mendirikan pula badan-badan perjuangan seperti: Hasbullah, Sabilillah, Barisan Merah Putih (BMP), Barisan Benteng Republik Indonesia (BBRI), Barisan Pemberontak Republik Indonesia (BPRI), Barisan Berani Mati (BBM), Angkatan Pemuda Indonesia (API), Pemuda Indonesia Maluku (PIM), Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS), Lasykar Rakyat (LR), Pasukan Istimewa (PI), Pasukan Garuda Putih, Pasukan Beruang Merah, Polisi Istimewa, Lasykar Wanita Indonesia (Lasywi), Angkatan Muda Kereta Api (AMK), Angkatan Muda PTT, Pemuda Sosial Indonesia (Pesindo).

Badan-badan perjuangan itu kemudian bergabung dalam Markas Daerah Perjuangan Pertahanan Priangan (MDPP) yang kemudian berubah menjadi Majelis Persatuan Perjuangan Priangan (MPPP) di bawah pimpinan Sutoko. 

(Bersambung) ***



Sumber: Pikiran Rakyat, 23 Mei 1994



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hari Ini 44 Tahun Lalu (1) Mereka Tidak Rela Kemerdekaan Lepas Kembali

Pengantar Hari ini, 11 Desember 1990, masyarakat Sulawesi Selatan kembali memperingati peristiwa heroik 44 tahun lalu, di mana segenap lapisan masyarakat ketika itu bahu-membahu berjuang mempertahankan Kemerdekaan yang setahun sebelumnya berhasil diraih bangsa Indonesia. Dalam peristiwa itu ribuan bahkan puluhan ribu orang jadi korban aksi pembunuhan massal ( massacre ) yang dilakukan Pasukan Merah Westerling. Berikut Koresponden Suara Karya   Muhamad Ridwan  mencoba mengungkap kembali peristiwa tersebut dalam dua tulisan, yang diturunkan hari ini dan besok. Selamat mengikuti. T egaknya tonggak satu negara, Jumat 17 Agustus 1945, merupakan kenyataan yang diakui dunia internasional. Bendera kemerdekaan yang dikibarkan bukan hadiah, melainkan hasil perjuangan panjang yang menelan pengorbanan jiwa dan harta rakyat yang tak terperikan. Lalu, tentara Australia (Sekutu) mendarat pada September 1945. Tujuannya untuk melucuti sisa pasukan Nippon. Namun di belakangnya mendongkel person...

Mengenang Peristiwa 40 Tahun Silam: Taruna "Militaire Academie" Berusaha Melucuti Senjata Tentara Jepang

I NDONESIA pernah memiliki akademi militer (akmil) yang berumur sekitar 5 bulan, tapi menghasilkan lulusan "Vaandrig" (Calon Perwira) berusia muda. Selama dalam pendidikan para tarunanya telah mengalami pengalaman heroik dan patriotik. Akmil itu adalah "MA (Militaire Academice) Tangerang". Sabtu pagi ini, para alumni MA Tangerang akan mengadakan apel besar di Taman Makam Pahlawan Taruna, Jl Daan Mogot, Tangerang, Jawa Barat. Selain untuk memperingati berdirinya akmil itu, apel sekaligus untuk memperingati 40 tahun "Peristiwa Pertempuran Lengkong (PPL)". Ketua Umum Dewan Harian Nasional Angkatan 45 Jenderal (Purn) H Surono akan bertindak sebagai inspektur upacara. PPL meletus 25 Januari 1946. Ketika itu taruna MA Tangerang yang menjadi inti pasukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat), dalam usahanya melucuti tentara Jepang di Lengkong, Kecamatan Serpong Tangerang, terjebak dalam pertempuran yang tidak seimbang. Direktur MA Tangerang, Mayor Daan Mogot...

Hari ini, 36 tahun lalu: Bom atom pertama dicoba di Alamogordo

Jalannya sejarah bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia mungkin akan berbeda kalau tidak ada peristiwa yang terjadi 16 Juli, 36 tahun lalu. Pada hari itu Amerika Serikat membuka babak baru di dalam teknik, yakni berhasil meledakkan bom atom di New Mexico, tepatnya di Alamogordo. Percobaan yang berhasil ini telah memungkinkan Amerika Serikat menghasilkan bom atom lainnya yang dijatuhkan atas Hiroshima dan Nagasaki. Ketakutan akan akibat bom atom ini telah membuat Jepang ketakutan dan menyerah kepada sekutu, pada 14 Agustus 1945. Jauh-jauh hari sebelum bom atom pertama diledakkan di gurun Alamogordo itu, kurang lebih enam tahun sebelumnya Presiden Franklin D. Roosevelt menerima sepucuk surat dari Dr. Albert Einstein yang isinya mengenai kemungkinan pembuatan bom uranium yang kemampuannya sangat besar. Surat itulah yang kemudian melahirkan suatu proyek yang sangat dirahasiakan dan hanya kalangan kecil yang mengenalnya dengan nama Manhattan Engineer District di bawah pimpinan Mayor...

RUNTUHNYA HINDIA BELANDA: Menyerahnya Gubernur Jendral AWL TJARDA dan Letnan Jendral TER POORTEN kepada Letnan Jendral IMMAMURA Panglima Perang Jepang 8 Maret 1942

Generasi kita sekarang, mungkin tidak banyak yang mengetahui terjadinya peristiwa penting di tanah air kita 35 tahun yang lalu, yaitu menyerahnya Gubernur Jenderal dan Panglima Perang Hindia Belanda "Tanpa Syarat" kepada Panglima Perang Jepang yang terjadi di Kalijati Bandung pada tanggal 8 Maret 1942. Peristiwa yang mengandung sejarah di Tanah Air kita ini telah ditulis oleh Tuan S. Miyosi seperti di bawah ini: Pada tanggal 8 Maret 1942 ketika fajar kurang lebih jam 07.00 pagi, kami sedang minum kopi sambil menggosok mata, karena kami baru saja memasuki kota Jakarta, dan malamnya banyak diadakan permusyawaratan. Pada waktu itu datanglah seorang utusan dari Markas Besar Balatentara Jepang untuk menyampaikan berita supaya kami secepat mungkin datang, walaupun tidak berpakaian lengkap sekalipun. Kami bertanya kepada utusan itu, apa sebabnya maka kami disuruh tergesa-gesa? Rupa-rupanya balatentara Hindia Belanda memberi tanda-tanda bahwa peperangan hendak dihentikan! Akan ...

Putusan Congres Pemuda-pemuda Indonesia

K ERAPATAN pemoeda-pemoeda Indonesia diadakan oleh perkoempoelan-perkoempoelan pemoeda Indonesia jang berdasarkan kebangsaan dengan namanja : Jong Java, Jong Soematera (pemoeda Soematera), Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen, Jong Islamieten Bond, Jong Bataksbond, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawi dan perhimpoenan. Memboeka rapat tanggal 27 dan 28 October tahun 1928 dinegeri Djakarta ; Kerapatan laloe mengambil poeteoesan :  PERTAMA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA. KEDOEA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA JG SATOE, BANGSA INDONESIA. KETIGA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENDJUNGDJUNG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA. Setelah mendengar poetoesan ini, kerapatan mengeloearkan kejakinan azas ini wadjib dipakai oleh segala perkoempoelan-perkoempoelan kebangsaan Indonesia. Mengeloerkan kejakinan persatoean Indonesia diperkoeat dengan memperhatikan dasar persatuannja : Kemaoean, sedjarah, bahasa hoekoem adat...

Penyerbuan Lapangan Andir di Bandung

Sebetulnya dengan mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, orang asing yang pernah menjajah harus sudah angkat kaki. Tetapi kenyataannya tidak demikian. Masih ada saja bangsa asing yang ingin tetap menjajah. Jepang main ulur waktu, Belanda ngotot tetap mau berkuasa. Tentu saja rakyat Indonesia yang sudah meneriakkan semangat "sekali merdeka tetap merdeka" mengadakan perlawanan hebat. Di mana-mana terjadi pertempuran hebat antara rakyat Indonesia dengan penjajah. Salah satu pertempuran sengit dari berbagai pertempuran yang meletus di mana-mana adalah di Bandung. Bandung lautan api merupakan peristiwa bersejarah yang tidak akan terlupakan.  Pada saat sengitnya rakyat Indonesia menentang penjajah, Lapangan Andir di Bandung mempunyai kisah tersendiri. Di lapangan terbang ini juga terjadi pertempuran antara rakyat Kota Kembang dan sekitarnya melawan penjajah, khususnya yang terjadi pada tanggal 10 Oktober 1945. Lapangan terbang Andir merupakan sala...

Pemuda Penjuru Bangsa

"Berikan aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Berikan aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia". (Ir Soekarno) JAKARTA, KOMPAS -- Pernyataan presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno, itu menggambarkan betapa pemuda merupakan potensi yang luar biasa, tidak hanya untuk pembangunan bangsa, tetapi juga untuk mengguncangkan dunia. Dalam perkembangan bangsa ini, kaum muda banyak mewarnai sejarah Indonesia. Tidak hanya dimulai dengan digelarnya Kongres Pemuda II tahun 1928, yang menegaskan "bertanah air dan berbangsa yang satu, bangsa Indonesia serta berbahasa persatuan, bahasa Indonesia", tetapi peristiwa pembentukan negeri ini, misalnya lahirnya Boedi Oetomo tahun 1908, pun digagas pemuda. Bahkan, organisasi kebangsaan, seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, tidak bisa dipisahkan dari peranan kaum muda. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan, yang diakui sebagai pemuda adalah warga negara yang m...