Langsung ke konten utama

Sepuluh November 1945 di Surabaya dan Hubungannya dengan Situasi Internasional

Oleh: Prof. DR. H. Moh. Idris A. Kesuma

I. LATAR BELAKANG SITUASI INTERNASIONAL

Setelah Perang Dunia II selesai, maka sesuai dengan Perjanjian Yalta Februari 1945, adanya pembagian daerah-daerah pengaruh, di mana Uni Soviet mendapat bagian daerah pengaruhnya di Eropa Timur dan Eropa Tengah.

1. Yunani

Ada dua daerah yang menjadi sasaran Uni Soviet, yaitu Yunani dan Iran. Agar Yunani masuk daerah pengaruh Uni Soviet, maka Uni Soviet mengerahkan gerilya Komunis Yunani untuk merebut kekuasaan pemerintahan, maka terjadi pemberontakan-pemberontakan di Yunani. Pemerintahan Inggris menyerang Uni Soviet, dan menyerukan agar Uni Soviet menghentikan gerakan subversinya di Yunani.

2. Iran

Sudah adanya suatu agreement antara Inggris dan Iran sebelum Perang Dunia I bahwa Uni Soviet mempunyai pengaruh di Iran sebelah utara, sedangkan Inggris mempunyai pengaruh di Iran bagian selatan.

Setelah Perang Dunia II selesai, tentara pendudukan Inggris masih berada di Iran Selatan, dan Uni Soviet mendesak agar tentara pendudukan Inggris ke luar dari Iran Selatan. Terjadilah perselisihan yang bersifat internasional antara Inggris dengan Uni Soviet dalam pembinaan daerah pengaruhnya di Mediteranian.

3. Di Asia Tenggara

Setelah Perang Dunia II selesai, Inggris berusaha agar tidak terjadi pergolakan yang bersifat fisik di daerah-daerah jajahannya. Karena itu, Inggris selalu menekankan pada Belanda agar persengketaan Indonesia dan Belanda diselesaikan dengan perundingan-perundingan. Terjadinya pertempuran-pertempuran fisik di Indonesia akan memberikan dampak yang buruk bagi Inggris di daerah-daerah jajahannya. Karena itulah Inggris berusaha menjadi mediator dalam persengketaan Indonesia-Belanda.

II. PERISTIWA 10 NOVEMBER 1945 DI SURABAYA

Setelah Perang Dunia II selesai, untuk menjaga kontinuitas kestabilan di Asia Tenggara, diadakanlah suatu perjanjian di Checquers dekat London antara Pemerintah Belanda dengan Pemerintah Inggris yang disebut Civil Affair Agreement pada 24 Agustus 1945, yang isi pokoknya bahwa Pemerintah Inggris yang mempunyai tentara pendudukan di Indonesia yaitu A. F. N. E. I. (Allied Forces Netherlands East Indies) akan menyerahkan pelaksanaan pemerintahan sipil pada Pemerintah Belanda di Indonesia.

Sebagai akibat daripada Civil Affairs Agreement itu, maka tentara pendudukan Inggris sebagai tentara Sekutu mendaratkan tentaranya di Surabaya pada 29 Oktober 1945. 

Tetapi, sesampainya di Surabaya Inggris bertindak sebagai tentara yang menang perang, maka bersifat angkuh.

Didahului oleh Peristiwa Bendera pada 19 September di Hotel Yamato Surabaya, maka situasi sudah memanas.

Pertempuran-pertempuran di Kota Surabaya sudah terjadi, di mana di suatu daerah tertentu di dalam Kota Surabaya tentara Inggris sudah terkepung, dan sempat memberikan tanda bendera putih agar tentara Indonesia yang dipimpin oleh Jono Sewojo tidak menghancurkan tentara Inggris yang terkepung pada 29 Oktober 1945. Dengan kedatangan Presiden Soekarno dan Menteri Penerangan Amir Sjarifoeddin di Surabaya terjadilah cease fire antara tentara Inggris dan tentara Indonesia.

Untuk melaksanakan cease fire tersebut. Brigjen A. W. Mallaby jatuh menjadi kurban di depan Gedung Internatio pada 30 Oktober 1945, karena tentara Inggris dipandang tidak melaksanakan suatu understanding yang dibuat di tempat kejadian antara Brigjen Mallaby dan rakyat, agar tentara Inggris segera meninggalkan Gedung Internatio.

Dalam understanding tersebut, disebutkan juga bahwa pihak mana yang menyerang lebih dulu, maka wakil-wakil yang dipakai sebagai suatu jaminan akan dibunuh. Di pihak Indonesia, yang menjadi jaminan adalah Kolonel Muhammad (yang kemudian pernah menjadi Gubernur Lampung) dan Supeno Judowodjojo sebagai salah seorang penggerak rakyat melawan tentara Inggris, sedangkan di pihak Inggris yang menjadi jaminan ialah Brigjen A. W. Mallaby.

Dengan adanya kejadian bahwa tentara Inggris menembak lebih dahulu ke arah kerumunan rakyat di sekitar Brigjen A. W. Mallaby, rakyat memandang bahwa tentara Inggris sudah mengingkari janji. Dalam situasi yang tidak menentu setelah magrib, maka Brigjen A. W. Mallaby terbunuh dalam pertempuran. Akibat daripada terbunuhnya Brigjen Mallaby, maka prestise Inggris terpukul yang kedua kalinya.

Sebagai akibatnya, setelah tentara Inggris memberikan ultimatum yang diundur pelaksanaannya 2 x 24 jam, akhirnya terjadilah pertempuran pada 10 November 1945, yang kemudian terkenal sebagai Hari Pahlawan. 

III. PERISTIWA 10 NOVEMBER 1945 DI DEWAN KEAMANAN LONDON

Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya itu digunakan oleh pihak Uni Soviet, Ukraina, dan Mesir menyampaikan protesnya terhadap kehadiran tentara Inggris di Indonesia di Dewan Keamanan London.

Berlatar belakang peristiwa di Yunani dan di Iran, maka Uni Soviet dan Ukraina mengadakan peristiwa penyalahgunaan kewajiban tentara Inggris yang bertindak atas nama Sekutu di Indonesia.

1. Surat Ukrainia

Hal ini terjadi pada 21 Januari 1946, berupa: Surat Delegasi Ukrainia kepada Dewan Keamanan, yang isi pokoknya menentang adanya aksi militer dengan menggunakan tentara Inggris dan bala tentara Jepang melawan tentara rakyat Indonesia.

2. Pidato Dr. Dmitri Manuilsky dari Ukrainia

Pidato Dr. Dmitri Manuilsky di dalam sidang Dewan Keamanan pada 7 Februari 1946 itu isi pokoknya antara lain: 

Sesuai dengan instruksi-instruksi dari Pemerintah Republik Soviet Sosialis Ukrainia, Delegasi Ukrainia telah mengirim surat kepada ketua Dewan Keamanan dengan maksud hendak menarik perhatian dewan, selaras dengan Pasal 34 dari Piagam PBB, terhadap keadaan yang abnormal yang terjadi di Indonesia dan selanjutnya.

3. Pidato DR. Andrei Vyshinsky dari Uni Soviet

Pidato Dr. Andrei Vyshinsky dalam Dewan Keamanan terjadi pada 11 Februari 1946, yang isi pokoknya antara lain sebagai berikut: Bahwa suatu kenyataan tentara Inggris di Indonesia digunakan terhadap Liberation Movement yang bertentangan dengan National Self-Determination yang disetujui oleh PBB yang tercantum di dalam piagamnya.

4. Resolusi Mesir

Resolusi Mesir di Dewan Keamanan terjadi pada 11 Februari 1946, yang isi pokoknya antara lain sebagai berikut:

Bahwa tentara Inggris tidak diperbolehkan dalam hal apa pun terhadap pergerakan kebangsaan Indonesia, dan harus segera ditarik dari Indonesia setelah melakukan tugas kewajibannya, yaitu:

1. Melucuti tentara Jepang.
2. Pembebasan tawanan-tawanan perang Sekutu, dan orang-orang interniran yang masih dalam tawanan.

Juga mengharapkan agar perundingan yang sudah dimulai antara Pemerintah Belanda dengan pemimpin-pemimpin pergerakan Indonesia agar dapat mencapai tujuan yang berdasarkan pada piagam, terutama hak menentukan nasib sendiri dari suatu bangsa.

IV. STRATEGI INDONESIA DI BIDANG LUAR NEGERI SETELAH PERISTIWA 10 NOVEMBER 1945

Sejak Indonesia mengadakan proklamasi, Indonesia berusaha agar perjuangan kemerdekaan Indonesia diakui oleh dunia internasional.

Salah satu forum yang penting pada waktu itu ialah PBB. Hal ini sesuai dengan Maklumat Pemerintah 1 November 1945 yang dikeluarkan oleh Wapres Hatta yang menyatakan bahwa Indonesia ingin menjadi anggota PBB, berdasarkan pada Pembukaan UUD 1945, yaitu turut serta secara aktif mengusahakan perdamaian dan ketertiban dunia.

Adanya proklamasi kemerdekaan Indonesia dan peristiwa 10 November 1945 ini merupakan dorongan bagi pemerintah RI untuk mengajukan persengketaan Indonesia-Belanda di forum PBB.

Pihak Belanda selalu menentang usaha-usaha PBB untuk menyelesaikan masalah Indonesia-Belanda berdasarkan pada Piagam PBB artikel 2 ayat 7 bagian kalimat yang pertama, yang berbunyi: "Nothing contained in the present chapter shall authorize the United Nation to intervene in matters which are essentially within the domestic jurisdiction of any state or shall require the members to submit such matters to settlement under the present Charter ..." tetapi dengan adanya peristiwa 10 November 1945 tersebut, pihak-pihak yang membantu Indonesia terutama dari negara-negara Asia-Afrika seperti India dan Mesir, dan juga PBB menggunakan artikel 2 ayat 7 bagian kalimat kedua, yang berbunyi:

"... but this principle shall not prejudice the application of enforcement measures under chapter VIII." Selanjutnya masalah persengketaan Indonesia-Belanda ini tercantum di agenda PBB (Dewan Keamanan) pada waktu Agresi Belanda I, Agresi Belanda II, dan KMB.

Jadi, dari peristiwa-peristiwa internasional dan peristiwa sepuluh November 1945, menjadi suatu masalah yang harus diselesaikan oleh Dewan Keamanan.

Dari kejadian-kejadian tersebut di atas, strategi Indonesia agar masalah Indonesia ditangani oleh Dewan Keamanan menjadi terwujud. Sedangkan sebaliknya, strategi Belanda agar masalah Belanda hanya merupakan soal dalam negeri menjadi gagal.

Politik luar negeri Indonesia, walaupun ada bantuan dari Uni Soviet dan Ukraina di Dewan Keamanan, tetap melandaskan pada politik luar negeri yang bebas aktif, tidak tertarik pada salah satu blok dalam Perang Dingin yang makin memanas pada tahun-tahun berikutnya.



Sumber: Jawa Pos, 10 November 1987



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Harun Nasution: Ajarah Syiah Tidak Akan Berkembang di Indonesia

JAKARTA (Suara Karya): Ajarah Syiah yang kini berkembang di Iran tidak akan berkembang di Indonesia karena adanya perbedaan mendasar dalam aqidah dengan ajaran Sunni. Hal itu dikatakan oleh Prof Dr Harun Nasution, Dekan pasca Sarjana IAIN Jakarta kepada Suara Karya  pekan lalu. Menurut Harun, ajaran Syiah Duabelas di dalam rukun Islamnya selain mengakui syahadat, shalat, puasa, haji, dan zakat juga menambahkan imamah . Imamah artinya keimanan sebagai suatu jabatan yang mempunyai sifat Ilahi, sehingga Imam dianggap bebas dari perbuatan salah. Dengan kata lain Imam adalah Ma'sum . Sedangkan dalam ajaran Sunni, yang dianut oleh sebagian besar umat Islam Indonesia berkeyakinan bahwa hanya Nabi Muhammad saja yang Ma'sum. Imam hanyalah orang biasa yang dapat berbuat salah. Oleh karena Imam bebas dari perbuatan salah itulah maka Imam Khomeini di Iran mempunyai karisma sehingga dapat menguasai umat Syiah di Iran. Apapun yang diperintahkan oleh Imam Khomeini selalu diturut oleh umatnya....

Dr. Danudirjo Setiabudi

Dr. Danudirdjo Setiabudi  adalah nama Indonesia dari Dr. Ernest F. E. Douwes Dekker. Beberapa waktu yang lalu, pemerintah memberikan gelar kepada Danudirjo sebagai Perintis Perkembangan Pers Indonesia, bersama beberapa orang yang lain yang berjasa. Kalau pemerintah menganggap Danudirjo sebagai perintis perkembangan pers Indonesia, maka sebenarnya jasa beliau lebih besar dari itu. Beliau adalah pendekar perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bersama Suwardi Suryaningrat (K. H. Dewantara) dan Dr. Cipto Mangunkusumo, mereka disebut Tiga Serangkai, karena mereka bertiga bersama-sama memperjuangkan kemerdekaan bangsa lewat wadah Indische Partij. Danudirjo Setiabudi lahir pada tahun 1879 di sebuah kota kecil di Jawa Timur yakni Pasuruan. Setelah berhasil menamatkan sekolah menengahnya dan sekolah lanjutannya di Indonesia, Danurdirjo pergi ke Eropa dan melanjutkan pelajarannya, kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Zurich (Swiss). Sejak bocah, Danudirjo telah memiliki jiwa kemerdekaan yang...

Cheng Ho dan Tiga Teori Jangkar Raksasa

S EBAGAIMANA catatan sejarah, pelayaran Laksamana Cheng Ho menyimpan berjuta kisah sejarah yang sangat menarik di nusantara. Tidak saja karena kebetulan petinggi kekaisaran Mongol yang menguasai daratan Tiongkok dari abad ke-13 sampai ke-17 itu beragama Islam, tetapi ekspedisi laut pada abad ke-15 Masehi itu membawa pengaruh politik dan budaya sangat besar. Jejak sejarah tinggalan ekspedisi Cheng Ho yang merupakan duta intenasional Kaisar Yongle, generasi ketiga keturunan Kaisar Ming dari Mongol yang menguasai daratan Tiongkok, tersebar di sepanjang Pulau Jawa bagian utara. Hinggi kini, jejak-jejak arkeologis, historis, sosiologis, dan kultur dari ekspedisi laut laksamana yang memiliki nama Islam Haji Mahmud Shams ini, bertebaran di sepanjang pantai utara (pantura) Jawa. Di Cirebon armada kapalnya sempat singgah dan menetap sebelum melanjutkan perjalanan ke arah timur dan mendarat di pelabuhan yang kini masuk wilayah Kota Semarang, Jawa Tengah. Laksamana Cheng Ho datang pada masa akhir...

Manunggaling Ilmu dan Laku

Alkisah ada seorang bocah pribumi yang telaten dan fasih membaca buku-buku tentang kesusastraan dan keagamaan, baik dalam bahasa Jawa, Melayu, Belanda, Jerman, maupun Latin. Bocah ini sanggup melafalkan dengan apik puisi-puisi Virgilius dalam bahasa Latin. Oleh  BANDUNG MAWARDI K etelatenan belajar mengantarkan bocah ini menjadi sosok yang fenomenal dalam tradisi intelektual di Indonesia dan Eropa. Bocah dari Jawa itu dikenal dengan nama Sosrokartono. Herry A Poeze (1986) mencatat, Sosrokartono pada puncak intelektualitasnya di Eropa menguasai sembilan bahasa Timur dan 17 bahasa Barat. Kompetensi intelektualitasnya itu dibarengi dengan publikasi tulisan dan pergaulan yang luas dengan tokoh-tokoh kunci dalam lingkungan intelektual di Belanda. Sosrokartono pun mendapat julukan "Pangeran Jawa" sebagai ungkapan untuk sosok intelektual-priayi dari Hindia Belanda. Biografi intelektual pribumi pada saat itu memang tak bebas dari bayang-bayang kolonial. Sosrokartono pun tumbuh dalam ...

Mengenang Peristiwa 40 Tahun Silam: Taruna "Militaire Academie" Berusaha Melucuti Senjata Tentara Jepang

I NDONESIA pernah memiliki akademi militer (akmil) yang berumur sekitar 5 bulan, tapi menghasilkan lulusan "Vaandrig" (Calon Perwira) berusia muda. Selama dalam pendidikan para tarunanya telah mengalami pengalaman heroik dan patriotik. Akmil itu adalah "MA (Militaire Academice) Tangerang". Sabtu pagi ini, para alumni MA Tangerang akan mengadakan apel besar di Taman Makam Pahlawan Taruna, Jl Daan Mogot, Tangerang, Jawa Barat. Selain untuk memperingati berdirinya akmil itu, apel sekaligus untuk memperingati 40 tahun "Peristiwa Pertempuran Lengkong (PPL)". Ketua Umum Dewan Harian Nasional Angkatan 45 Jenderal (Purn) H Surono akan bertindak sebagai inspektur upacara. PPL meletus 25 Januari 1946. Ketika itu taruna MA Tangerang yang menjadi inti pasukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat), dalam usahanya melucuti tentara Jepang di Lengkong, Kecamatan Serpong Tangerang, terjebak dalam pertempuran yang tidak seimbang. Direktur MA Tangerang, Mayor Daan Mogot...

Penyerbuan Lapangan Andir di Bandung

Sebetulnya dengan mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, orang asing yang pernah menjajah harus sudah angkat kaki. Tetapi kenyataannya tidak demikian. Masih ada saja bangsa asing yang ingin tetap menjajah. Jepang main ulur waktu, Belanda ngotot tetap mau berkuasa. Tentu saja rakyat Indonesia yang sudah meneriakkan semangat "sekali merdeka tetap merdeka" mengadakan perlawanan hebat. Di mana-mana terjadi pertempuran hebat antara rakyat Indonesia dengan penjajah. Salah satu pertempuran sengit dari berbagai pertempuran yang meletus di mana-mana adalah di Bandung. Bandung lautan api merupakan peristiwa bersejarah yang tidak akan terlupakan.  Pada saat sengitnya rakyat Indonesia menentang penjajah, Lapangan Andir di Bandung mempunyai kisah tersendiri. Di lapangan terbang ini juga terjadi pertempuran antara rakyat Kota Kembang dan sekitarnya melawan penjajah, khususnya yang terjadi pada tanggal 10 Oktober 1945. Lapangan terbang Andir merupakan sala...

Sejarah Lupakan Etnik Tionghoa

Informasi peran kelompok etnik Tinghoa di Indonesia sangat minim. Termasuk dalam penulisan sejarah. Cornelius Eko Susanto S EJARAH Indonesia tidak banyak menulis atau mengungkap peran etnik Tionghoa dalam membantu terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Padahal bila diselisik lebih jauh, peran mereka cukup besar dan menjadi bagian integral bangsa Indonesia. "Ini bukti sumbangsih etnik Tionghoa dalam masa revolusi. Peran mereka tidak kalah pentingnya dengan kelompok masyarakat lainnya, dalam proses pembentukan negara Indonesia," sebut Bondan Kanumoyoso, pengajar dari Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya UI dalam seminar bertema Etnik Tionghoa dalam Pergolakan Revolusi Indonesia , yang digagas Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Tiongkok (PPIT) di Depok, akhir pekan lalu. Menurut Bondan, kesadaran berpolitik kalangan Tionghoa di Jawa mulai tumbuh pada awal abad ke-20. Dikatakan, sebelum kedatangan Jepang pada 1942, ada tiga golongan kelompok Tionghoa yang bero...