Langsung ke konten utama

9 Maret 1942: Belanda Menyerah di Kalijati

61 tahun silam (9 Maret 1942-red), di Pangkalan Udara (PU) Kalijati Kab. Subang Jabar telah terjadi peristiwa sangat penting. Suatu peristiwa yang menghiasi perjalanan sejarah bangsa Indonesia, pascakolonialisme Belanda, yaitu takluknya pemerintah dan tentara Belanda kepada Jepang di PU Kalijati (sekarang Lanud Suryadarma-red).

Kejadian bersejarah itu berlangsung setelah terjadi pertempuran mahadahsyat di seputar Subang-Bandung. Lewat pertempuran yang memakan banyak korban dari dua kubu itu, Jepang akhirnya mampu menghancurkan kubu pertahanan Belanda di Ciater Subang dan menguasainya (6 Maret 1942). Kemudian disusul dengan perundingan Jepang-Belanda di rumah dinas seorang Perwira Staf Sekolah Penerbang Hindia Belanda di PU Kalijati Subang. Dua hari kemudian, dalam tempo cukup singkat, secara resmi Belanda mengakui menyerah tanpa syarat kepada Jepang yang dituangkan dalam naskah penyerahan Hindia Belanda.

Di awal perundingan, Jenderal Ter Poorten selaku Panglima Belanda hanya bersedia untuk kapitulasi Bandung saja. Namun, keinginan itu dengan tegas ditolak Panglima Imamura yang mewakili Jepang, yang menginginkan kapitulasi untuk seluruh wilayah Hindia Belanda. Ketika itu, Imamura sempat mengatakan bila hasilnya tetap sama, tidak mau menyerah tanpa syarat, pertemuan tidak ada gunanya. Dia mempersilakan Panglima Ter Poorten untuk kembali ke Bandung sambil memberi kesempatan terakhir hanya 10 menit saja. Apabila masih tidak sepakat juga, Imamura dengan tegas menyatakan jalan satu-satunya meneruskan pertempuran sekaligus mengancam, Bandung akan dihujani bom dengan pesawat terbang yang telah disiapkan di PU Kalijati Subang.

Rentang waktu sepuluh menit itulah yang sangat menentukan, antara Panglima Imamura dan Panglima Ter Poorten terjadi tanya jawab cukup singkat. Dua kalimat singkat terakhir antara keduanya menjadi catatan sejarah.

Imamura: "Apakah tuan bersedia menyerah tanpa syarat?"

Ter Poorten: "Saya menerima untuk seluruh wilayah Hindia Belanda."

Jawaban akhir yang dilontarkan Ter Poorten mengakhiri kekuasaan Belanda di Indonesia. Kemudian secara resmi dilanjutkan dengan penandatanganan naskah penyerahan kekuasaan Hindia Belanda kepada Jepang. Peristiwa itu sekaligus menjadi tonggak sejarah usainya kekuasaan Belanda di Bumi Nusantara. Pasalnya beberapa hari kemudian, tepatnya 12 Maret 1942 seluruh komandan satuan tentara Inggris dan Australia secara resmi menandatangani penyerahan pasukan kepada Jepang, di hadapan Letjen Maruyama di Bandung. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Hindia Belanda selama 350 tahun di Bumi Pertiwi. Kejadian tersebut memiliki arti strategis bagi bangsa Indonesia, menjadi titik awal kebangkitan kembali para perintis kemerdekaan dalam mewujudkan proklamasi Republik Indonesia.

**

CATATAN yang didapat "PR" dari Dinas Penerangan TNI AU, perundingan bersejarah itu sendiri, berawal ketika 28 Februari 1942 malam, pasukan Jepang dipimpin Kolonel Shoji beserta Divisi Udara Ke-3 pimpinan Letjen Sugawara Michio berhasil mendarat di Pantai Eretan Wetan Indramayu (Pantura Jabar). Pasukan Shoji yang berkekuatan sekira 3.000 orang, terdiri dari dua Batalion Infantri masing-masing pimpinan Mayor Wakamatsu dan Mayor Egashira, dilengkapi sepeda-sepeda dan kereta-kereta tempur (panser) ini bertugas menyerbu PU Kalijati.

Gerakan balatentara pimpinan Shoji ini begitu cepat, kehadiran mereka yang tiba-tiba membuat rakyat Subang dan sekitarnya kaget, terkejut. Pasalnya dalam waktu relatif singkat mereka bermunculan di setiap penjuru, terutama di sekitar PU Kalijati, Jumat 1 Maret 1942. Kemudian tidak berselang lama, pertempuran pun terjadi. Meski telah berusaha mempertahankan PU Kalijati, tentara Belanda kelabakan karena musuh datang tiba-tiba membuatnya kaget. Serangan Jepang makin hebat setelah didukung bantuan kekuatan udaranya dan melakukan pengeboman PU Kalijati.

Setelah melalui pertempuran sengit beberapa hari, dalam waktu relatif singkat PU Kalijati jatuh ke tangan tentara Jepang. Lepasnya PU Kalijati ini merupakan pukulan berat bagi Belanda, mereka berusaha merebutnya kembali dengan mengerahkan pasukan melalui Purwakarta dan Subang. Namun, usahanya itu tetap sia-sia, malahan meminta banyak korban. Setelah menguasai PU Kalijati dan Kota Subang, Shoji menempatkan markasnya di Pusat Perkebunan Pamanukan, Ciasem. Dari sana mereka mulai bergerak menuju Bandung.

Meriam-meriam yang disiapkan Belanda untuk menghadang pasukan Jepang di sepanjang Jalan Raya Subang-Bandung rupanya kurang efektif. Di luar dugaan, tentara Jepang datang lewat perkebunan teh dan melakukan penyerangan lebih dulu. Kemudian menghujani Ciater dengan bom sebagai pembuka jalan. Situasi itu membuat pasukan Belanda kacau-balau dan Jepang berhasil menghancurkan kubu pertahanan Belanda di Ciater sekaligus menguasainya.

Melihat perkembangan kondisi di lapangan, Jenderal Ter Poorten yang memimpin angkatan perang Hindia Belanda dihadapkan pada situasi gawat. Akhirnya 7 Maret 1942, di Bandung Ter Poorten dan Gubernur Tjarda sepakat mengutus Pesman, menghubungi Komandan Tentara Jepang untuk melakukan perundingan. Namun, utusan Belanda itu ditolak Panglima Imamura, dia hanya mau berbicara dengan panglima tentara atau gubernur jenderal saja. Pertemuan yang rencananya dilangsungkan di Jalancagak, Subang, akhirnya berlangsung di rumah dinas seorang perwira staf Sekolah Penerbang Hindia Belanda di PU Kalijati.

**

PERISTIWA pertempuran yang mewarnai lembaran sejarah Kolonialisme di Indonesia, sekaligus menambah nuansa perjuangan menuju Indonesia merdeka. Bahkan, pada masa pendudukan Jepang 3,5 tahun itu merupakan salah satu periode paling menentukan dalam sejarah Indonesia. Pasalnya sebelum serbuan Jepang, tidak ada satu pun tantangan serius terhadap kekuasaan Belanda di Indonesia. Apalagi, setelah Jepang menyerah terhadap sekutu, begitu banyak perubahan luar biasa yang memungkinkan terjadinya revolusi Indonesia.

Memang, masa penjajahan Jepang di Indonesia relatif singkat. Akan tetapi, kehadiran Negara Matahari Terbit ini cukup membuat goresan tajam dan luka mendalam pada sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Kekejamannya seperti kasus Romusya (kerja paksa) sangat membekas dan tidak pernah bisa dilupakan, bagaimana pahitnya penderitaan rakyat Indonesia. Akan tetapi, penderitaan tersebut, seakan menempa bara semangat para pejuang Indonesia untuk terus memperjuangkan kemerdekaan walau mereka harus menebusnya dengan mengorbankan jiwa raga sekalipun.

Meski demikian sangat disayangkan, pengorbanan para pejuang kemerdekaan itu kurang mendapat perhatian dan respons para generasi muda saat ini. Seperti diungkapkan Wartawan Senior Rosihan Anwar yang juga pelaku sejarah, sikap para generasi muda saat ini bukan hanya kurang memaknai sejarah malahan terkesan melupakannya. Selaku pelaku sejarah dia berharap, semua pihak bisa memperdalam, memperkental, dan meningkatkan nalar sejarah sehingga bisa memiliki sense of history. Kemudian menjadikan berbagai peristiwa sejarah menjadi momentum bagi bangsa Indonesia untuk introspeksi diri, memulai pembangunan moral, watak, dan semangat kebangsaan. Sikap itu jelas sangat diperlukan Indonesia yang kini dalam kondisi terpuruk. (yoesoef adji/PR)***



Sumber: Pikiran Rakyat, 10 Maret 2003



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dr. Danudirjo Setiabudi

Dr. Danudirdjo Setiabudi  adalah nama Indonesia dari Dr. Ernest F. E. Douwes Dekker. Beberapa waktu yang lalu, pemerintah memberikan gelar kepada Danudirjo sebagai Perintis Perkembangan Pers Indonesia, bersama beberapa orang yang lain yang berjasa. Kalau pemerintah menganggap Danudirjo sebagai perintis perkembangan pers Indonesia, maka sebenarnya jasa beliau lebih besar dari itu. Beliau adalah pendekar perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bersama Suwardi Suryaningrat (K. H. Dewantara) dan Dr. Cipto Mangunkusumo, mereka disebut Tiga Serangkai, karena mereka bertiga bersama-sama memperjuangkan kemerdekaan bangsa lewat wadah Indische Partij. Danudirjo Setiabudi lahir pada tahun 1879 di sebuah kota kecil di Jawa Timur yakni Pasuruan. Setelah berhasil menamatkan sekolah menengahnya dan sekolah lanjutannya di Indonesia, Danurdirjo pergi ke Eropa dan melanjutkan pelajarannya, kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Zurich (Swiss). Sejak bocah, Danudirjo telah memiliki jiwa kemerdekaan yang...

Hari ini, 36 tahun lalu: Bom atom pertama dicoba di Alamogordo

Jalannya sejarah bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia mungkin akan berbeda kalau tidak ada peristiwa yang terjadi 16 Juli, 36 tahun lalu. Pada hari itu Amerika Serikat membuka babak baru di dalam teknik, yakni berhasil meledakkan bom atom di New Mexico, tepatnya di Alamogordo. Percobaan yang berhasil ini telah memungkinkan Amerika Serikat menghasilkan bom atom lainnya yang dijatuhkan atas Hiroshima dan Nagasaki. Ketakutan akan akibat bom atom ini telah membuat Jepang ketakutan dan menyerah kepada sekutu, pada 14 Agustus 1945. Jauh-jauh hari sebelum bom atom pertama diledakkan di gurun Alamogordo itu, kurang lebih enam tahun sebelumnya Presiden Franklin D. Roosevelt menerima sepucuk surat dari Dr. Albert Einstein yang isinya mengenai kemungkinan pembuatan bom uranium yang kemampuannya sangat besar. Surat itulah yang kemudian melahirkan suatu proyek yang sangat dirahasiakan dan hanya kalangan kecil yang mengenalnya dengan nama Manhattan Engineer District di bawah pimpinan Mayor...

Sejarah Lupakan Etnik Tionghoa

Informasi peran kelompok etnik Tinghoa di Indonesia sangat minim. Termasuk dalam penulisan sejarah. Cornelius Eko Susanto S EJARAH Indonesia tidak banyak menulis atau mengungkap peran etnik Tionghoa dalam membantu terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Padahal bila diselisik lebih jauh, peran mereka cukup besar dan menjadi bagian integral bangsa Indonesia. "Ini bukti sumbangsih etnik Tionghoa dalam masa revolusi. Peran mereka tidak kalah pentingnya dengan kelompok masyarakat lainnya, dalam proses pembentukan negara Indonesia," sebut Bondan Kanumoyoso, pengajar dari Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya UI dalam seminar bertema Etnik Tionghoa dalam Pergolakan Revolusi Indonesia , yang digagas Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Tiongkok (PPIT) di Depok, akhir pekan lalu. Menurut Bondan, kesadaran berpolitik kalangan Tionghoa di Jawa mulai tumbuh pada awal abad ke-20. Dikatakan, sebelum kedatangan Jepang pada 1942, ada tiga golongan kelompok Tionghoa yang bero...

Hari Pahlawan: MENGENANG 10 NOPEMBER 1945

Majalah Inggeris "Army Quarterly" yang terbit pada tanggal 30 Januari 1948 telah memuat tulisan seorang Mayor Inggeris bernama R. B. Houston dari kesatuan "10 th Gurkha Raffles", yang ikut serta dalam pertempuran di Indonesia sekitar tahun 1945/1946. Selain tentang bentrokan senjata antara kita dengan pihak Tentara Inggeris, Jepang dan Belanda di sekitar kota Jakarta, di Semarang, Ambarawa, Magelang dan lain-lain lagi. Maka Mayor R. B. Houston menulis juga tentang pertempuran-pertempuran yang telah berlangsung di Surabaya. Perlu kita ingatkan kembali, maka perlu dikemukakan di sini, bahwa telah terjadi dua kali pertempuran antara Tentara Inggeris dan Rakyat Surabaya. Yang pertama selama 3 malam dan dua hari, yaitu kurang lebih 60 jam lamanya dimulai pada tanggal 28 Oktober 1945 sore, dan dihentikan pada tanggal 30 Oktober 1945 jauh di tengah malam. Dan yang kedua dimulai pada tanggal 10 Nopember 1945 pagi sampai permulaan bulan Desember 1945, jadi lebih dari 21 har...

Harun Nasution: Ajarah Syiah Tidak Akan Berkembang di Indonesia

JAKARTA (Suara Karya): Ajarah Syiah yang kini berkembang di Iran tidak akan berkembang di Indonesia karena adanya perbedaan mendasar dalam aqidah dengan ajaran Sunni. Hal itu dikatakan oleh Prof Dr Harun Nasution, Dekan pasca Sarjana IAIN Jakarta kepada Suara Karya  pekan lalu. Menurut Harun, ajaran Syiah Duabelas di dalam rukun Islamnya selain mengakui syahadat, shalat, puasa, haji, dan zakat juga menambahkan imamah . Imamah artinya keimanan sebagai suatu jabatan yang mempunyai sifat Ilahi, sehingga Imam dianggap bebas dari perbuatan salah. Dengan kata lain Imam adalah Ma'sum . Sedangkan dalam ajaran Sunni, yang dianut oleh sebagian besar umat Islam Indonesia berkeyakinan bahwa hanya Nabi Muhammad saja yang Ma'sum. Imam hanyalah orang biasa yang dapat berbuat salah. Oleh karena Imam bebas dari perbuatan salah itulah maka Imam Khomeini di Iran mempunyai karisma sehingga dapat menguasai umat Syiah di Iran. Apapun yang diperintahkan oleh Imam Khomeini selalu diturut oleh umatnya....

Lahirnya Bangsa Indonesia

Oleh Onghokham SETIAP tahun Indonesia memperingati Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober, hari yang cukup penting sebagai hari peringatan nasional, yang melebihi hari-hari peringatan nasional lain, seperti Hari Kartini, Hari Kebangkitan Nasional, dan lain-lain. Dalam tulisan ini kami akan mencoba menempatkannya dalam proporsi sejarah Indonesia. Pada tanggal 28 Oktober 1928 sekelompok pemuda-pelajar di kota yang dahulu disebut Batavia, ibukota Hindia Belanda, dan kini menjadi Jakarta, ibukota Republik Indonesia, mengucapkan Sumpah Pemuda. Peristiwa ini patut disebut pembentukan atau proklamasi adanya bangsa ( nation ) Indonesia. Konsep bangsa ini lahir dari proses apa yang disebut dalam sejarah kita pergerakan nasional. Ia diambil dari definisi bangsa ( nation ) di Eropa, khususnya dari Ernest Renan, yang mengatakan bahwa bangsa menempati satu wilayah tertentu, berbahasa satu, dan yang terpenting merasa senasib dan seperjuangan. Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 juga bukan yang pertama kali mencetu...

TRAGEDI HIROSHIMA: Maaf Itu Tidak Pernah Terucapkan ....

Di mata rakyat Jepang, nama Paul Warfield Tibbet Jr menyisakan kenangan pedih. Dialah orang yang meluluhlantakkan Kota Hiroshima dalam sekejap pada 6 Agustus 1945 lalu. Yang lebih pedih lagi, Tibbets, seperti juga pemerintah Amerika Serikat, tidak pernah mau meminta maaf atas perbuatannya itu. Akibat bom atom 'Little Boy' berbobot 9.000 pon (4 ton lebih) yang dijatuhkan dari pesawat pengebom B-29 bernama Enola Gay, 140 ribu warga Hiroshima harus meregang nyawa seketika dan 80 ribu lainnya menyusul kemudian dengan penderitaan luar biasa. Sebuah kejadian yang menjadi catatan tersendiri dalam sejarah perang yang pernah ada di muka bumi. Hingga kini seluruh rakyat Jepang masih menanti kata 'maaf' dari pemerintah AS atas perbuatan mereka 62 tahun silam itu. Paling tidak, Tibbets secara pribadi mau menyampaikan penyesalannya. "Tapi ia tidak pernah meminta maaf. Seperti juga pemerintah AS, ia justru beralasan bom itu telah menyelamatkan jutaan orang Amerika dan Jepa...