Langsung ke konten utama

Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei: Nasionalisme Indonesia Sekarang

Oleh P. J. Suwarno

NASIONALISME adalah paham yang menjadi populer pada waktu revolusi besar di Prancis meletus tahun 1789. Dari Prancis menyebar ke seluruh Eropa bersama tentara nasional Prancis di bawah pimpinan Napoleon Bonaparte. Dari Eropa tersebar ke Dunia Ketiga lewat pemerintah jajahan yang sebelum Perang Dunia I masih tegak berdiri di seluruh Asia dan Afrika.

Nasionalisme, suatu konsep yang banyak diperdebatkan karena mengandung banyak aspek, seperti aspek sejarah budaya, politik, sosiologis dan yang terakhir yuridis ketatanegaraan. Kata nasionalisme berasal dari bahasa latin natus est artinya dilahirkan. Kita di Indonesia menyebutnya sebagai paham kebangsaan. Bangsa diartikan sekelompok manusia yang mempunyai keinginan bersama untuk bersatu dan tetap mempertahankan persatuan itu.

Jadi kalau orang berpegang pada arti bangsa di atas yang pernah dikutip Ir. Soekarno dari pendapat E. Renan, maka untuk menjadi suatu bangsa unsur mutlak yang harus ada ialah keinginan bersama untuk bersatu dan tetap mempertahankan persatuan itu. Di sini jelas pembentukan bangsa (nation building) menyangkut domain afektif dan psikomotorik anggota masyarakat.

Tepat sekali tindakan para perintis Angkatan 1908 yang memotivasi pemuda-pemudi mencintai suatu kebudayaan asli dalam hal ini kebudayaan Jawa. Sebab dengan mencintai kebudayaan Jawa, keinginan mereka untuk bersama-sama mengembangkan kebudayaan itu akan tumbuh. Keinginan bersama untuk mengembangkan kebudayaan Jawa itu pasti akan menumbuhkan semangat untuk mempertahankannya.

Maka ketika Sutomo atas dorongan Dr Wahidin Sudirohusodo mendirikan Budi Utomo tanggal 20 Mei 1908, surat kabar Belanda yang bersimpati kepada orang Indonesia menulis "Nasionalisme Jawa Bangkit". Keinginan bersama bersatu untuk mengembangkan kebudayaan itu diberi wadah organisasi modern yang diberi nama Budi Utomo. Sampai sekarang dapat disebut Budi Utomo merupakan pelopor organisasi kebangsaan Indonesia dalam arti modern.

Pada waktu itu nasionalisme di Barat sudah berumur 100 tahun lebih, bahkan sudah berkembang ke dalam sebagai kesadaran akan hak untuk memiliki negara dan memerintahnya dan menjelma menjadi semangat demokrasi, sedangkan ke luar berkembang menjadi imperialisme. Sebab setiap bangsa ingin agar persatuannya dapat bertahan terus-menerus dan bebas dari semua ancaman. Bertahan yang kelewatan menimbulkan agresivitas yang didukung oleh kaum kapitalis menjadi imperialis. Maka tak terhindarkanlah perang antarbangsa di Eropa yang terkenal dengan nama perang dunia.

Belajar dari Eropa

Dari sejarah nasionalisme Eropa tersebut orang dapat melihat pola perkembangan nasionalisme yang dapat digambarkan sebagai berikut. Nasionalisme yang berkembang ke dalam melahirkan demokrasi, karena setiap nasionalis sadar bahwa negara itu milik mereka bersama, bukan milik seseorang, raja atau diktator misalnya. Kesadaran itu menimbulkan keinginan mereka untuk ikut mengaturnya sesuai dengan kehendaknya. Sehingga melahirkan pemerintahan demokrasi. Sedangkan ke luar menmbulkan kesadaran ketahanan nasional yang berlebihan dan menjurus ke agresivitas. Agresivitas ini diberi warna yuridis dan ekonomis menjadi imperialisme.

Apakah pola itu akan diikuti oleh perkembangan nasionalisme Indonesia? Sebagai Negara Ketiga kiranya Indonesia bisa belajar dari perkembangan nasionalisme Eropa. Sehingga segi-segi negatif yang melekat pada perkembangan nasionalisme Barat tersebut dapat dikendalikan. Masyarakat Indonesia harus merencanakan perkembangan nasionalisme ke dalam menjelmakan Demokrasi Pancasila dan ke luar menjelmakan persahabatan antarbangsa di seluruh dunia berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab.

Dengan demikian nasionalisme yang kebetulan ditumbuhkan oleh Belanda di Indonesia dengan politik etisnya dahulu, kini harus digarap dengan perencanaan yang tepat dan bertahap. Untuk itu perlu dicari dan dikembangkan faktor-faktor yang mampu menimbulkan keinginan bersama untuk bersatu dan tetap mempertahankan persatuan itu.

Angkatan 1908 memilih faktor sosio-budaya untuk menumbuhkan nasionalisme tersebut. Angkatan 1928 memilih faktor sosio-budaya terutama pendidikan dan Angkatan 45 menyempurnakannya dengan memilih faktor politik dan revolusi yang melahirkan negara dengan pemerintah yang merdeka.

Proses membangsa yang secara nyata dimulai tahun 1908 tersebut kini sudah berlangsung selama 76 tahun. Semua faktor tersebut meninggalkan bekas pada nasionalisme Indonesia. Bekas yang kini sangat terasa ialah faktor politik pemerintahan yang mengejawantah pada birokrasi Indonesia. Birokrasi itu begitu kuat, sehingga meresapi hampir seluruh sendi masyarakat dan ada yang mengatakan masyarakat Indonesia mengalami birokratisasi.

Menggarap birokrasi

Memang birokrasi merupakan alat yang ampuh sekali untuk menyatukan bangsa Indonesia yang tersebar di tiga ribu pulau dan terdiri dari bermacam-macam suku bangsa ini. Tetapi birokrasi dapat juga mematikan keinginan bersama untuk bersatu dan tetap mempertahankan persatuan itu. Maka masalahnya bagaimana birokrasi yang kuat itu dapat digunakan untuk menumbuhkan keinginan bersama untuk bersatu dan tetap mempertahankan persatuan itu

Birokrasi dalam pengertian modern sebenarnya merupakan alat bagi negara untuk menyelenggarakan kesejahteraan umum. Jadi mereka digaji dari pajak rakyat agar melayani kebutuhan rakyat. Di sinilah arti yang sebenarnya bahwa pegawai negeri dalam UU No. 8 Tahun 1974 disebut sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Jumlah pegawai negeri sekarang sekitar tiga juta. Kalau tiga juta ini sungguh-sungguh melayani masyarakat yang diabdinya, maka setiap seorang pegawai negeri akan melayani sekitar 50 warga negara.

Kalau setiap pegawai negeri mengamalkan fungsinya sesuai dengan arti birokrasi modern dan UU No. 8 Tahun 1974, maka mereka pasti akan mampu menimbulkan rasa cinta masyarakat pada negara. Sebab mereka merasa diayomi oleh pegawai negeri yang dihayatinya sebagai alat negara. Rasa cinta negara ini pasti akan menimbulkan keinginan bersama untuk mempertahankan negara itu. Inilah nasionalisme. Sebaliknya kalau setiap pegawai negeri tidak menghayati dan mengamalkan fungsinya, malahan justru sebaliknya menguasai dan minta dilayani oleh rakyat, maka di sini akan terjadi setiap seorang pegawai negeri akan diabdi dan dilayani oleh sekitar 50 orang warga negara. Dalam keadaan demikian pasti masyarakat akan merasa tertekan oleh birokrat. Kalau hal demikian berkelanjutan mereka akan resah dan akan membenci birokrasi sebagai alat negara, sehingga mereka akan apatis dan merasa tidak ikut memiliki negara. Inilah proses pudarnya nasionalisme dari dalam.

Kecuali itu birokrasi yang rapi dan efektif dapat juga digunakan untuk menghasilkan pembangunan yang berdaya-guna. Dalam hal ini orang dapat pula mengatur prioritas yang berorientasi pada pemupukan keinginan bersama untuk bersatu dan tetap mempertahankan persatuan tadi, misalnya Departemen Perhubungan, Departemen Pariwisata Pos dan Telekomunikasi, dan Departemen Penerangan. Kalau birokrat dalam departemen-departemen ini dapat dibina sedemikian rupa, sehingga transportasi, komunikasi, dan arus informasi di seluruh Indonesia dapat berjalan lancar, murah, dan sederhana, maka jarak antarsuku yang diciptakan oleh laut, gunung dan hutan akan terjembatani, sehingga pergaulan antarsuku akan berkembang dan kemungkinan tumbuhnya keinginan bersama untuk bersatu dan mempertahankan persatuannya akan lebih besar.

Peranan pendidikan

Sesudah transportasi, komunikasi dan informasi dapatlah disebut pendidikan. Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting untuk menumbuhkan keinginan bersama untuk bersatu dan tetap mempertahankan persatuan, meskipun temponya agak pelan dan lambat laun. Memang sampai sekarang Pemerintah belum bisa melepaskan bekas pendidikan intelektualistis yang ditinggalkan oleh Belanda kepada bangsa Indonesia. Sehingga pendidikan anak-anak Indonesia sampai sekarang masih berfokus pada penggarapan domain kognitif dan masih kurang mempertahankan domein afektif dan domein psikomotorik. 

Padahal untuk dapat membangkitkan keinginan bersama untuk bersatu dan tetap mempertahankan persatuan itu, domain-domain afektif dan psikomotorik sangat penting. Makanya harus digarap dengan kesungguhan dan perencanaan yang matang, terutama dalam bidang ilmu-ilmu sosial. Hal ini kiranya sudah diberi perhatian maksimal pada Kabinet Pembangunan IV sekarang. Sedangkan untuk ilmu-ilmu eksakta perlulah kiranya ditumbuhkan minat pada anak didik untuk mengadakan eksperimen di tengah-tengah masyarakat pedesaan, sehingga mereka lebih mengenal alam dan masyarakat Indonesia. Dengan demikian mereka akan terpupuk keinginannya untuk mempertahankan dan mengembangkan alam serta masyarakat Indonesia. Inilah proses membangsa.

Demikian juga departemen-departemen lain harus dibina tidak hanya menjadi aparat yang efektif dan bersih, tetapi juga menumbuhkan keinginan masyarakat untuk bersatu dan tetap mempertahankan persatuan (negara) itu, sebab mereka merasa dilayani diayomi dan disatukan dalam suatu hidup bersama baik dengan warga sekitar, maupun dengan sesama warga yang berasal dan hidup di lain pulau.

Kalau birokrasi yang berkembang menjadi kuat baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif dibina seperti tersebut nasionalisme Indonesia akan berkembang sesuai dengan pola yang telah digariskan oleh Pancasila. Ke dalam mengejawantahkan demokrasi khas Indonesia yang mengutamakan musyawarah mufakat, ke luar selalu mencari persahabatan dengan negara-negara lain di seluruh dunia.

Sebaliknya kalau birokrasi yang kita warisi dari Belanda dan Orde Lama itu dibiarkan menuruti nalurinya, akan tumbuhlah suatu feodalisme yang tiada taranya di Indonesia ini. Sebab akan terjadi tiga juta birokrat dilayani 150 juta warga negara. Dengan demikian memang bangsa Indonesia masih tetap merupakan persatuan, tetapi selalu merasa dipaksa untuk bersatu dengan kekuasaan yang tak dapat ditolaknya. Ini berarti penekanan dan penindasan yang dilegalisasi oleh orang-orang yang dipersatukan tadi. Dengan demikian nasionalisme Indonesia akan berkembang ke dalam menjadi diktatoris dan ke luar menjadi imperialis, sebab selalu mencurigai negara tetangga atau negara-negara dunia kalau-kalau mempengaruhi warga negara Indonesia untuk melawan penindasan dari birokrat yang kuat tersebut.

Birokrasi, faktor pembentuk nasionalisme yang diwarisi oleh Indonesia ini dapat dikembangkan menjadi faktor pembina nasionalisme modern yang khas Indonesia, tetapi dapat juga berkembang menjadi faktor pembangkit feodalisme yang imperialistis. ***

* P. J. Suwarno antara lain mengajar di IKIP Sanata Dharma, Yogyakarta.



Sumber: Tidak diketahui, 19 Mei 1984



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gedung Kebangkitan Nasional Lebih Dikenal Kalangan Pelajar

Ruang "Anatomi" hanyalah sebuah ruangan kecil yang terletak di salah satu sudut gedung. Tapi dibanding dengan ruangan lain yang ada di komplek Gedung Kebangkitan Nasional, ruang "Anatomi" merupakan ruang yang paling bersejarah. Di ruang berukuran 16,7 x 7,8 meter itulah lahir perkumpulan Budi Oetomo. Budi Oetomo yang dilahirkan 20 Mei 1908 oleh para pelajar sekolah kedokteran Stovia adalah organisasi pergerakan nasional pertama di Indonesia yang merintis jalan ke arah pergerakan bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan. Jadi tepat sekali kalau gedung eks-Stovia itu dinamakan Gedung Kebangkitan Nasional (GKN). Di dalam gedung tersebut terdapat Museum Kebangkitan Nasional yang bertugas menyelenggarakan pengumpulan, perawatan, pengawetan, penelitian, penerbitan, pemberian bimbingan edukatif kultural, perpustakaan, dokumentasi, dan penyajian benda-benda bernilai budaya dan ilmiah yang berhubungan dengan sejarah kebangkitan nasional. Peranan Museum Kebangkitan Nasiona...

Arek-arek Soerobojo Hadang Sekutu

Mengungkap pertempuran bersejarah 10 Nopember 1945 sebagai mata rantai sejarah kemerdekaan Indonesia, pada hakekatnya peristiwa itu tidaklah berdiri sendiri. Ia merupakan titik klimaks dari rentetan insiden, peristiwa dan proses sejarah kebangkitan rakyat Jawa Timur untuk tetap melawan penjajah yang ingin mencoba mencengkeramkan kembali kukunya di wilayah Indonesia merdeka. Pertempuran 10 Nopember 1945--tidak saja merupakan sikap spontan rakyat Indonesia, khususnya Jawa Timur tetapi juga merupakan sikap tak mengenal menyerah untuk mempertahankan Ibu Pertiwi dari nafsu kolonialis, betapapun mereka memiliki kekuatan militer yang jauh lebih sempurna. Rentetan sejarah yang sudah mulai membakar suasana, sejak Proklamasi dikumandangkan oleh Proklamator Indonesia: Soekarno dan Hatta tgl 17 Agustus 1945. Rakyat Jawa Timur yang militan berusaha membangun daerahnya di bawah Gubernur I-nya: RMTA Soeryo. Pemboman Kota Hiroshima dan Nagasaki menjadikan bala tentara Jepang harus bertekuk lutut pada ...

Maluku Tahun 1922 (3-Habis) Orang "Komunis" Mengutip Iuran dari Rakyat Pulau Obi

Oleh: H ROSIHAN ANWAR SELAIN dari orang Tobelo yang dulu terkenal sebagai pembajak laut, perlahan-lahan datang pula menetap orang dari suku lain yaitu yang dinamakan Binongko. Sebenarnya Pulau Binongko hanya sebagian dari gugusan Buton, tetapi di Ambon dan Seram lazim disebut orang-orang yang berasal dari Buton di Sulawesi Selatan sebagai orang Binongko. Mereka itu kaum tani kecil, Muslim yang rajin dan hemat, yang dengan bekerja keras dan menabung mencapai kemajuan. Ada kesalahan yang selalu mereka buat yaitu tidak bermukim bersama di suatu tempat, tetapi tinggal menyebar di berbagai pemukiman. Mereka juga sering tidak meminta bagian tanah dari kepala distrik setibanya di Obi. Berkat kedatangan Binongko itu, maka penduduk distrik yang berjumlah 1723 jiwa tahun 1920 meningkat jadi 2228 jiwa tahun 1925. Tahun-tahun pertama setelah kedatangan mereka, maka orang Tobelo tidak mengganggu mereka. Tetapi begitu orang Tobelo mengira orang Binongko telah menyimpan sekadar uang, maka Binongko d...

Ritual Nasional yang Lahir dari Perlawanan Surabaya

Oleh Wiratmo Soekito P ERLAWANAN organisasi-organisasi pemuda Indonesia di Surabaya selama 10 hari dalam permulaan bulan November 1945 dalam pertempuran melawan pasukan-pasukan Inggris yang dibantu dengan pesawat-pesawat udara dan kapal-kapal perang memang tidak dapat mengelakkan jatuhnya kurban yang cukup besar. Akan tetapi, hasil Perlawanan Surabaya itu bukannya  kekalahan, melainkan, kemenangan . Sebab, hasil Perlawanan Surabaya itulah yang telah menyadarkan Inggris untuk memaksa Belanda agar berunding dengan Indonesia sampai tercapainya Perjanjian Linggarjati (1947), yang kemudian dirusak oleh Belanda, sehingga timbullah perlawanan-perlawanan baru dalam Perang Kemerdekaan Pertama (1947-1948) dan Perang Kemerdekaan Kedua (1948-1949), meskipun tidak semonumental Perlawanan Surabaya. Gugurnya para pahlawan Indonesia dalam Perlawanan Surabaya memang merupakan kehilangan besar bagi Republik, yang ketika itu baru berumur 80 hari, tetapi sebagai martir, mereka telah melahirkan satu ri...

TRAGEDI HIROSHIMA: Maaf Itu Tidak Pernah Terucapkan ....

Di mata rakyat Jepang, nama Paul Warfield Tibbet Jr menyisakan kenangan pedih. Dialah orang yang meluluhlantakkan Kota Hiroshima dalam sekejap pada 6 Agustus 1945 lalu. Yang lebih pedih lagi, Tibbets, seperti juga pemerintah Amerika Serikat, tidak pernah mau meminta maaf atas perbuatannya itu. Akibat bom atom 'Little Boy' berbobot 9.000 pon (4 ton lebih) yang dijatuhkan dari pesawat pengebom B-29 bernama Enola Gay, 140 ribu warga Hiroshima harus meregang nyawa seketika dan 80 ribu lainnya menyusul kemudian dengan penderitaan luar biasa. Sebuah kejadian yang menjadi catatan tersendiri dalam sejarah perang yang pernah ada di muka bumi. Hingga kini seluruh rakyat Jepang masih menanti kata 'maaf' dari pemerintah AS atas perbuatan mereka 62 tahun silam itu. Paling tidak, Tibbets secara pribadi mau menyampaikan penyesalannya. "Tapi ia tidak pernah meminta maaf. Seperti juga pemerintah AS, ia justru beralasan bom itu telah menyelamatkan jutaan orang Amerika dan Jepa...

Hari ini, 36 tahun lalu: Bom atom pertama dicoba di Alamogordo

Jalannya sejarah bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia mungkin akan berbeda kalau tidak ada peristiwa yang terjadi 16 Juli, 36 tahun lalu. Pada hari itu Amerika Serikat membuka babak baru di dalam teknik, yakni berhasil meledakkan bom atom di New Mexico, tepatnya di Alamogordo. Percobaan yang berhasil ini telah memungkinkan Amerika Serikat menghasilkan bom atom lainnya yang dijatuhkan atas Hiroshima dan Nagasaki. Ketakutan akan akibat bom atom ini telah membuat Jepang ketakutan dan menyerah kepada sekutu, pada 14 Agustus 1945. Jauh-jauh hari sebelum bom atom pertama diledakkan di gurun Alamogordo itu, kurang lebih enam tahun sebelumnya Presiden Franklin D. Roosevelt menerima sepucuk surat dari Dr. Albert Einstein yang isinya mengenai kemungkinan pembuatan bom uranium yang kemampuannya sangat besar. Surat itulah yang kemudian melahirkan suatu proyek yang sangat dirahasiakan dan hanya kalangan kecil yang mengenalnya dengan nama Manhattan Engineer District di bawah pimpinan Mayor...

Manunggaling Kawula Lan Gusti: Ajaran Syech Siti Jenar yang Ditentang Wali Songo

Oleh: MUHAMMAD RIDLO 'EISY "KULONUWUN  (permisi), adakah Syech Siti Jenar. Beliau dipanggil Sultan Demak," ucap utusan Sultan Demak kepada Syech Siti Jenar. "Syech Siti Jenar tidak ada, yang ada Tuhan," kata Syech Siti Jenar. Utusan kembali ke Demak dan melaporkan percakapannya kepada Sultan Demak. "Panggil Tuhan kemari," kata Sultan Demak. Utusan kembali ke tempat Syech Siti Jenar. (Dalam sebagian kisah rakyat, yang memanggil Syech Siti Jenar bukan Sultan Demak, tetapi Sunan Kudus.) "Kulonuwun, adakah Tuhan, beliau dipanggil Sultan Demak," ucap utusan Sultan Demak kepada Syech Siti Jenar. "Tuhan tidak ada, yang ada Syech Siti Jenar," kata Syech Siti Jenar. Utusan kembali ke Demak dan melaporkan percakapannya kepada Sultan Demak. "Panggil Tuhan dan Syech Siti Jenar kemari," kata Sultan Demak. Setelah dipanggil atas nama Tuhan dan Syech Siti Jenar maka berangkatlah Syech Siti Jenar menghadap Sul...