Langsung ke konten utama

Jangan Biarkan Monumen BLA "Tenggelam"

HARI ini, 46 tahun lalu, Bandung merah membara. Rumah-rumah, gedung, dan berbagai sarana fisik penting lainnya terbakar. Bandung pun berubah menjadi lautan api. 

Sementara itu, ada cerita menarik dari Monumen Bandung Lautan Api (BLA) yang terletak di kawasan Tegallega. Kemarin siang itu ada dua orang pelajar sebuah SMTA di Bandung, yang berada tak jauh dari Monumen BLA. Mereka terlihat sedang asyik membaca komik cerita silat bergambar.

"Saya kurang tahu secara rinci tentang BLA, apalagi makna didirikannya monumen tersebut," tutur salah seorang di antara pelajar tersebut, seraya jari telunjuknya menuding ke arah Monumen BLA.

Kedua pelajar yang mengaku sedang ngabuburit itu, hanya mengangguk sekadar basa-basi ketika dijelaskan tentang peristiwa historis BLA yang terjadi 24 Maret 46 tahun lalu. Sungguh menyedihkan. Apakah kedua pelajar tersebut tahu, bagaimana untuk pertama kalinya peringatan BLA diselenggarakan secara khidmat oleh seluruh warga Bandung?

Sementara itu, di sekitar Monumen BLA tampak pula bedeng-bedeng dan pemukiman masyarakat, serta sejumlah truk dan bus. Bila malam tiba, maka suasana kawasan itu pun disemarakkan dengan suara radio para pedagang dan gelak tawa "perempuan malam".

Terkadang, di sekitar lokasi itu diselenggarakan pula acara hiburan hewan yang "pintar" yang mengundang gelak tawa dan kekaguman penonton. Maka, tentunya kian lengkaplah "tenggelamnya" gairah heroik tokoh-tokoh BLA yang terwakili pada sosok Monumen BLA.

Kalau begitu, apa sebenarnya makna Monumen BLA itu bagi masyarakat secara luas, jika di lokasi itu kini muncul perilaku yang agaknya tidak sesuai dengan makna dan hakikat didirikannya Monumen BLA?

* *

SUATU monumen bersejarah, tentunya berkaitan erat dengan tokoh-tokoh tertentu. Lalu, siapakah tokoh-tokoh dalam peristiwa BLA?

"Engga tahu ya ..." tutur salah seorang pelajar SMTA itu sambil ngeloyor pergi meninggalkan "PR". Sikap mereka semacam itu seolah-olah menjadikan para tokoh BLA antara lain Ali Hanifah, Soesilowati, Sartikaningsih, Aruji Kartawinata, Ahmad Subarjo, E. Karmas, Aboeng Koesman, AH. Nasution, Mashudi, Daeng Kosasih, Kendo Bratamanggala, Didi Kamarga, Suhodo, Mochtaruddin, Rana, Subengat, Susilo, Surjono, Sjamsurizal, Sumarsono, Rusyad Nurdin, Didi Kartasasmita, Mr. Sjafruddin Prawiranegara, Lili Soemantri, R. Soeptandar, Idong Mahdar, Ema, dll, sebagai orang-orang yang tidak pernah tercatat dalam sejarah. Padahal mereka belajar sejarah sejak SD.

Lalu, siapakah yang salah?

"Rasa-rasanya memang banyak pihak lain yang dapat disalahkan, tatkala tahu ada generasi muda yang kurang memahami peristiwa BLA. Terlepas dari persoalan pihak mana yang patut disalahkan, yang jelas surat kabar memiliki andil cukup besar untuk menghidupkan kembali kesadaran masyarakat ihwal peristiwa BLA," ujar sejarawan muslim, Drs. Ahmad Mansur Suryanegara.

Melalui media surat kabar lah, katanya, rentetan peristiwa historis BLA lebih memungkinkan dapat diketahui masyarakat secara luas. Jangan sampai terjadi surat kabar di Jabar ini kurang menghargai tokoh-tokoh pahlawan, khususnya tokoh-tokoh yang berjuang di Jabar.

Menyinggung tentang pendirian Monumen BLA di Tegallega, Ahmad Mansur, mengatakan, keberadaannya saat ini kurang layak. Kemegahan dan besarnya makna sejarah BLA terasa tenggelam dengan adanya tata lingkungan yang memprihatinkan. Betapa tidak, di daerah Tegallega itu banyak bermunculan realita yang malah menurunkan nilai kepahlawanan para pejuang pergerakan merebut kemerdekaan.

Ia mengusulkan agar monumen ini dipindah ke pertigaan Jl. Tamblong yang menjadi saksi banyak peristiwa bersejarah di Bandung. Sedangkan patung sepak bola dipindahkan saja ke Jl. Pajajaran di dekat Stadion Olahraga.

Tatkala hal ini ditanyakan kepada tokoh BLA, Soeparjadi Ratnakentjana, dikatakannya, pemerintah jangan asal membangun Monumen BLA kalau pada akhirnya masyarakat cuek terhadap monumen dan makna yang terkandung di baliknya. Maka, katanya, sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk memberikan penjelasan sejelas-jelasnya kepada masyarakat mengenai peristiwa BLA.

"Peristiwa BLA merupakan salah satu momentum sejarah yang cukup penting dalam pergerakan bangsa Indonesia menuju kemerdekaan bangsa yang berdaulat, bebas dari tekanan penjajah," ujarnya, seraya menambahkan dirinya bersama beberapa rekan akan membentuk Yayasan BLA yang menerbitkan buku perihal sejarah BLA secara lengkap hasil paduan dari tulisan Jenderal (Purn.) AH. Nasution dan sumber lainnya.

* *

YANG juga menarik untuk diketahui, siapakah sebenarnya tokoh-tokoh BLA itu dan sejak kapankah peringatan BLA diselenggarakan?

Pertanyaan perihal tokoh-tokoh BLA, agaknya hingga kini masih terjadi pro dan kontra. Misalkan saja, sejarawan Ahmad Mansur Suryanegara menyatakan punya bukti fotokopi surat kabar pada tahun 1945-1946, terutama perihal peristiwa BLA berikut tokoh-tokohnya.

Ahmad Mansur menyebutkan istilah "Bandung Lautan Api" sebenarnya dicetuskan pertama kali oleh seorang tokoh pejuang wanita beragama Islam. "Dari beberapa sumber historis ada yang memperkirakan, tokoh wanita itu adalah aktivis Laskar Wanita Islam (Laswi), yakni Bu Aruji Kartawinata. Adapun istilah 'Lautan Api' pertama kali diperkenalkan oleh Menlu Ahmad Subarjo," tutur salah seorang pengurus ICMI Orwil Jabar ini.

Sementara itu, sumber lain menyebutkan peringatan BLA untuk pertama-kalinya diselenggarakan pemerintah pada tahun 1971 semasa R. Otje Djundjunan (alm.) menjabat walikota di Bandung. "Ini tidak berarti sebelumnya peristiwa BLA tidak diperingati. Yang memperingati hanya kalangan terbatas saja, yakni para pelaku sejarah yang habis-habisan mempertahankan Bandung dalam peristiwa BLA," jelas H. Aboeng Koesman yang ketika masa BLA berpangkat bintara tinggi.

Diceritakan pula, peringatan perdana BLA yang diadakan Kodya Bandung itu bermula dari pertemuan 30 tokoh BLA pada bulan Maret, 1970 bertempat di Jl. Kalimantan, No. 10 Bandung. Di kala itu, hadir antara lain Kendo Bratamanggala, Ibu Ema, E. Karmas, dll.

Untuk merealisasikan kesepakatan memperingati BLA, kata Aboeng, Kendo memperjuangkannya lewat jalur Kodam III/Siliwangi. Ketika itu, Kendo menjabat sebagai Ketua Badan Pembina Corps (BPC) Siliwangi. Sedangkan Aboeng mengupayakannya melalui Kodya Bandung, yang saat itu walikotanya Ahmad Soekarna Didjaya. Kemudian gagasan tersebut direalisasikan oleh Walikota Kodya Bandung periode berikutnya yakni R. Otje Djundjunan.

Di sisi lain menurut mantan Wagub Jabar, Aboeng Koesman, yang juga turut maju dalam palagan BLA sebagai prajurit Yon II/Sumarsono, kesadaran terhadap sejarah sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup bangsa dan negara Indonesia dalam menegakkan cita-cita sebagai bangsa yang berdaulat dan merdeka. "Karena sejarah adalah guru yang besar," ujarnya.

Ditegaskan pula, peringatan BLA kepentingannya bukan hanya sekadar nostalgia bagi para pelakunya, tetapi sangat pentingnya artinya bagi generasi mendatang, bagaimana rakyat dan pemerintah sama-sama berjuang habis-habisan mengusir penjajah.

"Kemerdekaan yang kita nikmati ini bukan hadiah dari orang lain. Kemerdekaan yang kita nikmati ini merupakan hasil perjuangan bangsa ini yang penuh anyir darah," paparnya, sambil mengenang kembali bagaimana api secara merajalela membumihanguskan Bandung yang ditingkahi jerit tangis kanak-kanak, para ibu yang suaminya gugur di medan pertempuran, tangis anak-anak yang kehilangan ibunya, atau sebaliknya.

Sehubungan dengan itu, imbaunya, generasi masa kini dan masa mendatang harus menghayati makna sejarah secara sungguh-sungguh. Selain itu, harus pula menegakkan jiwa joang 1945 yang rela berkorban, tidak mementingkan orang per orang (golongan), memiliki rasa solidaritas yang tinggi, dan hidup sederhana.

Karena itulah, tuturnya, sejarah bukan sekadar kumpulan cerita yang begitu saja bisa dilupakan, melainkan sejumlah fakta dan kejadian yang menggetirkan. Hal itu tidak bisa begitu saja dihapus dari memori kolektif bangsa Indonesia yang mempertahankan kedaulatannya dari penindasan dan penjajahan bangsa asing. Sebagaimana halnya, peristiwa 10 November 1945 di Surabaya, Palagan Ambarawa di Jateng, peristiwa Lengkong di Tangerang, peristiwa Bojongkokosan di Sukabumi, Bale Endah, Banten, Cirebon, dsbnya.

"Karena itu, jiwa joang 1945 masih relevan dan berlaku dalam perjuangan non-fisik seperti sekarang ini, maupun di masa mendatang," tandasnya, sambil menambahkan, bahwa hal tersebut merupakan salah satu kunci yang harus dipertahankan dalam memantapkan ketahanan nasional.

Dalam kesempatan ini, patut pula dipertanyakan sejauh mana realisasi dari imbauan Mashudi dan H. Daeng Kosasih ("PR", 6/4 '91) tentang perlunya disusun bahan informasi yang utuh, sehingga kelak mampu menjadi media komunikasi andal.

"Bandung Lautan Api tak pelak lagi merupakan peristiwa nasional yang terkait erat dengan itikad menegakkan tonggak kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia. Tapi akhirnya hingga saat ini terlupakan begitu saja oleh kita sendiri," ujar Mashudi dalam peringatan BLA tahun lalu.

Hal senada juga pernah dikemukakan H. Daeng Kosasih. Menurutnya, BLA mengandung nilai juang yang cukup tinggi. Semangat BLA hendaklah tetap mampu diwariskan kepada generasi muda di masa kini. "Tapi saya prihatin dengan monumen BLA dan lingkungannya di Tegallega yang telantar," kata Daeng.

Nah, apakah hal-hal yang diungkapkan para tokoh yang ditemui "PR" itu masih relevan dengan keadaan sekarang, yang cenderung terbius dengan nilai kebendaan sehingga eksistensi sejarah kurang mendapatkan tempat? (Soni FM/Aji "PR") ***



Sumber: Pikiran Rakyat, 24 Maret 1992



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenang Peristiwa 40 Tahun Silam: Taruna "Militaire Academie" Berusaha Melucuti Senjata Tentara Jepang

I NDONESIA pernah memiliki akademi militer (akmil) yang berumur sekitar 5 bulan, tapi menghasilkan lulusan "Vaandrig" (Calon Perwira) berusia muda. Selama dalam pendidikan para tarunanya telah mengalami pengalaman heroik dan patriotik. Akmil itu adalah "MA (Militaire Academice) Tangerang". Sabtu pagi ini, para alumni MA Tangerang akan mengadakan apel besar di Taman Makam Pahlawan Taruna, Jl Daan Mogot, Tangerang, Jawa Barat. Selain untuk memperingati berdirinya akmil itu, apel sekaligus untuk memperingati 40 tahun "Peristiwa Pertempuran Lengkong (PPL)". Ketua Umum Dewan Harian Nasional Angkatan 45 Jenderal (Purn) H Surono akan bertindak sebagai inspektur upacara. PPL meletus 25 Januari 1946. Ketika itu taruna MA Tangerang yang menjadi inti pasukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat), dalam usahanya melucuti tentara Jepang di Lengkong, Kecamatan Serpong Tangerang, terjebak dalam pertempuran yang tidak seimbang. Direktur MA Tangerang, Mayor Daan Mogot...

Harun Nasution: Ajarah Syiah Tidak Akan Berkembang di Indonesia

JAKARTA (Suara Karya): Ajarah Syiah yang kini berkembang di Iran tidak akan berkembang di Indonesia karena adanya perbedaan mendasar dalam aqidah dengan ajaran Sunni. Hal itu dikatakan oleh Prof Dr Harun Nasution, Dekan pasca Sarjana IAIN Jakarta kepada Suara Karya  pekan lalu. Menurut Harun, ajaran Syiah Duabelas di dalam rukun Islamnya selain mengakui syahadat, shalat, puasa, haji, dan zakat juga menambahkan imamah . Imamah artinya keimanan sebagai suatu jabatan yang mempunyai sifat Ilahi, sehingga Imam dianggap bebas dari perbuatan salah. Dengan kata lain Imam adalah Ma'sum . Sedangkan dalam ajaran Sunni, yang dianut oleh sebagian besar umat Islam Indonesia berkeyakinan bahwa hanya Nabi Muhammad saja yang Ma'sum. Imam hanyalah orang biasa yang dapat berbuat salah. Oleh karena Imam bebas dari perbuatan salah itulah maka Imam Khomeini di Iran mempunyai karisma sehingga dapat menguasai umat Syiah di Iran. Apapun yang diperintahkan oleh Imam Khomeini selalu diturut oleh umatnya....

Hari ini, 36 tahun lalu: Bom atom pertama dicoba di Alamogordo

Jalannya sejarah bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia mungkin akan berbeda kalau tidak ada peristiwa yang terjadi 16 Juli, 36 tahun lalu. Pada hari itu Amerika Serikat membuka babak baru di dalam teknik, yakni berhasil meledakkan bom atom di New Mexico, tepatnya di Alamogordo. Percobaan yang berhasil ini telah memungkinkan Amerika Serikat menghasilkan bom atom lainnya yang dijatuhkan atas Hiroshima dan Nagasaki. Ketakutan akan akibat bom atom ini telah membuat Jepang ketakutan dan menyerah kepada sekutu, pada 14 Agustus 1945. Jauh-jauh hari sebelum bom atom pertama diledakkan di gurun Alamogordo itu, kurang lebih enam tahun sebelumnya Presiden Franklin D. Roosevelt menerima sepucuk surat dari Dr. Albert Einstein yang isinya mengenai kemungkinan pembuatan bom uranium yang kemampuannya sangat besar. Surat itulah yang kemudian melahirkan suatu proyek yang sangat dirahasiakan dan hanya kalangan kecil yang mengenalnya dengan nama Manhattan Engineer District di bawah pimpinan Mayor...

Gedung Kebangkitan Nasional Lebih Dikenal Kalangan Pelajar

Ruang "Anatomi" hanyalah sebuah ruangan kecil yang terletak di salah satu sudut gedung. Tapi dibanding dengan ruangan lain yang ada di komplek Gedung Kebangkitan Nasional, ruang "Anatomi" merupakan ruang yang paling bersejarah. Di ruang berukuran 16,7 x 7,8 meter itulah lahir perkumpulan Budi Oetomo. Budi Oetomo yang dilahirkan 20 Mei 1908 oleh para pelajar sekolah kedokteran Stovia adalah organisasi pergerakan nasional pertama di Indonesia yang merintis jalan ke arah pergerakan bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan. Jadi tepat sekali kalau gedung eks-Stovia itu dinamakan Gedung Kebangkitan Nasional (GKN). Di dalam gedung tersebut terdapat Museum Kebangkitan Nasional yang bertugas menyelenggarakan pengumpulan, perawatan, pengawetan, penelitian, penerbitan, pemberian bimbingan edukatif kultural, perpustakaan, dokumentasi, dan penyajian benda-benda bernilai budaya dan ilmiah yang berhubungan dengan sejarah kebangkitan nasional. Peranan Museum Kebangkitan Nasiona...

Arek-arek Soerobojo Hadang Sekutu

Mengungkap pertempuran bersejarah 10 Nopember 1945 sebagai mata rantai sejarah kemerdekaan Indonesia, pada hakekatnya peristiwa itu tidaklah berdiri sendiri. Ia merupakan titik klimaks dari rentetan insiden, peristiwa dan proses sejarah kebangkitan rakyat Jawa Timur untuk tetap melawan penjajah yang ingin mencoba mencengkeramkan kembali kukunya di wilayah Indonesia merdeka. Pertempuran 10 Nopember 1945--tidak saja merupakan sikap spontan rakyat Indonesia, khususnya Jawa Timur tetapi juga merupakan sikap tak mengenal menyerah untuk mempertahankan Ibu Pertiwi dari nafsu kolonialis, betapapun mereka memiliki kekuatan militer yang jauh lebih sempurna. Rentetan sejarah yang sudah mulai membakar suasana, sejak Proklamasi dikumandangkan oleh Proklamator Indonesia: Soekarno dan Hatta tgl 17 Agustus 1945. Rakyat Jawa Timur yang militan berusaha membangun daerahnya di bawah Gubernur I-nya: RMTA Soeryo. Pemboman Kota Hiroshima dan Nagasaki menjadikan bala tentara Jepang harus bertekuk lutut pada ...

Ritual Nasional yang Lahir dari Perlawanan Surabaya

Oleh Wiratmo Soekito P ERLAWANAN organisasi-organisasi pemuda Indonesia di Surabaya selama 10 hari dalam permulaan bulan November 1945 dalam pertempuran melawan pasukan-pasukan Inggris yang dibantu dengan pesawat-pesawat udara dan kapal-kapal perang memang tidak dapat mengelakkan jatuhnya kurban yang cukup besar. Akan tetapi, hasil Perlawanan Surabaya itu bukannya  kekalahan, melainkan, kemenangan . Sebab, hasil Perlawanan Surabaya itulah yang telah menyadarkan Inggris untuk memaksa Belanda agar berunding dengan Indonesia sampai tercapainya Perjanjian Linggarjati (1947), yang kemudian dirusak oleh Belanda, sehingga timbullah perlawanan-perlawanan baru dalam Perang Kemerdekaan Pertama (1947-1948) dan Perang Kemerdekaan Kedua (1948-1949), meskipun tidak semonumental Perlawanan Surabaya. Gugurnya para pahlawan Indonesia dalam Perlawanan Surabaya memang merupakan kehilangan besar bagi Republik, yang ketika itu baru berumur 80 hari, tetapi sebagai martir, mereka telah melahirkan satu ri...

Hari Pahlawan: MENGENANG 10 NOPEMBER 1945

Majalah Inggeris "Army Quarterly" yang terbit pada tanggal 30 Januari 1948 telah memuat tulisan seorang Mayor Inggeris bernama R. B. Houston dari kesatuan "10 th Gurkha Raffles", yang ikut serta dalam pertempuran di Indonesia sekitar tahun 1945/1946. Selain tentang bentrokan senjata antara kita dengan pihak Tentara Inggeris, Jepang dan Belanda di sekitar kota Jakarta, di Semarang, Ambarawa, Magelang dan lain-lain lagi. Maka Mayor R. B. Houston menulis juga tentang pertempuran-pertempuran yang telah berlangsung di Surabaya. Perlu kita ingatkan kembali, maka perlu dikemukakan di sini, bahwa telah terjadi dua kali pertempuran antara Tentara Inggeris dan Rakyat Surabaya. Yang pertama selama 3 malam dan dua hari, yaitu kurang lebih 60 jam lamanya dimulai pada tanggal 28 Oktober 1945 sore, dan dihentikan pada tanggal 30 Oktober 1945 jauh di tengah malam. Dan yang kedua dimulai pada tanggal 10 Nopember 1945 pagi sampai permulaan bulan Desember 1945, jadi lebih dari 21 har...