Oleh : Drs. H. Imam Hermanto
Ketua Umum Buah Batu Corps (BBC)
Bagi kebanyakan remaja Kota Bandung dewasa ini nama Mohammad Toha hanya dipahami sebagai sepenggal jalan daerah pinggiran selatan Kota Bandung. Bahkan mungkin juga tak banyak yang mengetahui kalau di salah satu sudut jalan ini di wilayah Dayeuhkolot terdapat monumen Mohamad Toha.
Kisah Mohamad Toha tak bisa lepas dari peristiwa Bandung Lautan Api dan peristiwa yang mengikutinya. Kala itu, TRI dan pejuang lainnya enggan menyerahkan Kota Bandung secara utuh. Karena itu setelah mengungsikan penduduk, mereka membakar Kota Bandung, sehingga di mana-mana asap hitam mengepul membumbung tinggi ke udara mengiringi rombongan besar penduduk Bandung yang mengalir panjang meninggalkan Kota Bandung.
Mohamad Toha diyakini melakukan aksi bom bunuh diri terhadap salah satu gudang mesiu terbesar yang ada di daerah Dayeuh Kolot. Aksi bunuh diri ini dilakukan setelah aksi penyergapannya bersama M Ramdan dan anggota pasukannya gagal dan mendapat perlawanan serdadu jaga.
Lahir pada tahun 1927 di Jalan Banceuy, Suniaraja, Kota Bandung, dari suami istri Suganda dan Nariah, yang berasal dari Kedunghalang, Bogor. Mohamad Toha kecil menjadi piatu karena ayahnya meninggal dunia pada tahun 1929. Karier keprajuritan dimulai ketika zaman Jepang Mohammad Toha memasuki Seinendan. Sehari-hari Toha juga membantu kakeknya di Biro Sunda, kemudian bekerja di bengkel motor di Cikudapateuh. Selanjutnya Toha belajar menjadi montir mobil dan bekerja di bengkel kendaraan militer Jepang sehingga ia mampu berbahasa Jepang.
Sesudah kemerdekaan, Mohamad Toha bergabung dengan Barisan Rakyat Indonesia (BRI) yang dipimpin oleh Ben Alamsyah, paman Toha. BRI kemudian bergabung dengan Barisan Pelopor pimpinan Anwar Sutan Pamuncak dan berubah nama menjadi Barisan Banteng Republik Indonesia (BBRI).
Mohammad Toha duduk sebagai Komandan Seksi 1 Bagian Penggempur di BRRI. Menurut paman Toha, Ben Alamsyah, beberapa kerabat, serta komandannya di BBRI: Mohammad Toha seorang yang cerdas, patuh pada orang tua, memiliki disiplin tinggi dan berhubungan baik dengan rekan-rekannya.
Aksi kepahlawanan Mohammad Toha, meskipun tidak mendapat pengakuan dari pemerintah, sangat layak menjadi teladan bagi remaja dan pemuda Bandung. Semangat dan kecintaan Toha hingga rela mengorbankan dirinya secara sadar untuk perjuangan membela tanah kelahirannya bisa diejawantahkan dengan menjadikan semangat itu semangat untuk menjaga dan mengembalikan Bandung yang asri dan hijau.
Kini, Kota Bandung benar-benar sedang membutuhkan campur tangan pemuda-pemudinya. Semrawutnya kota ditambah lagi dengan keruwetan lalu lintas menjadi semakin lengkap di saat musim hujan tiba. Banjir telah menjadi ikon baru Kota Bandung.
Mungkin ada kesalahan Pemda yang kurang melibatkan pemuda dalam proses pembangunan. Para pemuda hanya diposisikan sebagai obyek pelengkap kota saja. Kini, pemuda Bandung seperti berjarak dengan kotanya. Ini yang harus segera diobati.
Apalagi infiltrasi narkoba sudah semakin nyata juga desakan kehidupan seks bebas yang semakin terbuka. Masih ditambah lagi dengan maraknya perkelahian antar geng motor. Ini akan semakin merusak mental generasi muda jika tidak segera ditanggulangi. Pejabat, birokrat, dan warga senior Kota Bandung harus bisa merangkul kembali anak muda Bandung.
Membuka wadah kreativitas, berelaborasi dalam aktivitas sehari-hari. Para remaja tadi membutuhkan pelepasan emosi yang positif. Mereka memiliki gelora muda yang mesti diarahkan. Membangun kota bukan sekadar menambah jumlah gedung dan memperbaiki jalanan saja. Namun juga memberi pengaruh yang sehat dan membina mental bagi penghuninya. ***
Sumber: Galamedia, 21 Januari 2013
Komentar
Posting Komentar