Langsung ke konten utama

Partai Politik pada Masa Kolonial

DI Indonesia, awal mula kemunculan partai politik tidak bisa dilepaskan dari situasi kolonialisme yang berlangsung lebih dari 350 tahun. Partai politik menjadi alat bagi bumiputra untuk merespons kolonialisme. Partai politik di Indonesia menjadi kelanjutan perkembangan dari organisasi-organisasi massa yang cenderung terikat pada kesukuan dan profesi dalam merespons kolonialisme. (Shiraishi, 1997:341)

Populernya sistem parlemen dan bermunculannya partai politik di Eropa memang membawa imbas pada negeri-negeri jajahan Eropa di Asia maupun Afrika. Warga negara yang menjadi anggota partai politik dapat dicalonkan menjadi anggota parlemen. Sebagaimana yang dialami Tan Malaka ketika dirinya oleh Partai Komunis Belanda dicalonkan menjadi calon nomor tiga untuk duduk--bukan di Volksraad--di parlemen Belanda. Tan Malaka dicalonkan pada nomor urut tiga. Ia tidak berhasil menduduki parlemen Belanda lantaran Partai Komunis Belanda hanya mampu mendapatkan dua kursi. Selain itu Tan Malaka juga terganjal masalah belum cukup umur. (Alfian, 1977:64)

Di Indonesia (Hindia Belanda pada saat itu), sebagai wujud dari politik etis, pemerintah kolonial Belanda membangun parlemen bagi kaum bumiputra yakni Volksraad. Meskipun begitu, Kahin mencatat bahwa didirikannya parlemen Hindia-Belanda ini tak lepas dari kepentingan pemerintah kolonial untuk mendeteksi perkembangan komunitas-komunitas (perlawanan) kaum bumiputra. (Kahin, 1995:52) Selama Volksraad ada sebagian besar pemimpin nasionalis menolak bekerja melalui lembaga tersebut. Mereka ini tergolong dalam golongan non cooperasi. Para kaum nasionalis yang bekerja melalui Volksraad umumnya adalah kaum nasionalis yang percaya bahwa kemerdekaan nasional dan pemerintahan sendiri dapat diraih melalui kerja sama dengan Belanda. Mereka ini adalah golongan cooperasi. (Kahin, 1995:53)

Volksraad didirikan pada tahun 1917. Kewenangannya hanya terbatas pada memberi nasehat kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Baru sepuluh tahun kemudian, yakni 1927, Volksraad memiliki kewenangan membuat undang-undang bersama Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Meskipun kewenangan ini sama sekali tak memberi implikasi Volksraad semakin memiliki posisi yang kuat, mengingat Gubernur Jenderal memiliki hak veto dalam penyusunan undang-undang. 

**

PARTAI politik yang pertama muncul di Hindia adalah Indische Partij (IP) yang dengan terang-terangan menyatakan perlawanannya terhadap pemerintahan kolonial lewat semboyannya yang terkenal: Hindia hanya untuk orang Hindia. Partai ini berdiri pada 1913. Didirikan oleh dorongan yang kuat dari E. F. E. Douwes Dekker, seorang jurnalis indo De Express. Dekker memimpin partai ini sebagai ketua dengan didampingi Tjipto Mangoenkoesoemo sebagai wakilnya. Dekker menyebutkan, pendirian IP adalah "pernyataan perang" terhadap pemerintah kolonial, "Sinar yang terang melawan kegelapan, kebaikan melawan kejahatan, peradaban melawan tirani, budak pembayar pajak kolonial melawan negara pemungut pajak Belanda." (Shiraisi, 1997: 79)

Alasan penolakan Dekker terhadap sistem kolonial dapat ditemukan dalam tulisannya yang berjudul "Over Het Koloniale Ideaal" (Kolonialis menguasai). Dalam tulisannya itu Dekker mengemukakan bahwa penolakannya itu karena sistem kolonial itu berwatak serakah dan mengisap pribumi. Hukum yang ada dalam sistem kolonial dibuat hanya untuk melindungi kepentingan penjajah. Hukum dibuat dengan kesadaran untuk melakukan diskriminasi antara kaum penjajah dan kaum terjajah (pribumi). Hukum ada demi melindungi kepemilikan bangsa kulit putih. (Dekker, 1913)

IP merupakan partai politik yang memperjuangkan nasionalisme Hindia. Karena sikap politiknya yang antikolonialisme, IP tidak mendapatkan pengesahan badan hukum dari pemerintah kolonial. IP bubar dan banyak anggotanya masuk Insulinde, sebuah perkumpulan nonpolitis yang didominasi orang-orang Indo.

Pada 1914 berdiri ISDV, Hendrik Sneevliet adalah pendiri sekaligus tokohnya (Kahin, 1995:92). ISDV didirikan di Semarang. Pada awalnya ISDV hanyalah sebuah perkumpulan debat. Yang terlibat dalam perkumpulan ini adalah orang-orang sosialis Belanda. Di masa awal pendiriannya ISDV sudah menunjukkan bahwa organisasi ini bakal menjadi sebuah organisasi yang radikal. Di awal pertumbuhannya ISDV telah mengadvokasi Mas Marco Kartodikromo yang saat itu ditahan pemerintah. Ini disebabkan oleh artikelnya di Doenia Bergerak yang menyerang pemerintah. 

Pada tubuh ISDV ternyata terdapat perbedaan pemahaman dalam memaknai marxisme. Sneevliet lebih melihat ajaran Marx dari sisi radikalismenya, sedangkan ada kelompok lain yang lebih melihatnya dari sisi revisionisnya. Nah, karena tidak bertemunya pandangan ini maka kemudian mereka melepaskan keanggotaan dari ISDV dan membuat partai sendiri yakni ISDP. Hal ini terjadi pada bulan Mei 1917. (Rambe, 2008:12)

ISDV kemudian dalam upayanya mengembangkan gerakan politiknya, kemudian mulai masuk ke tubuh Sarekat Islam Semarang. Sneevliet kemudian berhasil mendapatkan kader pribumi yang berpengaruh di Sarekat Islam (SI) Semarang, yang di kemudian hari menjadi seorang tokoh PKI ternama. Semaoen adalah kader pribumi pertama yang direkrut Sneevliet. Semaoen direkrut pada tahun 1915.

Sebelum menjadi orang yang berpengaruh di SI Semarang dan tokoh ISDV Semarang, Semaoen tinggal di Surabaya. Ia adalah anak seorang pegawai jawatan kereta api, terlahir pada tahun 1899. Lulus sekolah bumiputra kelas satu tahun 1912, kemudian menjadi juru tulis di staatspoor. Tahun 1914 Semaoen menjadi anggota SI Surabaya dan menjabat sebagai sekretarisnya.

Masuknya Semaoen ke ISDV awalnya karena tertarik pada pribadi Sneevliet. Seorang Belanda yang berbeda dengan belanda-belanda lainnya yang ada di negerinya. Setelah direkrut Sneevliet, Semaoen kemudian masuk menjadi anggota VSTP Surabaya. Pada tahun 1916, Semaoen keluar dari staatspoor dan pindah ke Semarang untuk menjadi propagandis VSTP Semarang.

Tidak menunggu waktu lama. Semaoen kemudian menjadi salah satu pimpinan VSTP di bawah kendali Sneevliet dan H. W. Dekker. Sejak itu Semaoen mengorganisir vergadering-vergadering sambil belajar memimpin sarekat buruh. Semaoen adalah tokoh fenomenal. Di usianya yang relatif muda, yakni tujuh belas tahun, Semaoen telah berhasil menjadi salah seorang pimpinan VSTP dan memiliki pengaruh yang besar di SI Semarang. (Rambe, 2008:95)

Selain Semaoen, Sneevliet juga mendidik kader-kader pribumi lainnya, antara lain Marco, Darsono, dan H. Misbach. Marco adalah seorang jurnalis radikal. Kemahiran menulisnya ia dapatkan ketika ia magang di surat kabarnya Tirto Adhi Soerjo, Medan Prijaji. Radikalisme yang dimilikinya ketika menulis mengikuti tradisi yang dipraktikkan Tirto Adhi Soerjo.

Pada tahun 1914, ia mendirikan surat kabar Doenia Bergerak yang pengelolaannya di bawah Inlandsche Journalisten Bond (JIB). Marco yang terkenal radikal dalam tulisannya kemudian mendapat masalah. Ia terkena pers delicten yang mengakibatkannya dipenjara tujuh bulan. Marco sama seperti Semaoen. Adalah warga SI. Marco aktif di SI Afdeling Surakarta di akhir-akhir kejayaannya, sekitar tahun 1914. Setelah keluar dari penjara, yakni tahun 1917, ia bergabung dengan Semaoen di SI Semarang. (Rambe, 2008:96)

Darsono juga berasal dari SI Semarang. Ia lahir tahun 1897. Ia adalah anak dari seorang pegawai negeri. Ia pada masa anak-anaknya bergaul dan tumbuh di lingkungan anak-anak petani. Menginjak remaja setelah menamatkan pendidikannya, ia bekerja di sebuah perusahaan perkebunan. Di pekerjaannya ini ia menyaksikan penderitaan kaum buruh tani.

Orang pribumi lainnya yang dididik Sneevliet adalah H. Misbach. Aktivitas politiknya diawali dari menjadi anggota Indlandsche Journalisten Bond (IJB), organisasi yang didirikan Marco. Ia ketika terjun ke gelanggang pergerakan sudah cukup berumur dibandingkan dengan rekan-rekan seperjuangannya. Usianya ketika itu 38 tahun.

Tahun 1915 ia menerbitkan surat kabar Medan Moeslimin dan pada tahun 1917 menerbitkan Islam Bergerak. Warna keislaman yang Misbach usung menampakkan radikalisme Islam yang memperlihatkan ketidaksukaannya pada kapitalisme. Misbach lah seorang kader yang mencoba menyintesakan antara Islam dan komunisme.

Dalam artikelnya di Medan Moeslimin, Misbach menyatakan sebagai berikut, "Sekalian kawan kita yang mengaku dirinya sebagai seorang komunis, tetapi mereka masih suka mengeluarkan pikiran yang bermaksud akan melenyapkan agama Islam, itulah saya berani menyatakan bahwa ia bukanlah seorang komunis sejati atau mereka belum mengerti betul duduknya agama Islam."

Demikian paparan singkat tentang sejarah partai politik pada masa kolonial. Partai-partai ini muncul dengan kesadaran dan cita-cita luhur politik ingin memajukan bangsanya. Bagaimana dengan partai politik hari ini? (M. Z. Al-Faqih, pengamat politik dan lulusan Magister Ilmu Politik Unpad) ***



Sumber: Pikiran Rakyat, 13 Oktober 2010



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hari Ini 44 Tahun Lalu (1) Mereka Tidak Rela Kemerdekaan Lepas Kembali

Pengantar Hari ini, 11 Desember 1990, masyarakat Sulawesi Selatan kembali memperingati peristiwa heroik 44 tahun lalu, di mana segenap lapisan masyarakat ketika itu bahu-membahu berjuang mempertahankan Kemerdekaan yang setahun sebelumnya berhasil diraih bangsa Indonesia. Dalam peristiwa itu ribuan bahkan puluhan ribu orang jadi korban aksi pembunuhan massal ( massacre ) yang dilakukan Pasukan Merah Westerling. Berikut Koresponden Suara Karya   Muhamad Ridwan  mencoba mengungkap kembali peristiwa tersebut dalam dua tulisan, yang diturunkan hari ini dan besok. Selamat mengikuti. T egaknya tonggak satu negara, Jumat 17 Agustus 1945, merupakan kenyataan yang diakui dunia internasional. Bendera kemerdekaan yang dikibarkan bukan hadiah, melainkan hasil perjuangan panjang yang menelan pengorbanan jiwa dan harta rakyat yang tak terperikan. Lalu, tentara Australia (Sekutu) mendarat pada September 1945. Tujuannya untuk melucuti sisa pasukan Nippon. Namun di belakangnya mendongkel person...

Mengenang Peristiwa 40 Tahun Silam: Taruna "Militaire Academie" Berusaha Melucuti Senjata Tentara Jepang

I NDONESIA pernah memiliki akademi militer (akmil) yang berumur sekitar 5 bulan, tapi menghasilkan lulusan "Vaandrig" (Calon Perwira) berusia muda. Selama dalam pendidikan para tarunanya telah mengalami pengalaman heroik dan patriotik. Akmil itu adalah "MA (Militaire Academice) Tangerang". Sabtu pagi ini, para alumni MA Tangerang akan mengadakan apel besar di Taman Makam Pahlawan Taruna, Jl Daan Mogot, Tangerang, Jawa Barat. Selain untuk memperingati berdirinya akmil itu, apel sekaligus untuk memperingati 40 tahun "Peristiwa Pertempuran Lengkong (PPL)". Ketua Umum Dewan Harian Nasional Angkatan 45 Jenderal (Purn) H Surono akan bertindak sebagai inspektur upacara. PPL meletus 25 Januari 1946. Ketika itu taruna MA Tangerang yang menjadi inti pasukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat), dalam usahanya melucuti tentara Jepang di Lengkong, Kecamatan Serpong Tangerang, terjebak dalam pertempuran yang tidak seimbang. Direktur MA Tangerang, Mayor Daan Mogot...

Hari ini, 36 tahun lalu: Bom atom pertama dicoba di Alamogordo

Jalannya sejarah bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia mungkin akan berbeda kalau tidak ada peristiwa yang terjadi 16 Juli, 36 tahun lalu. Pada hari itu Amerika Serikat membuka babak baru di dalam teknik, yakni berhasil meledakkan bom atom di New Mexico, tepatnya di Alamogordo. Percobaan yang berhasil ini telah memungkinkan Amerika Serikat menghasilkan bom atom lainnya yang dijatuhkan atas Hiroshima dan Nagasaki. Ketakutan akan akibat bom atom ini telah membuat Jepang ketakutan dan menyerah kepada sekutu, pada 14 Agustus 1945. Jauh-jauh hari sebelum bom atom pertama diledakkan di gurun Alamogordo itu, kurang lebih enam tahun sebelumnya Presiden Franklin D. Roosevelt menerima sepucuk surat dari Dr. Albert Einstein yang isinya mengenai kemungkinan pembuatan bom uranium yang kemampuannya sangat besar. Surat itulah yang kemudian melahirkan suatu proyek yang sangat dirahasiakan dan hanya kalangan kecil yang mengenalnya dengan nama Manhattan Engineer District di bawah pimpinan Mayor...

RUNTUHNYA HINDIA BELANDA: Menyerahnya Gubernur Jendral AWL TJARDA dan Letnan Jendral TER POORTEN kepada Letnan Jendral IMMAMURA Panglima Perang Jepang 8 Maret 1942

Generasi kita sekarang, mungkin tidak banyak yang mengetahui terjadinya peristiwa penting di tanah air kita 35 tahun yang lalu, yaitu menyerahnya Gubernur Jenderal dan Panglima Perang Hindia Belanda "Tanpa Syarat" kepada Panglima Perang Jepang yang terjadi di Kalijati Bandung pada tanggal 8 Maret 1942. Peristiwa yang mengandung sejarah di Tanah Air kita ini telah ditulis oleh Tuan S. Miyosi seperti di bawah ini: Pada tanggal 8 Maret 1942 ketika fajar kurang lebih jam 07.00 pagi, kami sedang minum kopi sambil menggosok mata, karena kami baru saja memasuki kota Jakarta, dan malamnya banyak diadakan permusyawaratan. Pada waktu itu datanglah seorang utusan dari Markas Besar Balatentara Jepang untuk menyampaikan berita supaya kami secepat mungkin datang, walaupun tidak berpakaian lengkap sekalipun. Kami bertanya kepada utusan itu, apa sebabnya maka kami disuruh tergesa-gesa? Rupa-rupanya balatentara Hindia Belanda memberi tanda-tanda bahwa peperangan hendak dihentikan! Akan ...

Putusan Congres Pemuda-pemuda Indonesia

K ERAPATAN pemoeda-pemoeda Indonesia diadakan oleh perkoempoelan-perkoempoelan pemoeda Indonesia jang berdasarkan kebangsaan dengan namanja : Jong Java, Jong Soematera (pemoeda Soematera), Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen, Jong Islamieten Bond, Jong Bataksbond, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawi dan perhimpoenan. Memboeka rapat tanggal 27 dan 28 October tahun 1928 dinegeri Djakarta ; Kerapatan laloe mengambil poeteoesan :  PERTAMA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA. KEDOEA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA JG SATOE, BANGSA INDONESIA. KETIGA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENDJUNGDJUNG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA. Setelah mendengar poetoesan ini, kerapatan mengeloearkan kejakinan azas ini wadjib dipakai oleh segala perkoempoelan-perkoempoelan kebangsaan Indonesia. Mengeloerkan kejakinan persatoean Indonesia diperkoeat dengan memperhatikan dasar persatuannja : Kemaoean, sedjarah, bahasa hoekoem adat...

Penyerbuan Lapangan Andir di Bandung

Sebetulnya dengan mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, orang asing yang pernah menjajah harus sudah angkat kaki. Tetapi kenyataannya tidak demikian. Masih ada saja bangsa asing yang ingin tetap menjajah. Jepang main ulur waktu, Belanda ngotot tetap mau berkuasa. Tentu saja rakyat Indonesia yang sudah meneriakkan semangat "sekali merdeka tetap merdeka" mengadakan perlawanan hebat. Di mana-mana terjadi pertempuran hebat antara rakyat Indonesia dengan penjajah. Salah satu pertempuran sengit dari berbagai pertempuran yang meletus di mana-mana adalah di Bandung. Bandung lautan api merupakan peristiwa bersejarah yang tidak akan terlupakan.  Pada saat sengitnya rakyat Indonesia menentang penjajah, Lapangan Andir di Bandung mempunyai kisah tersendiri. Di lapangan terbang ini juga terjadi pertempuran antara rakyat Kota Kembang dan sekitarnya melawan penjajah, khususnya yang terjadi pada tanggal 10 Oktober 1945. Lapangan terbang Andir merupakan sala...

Pemuda Penjuru Bangsa

"Berikan aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Berikan aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia". (Ir Soekarno) JAKARTA, KOMPAS -- Pernyataan presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno, itu menggambarkan betapa pemuda merupakan potensi yang luar biasa, tidak hanya untuk pembangunan bangsa, tetapi juga untuk mengguncangkan dunia. Dalam perkembangan bangsa ini, kaum muda banyak mewarnai sejarah Indonesia. Tidak hanya dimulai dengan digelarnya Kongres Pemuda II tahun 1928, yang menegaskan "bertanah air dan berbangsa yang satu, bangsa Indonesia serta berbahasa persatuan, bahasa Indonesia", tetapi peristiwa pembentukan negeri ini, misalnya lahirnya Boedi Oetomo tahun 1908, pun digagas pemuda. Bahkan, organisasi kebangsaan, seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, tidak bisa dipisahkan dari peranan kaum muda. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan, yang diakui sebagai pemuda adalah warga negara yang m...