Langsung ke konten utama

PARA SAKSI MATA

PADA 50 tahun silam, tepatnya 7 Desember 1941, Jepang secara sepihak telah menggempur pangkalan AS di Pearl Harbor. Sejumlah pelaku peristiwa tersebut masih hidup sampai sekarang baik yang terlibat secara langsung maupun sebagai pengambil kebijakan. Inilah kata mereka tentang peristiwa yang tragis tersebut:

Phil Rasmussen adalah pilot pemburu dari Angkatan Udara AS yang bermarkas di Wheeler Field, utara Pearl Harbor. Pada Minggu 7 Desember 1941 ia bangun lebih pagi dari biasanya. Ia membuka jendela dan melihat sebuah pesawat menjatuhkan sesuatu ke hanggar. Tentunya itu bom. Sekarang usianya 73 tahun. Ia pemegang Bintang Silver Star dan Distinguished Flying Cross. Ia berdiam di Ft. Myers, Florida.

Saya berlari ke hanggar ketika Jepang mulai menyerang. Saya bawa pistol kaliber 45 dalam piyama tidur saya. Sungguh mengerikan. Amunisi diledakkan Jepang di hanggar, dan beberapa pesawat mulai terbakar. Salah satu pesawat yang tidak terkena api adalah Curtiss P-36s. Saya meloncat ke pesawat tersebut dan mulai menghidupkan mesinnya. Ketika kami mulai terbang ... sebuah tembakan mengenai mesin, dan pesawat terbang oleng ... saya tak pernah mengemudikan pesawat yang sudah sedemikian kondisinya. Lima belas menit berlalu ... teman saya Gordon Sterling tertembak jatuh ... ia menggapaikan tangannya dan hilang dalam gumpalan api. Saya tak pernah melihat ia jatuh sampai ke air. Satu hal yang saya ingat waktu itu adalah ... teman itu jatuh sebagai pahlawan, dan saya akan selalu mengenangnya.

Yusuru Sanematsu asisten atase Angkatan Laut pada Kedutaan Jepang di Washington. Ia orang pertama yang datang ke kantor setelah penyerangan itu. Ia tahu, AS lebih baik daripada kebanyakan orang Jepang, pernah belajar di Princeton. Setelah perang ia dipenjara selama 1 1/2 tahun sebagai penjahat perang. Saat ini ia berusia 88 tahun dan berdiam dengan istrinya di Tokio. 

Saya pergi ke kedutaan pada pukul 9.00 seperti biasanya, meskipun hari itu hari Minggu. Apa yang saya lihat di depan pintu adalah surat kabar Minggu, surat-surat, telegram, dan botol susu. "Oh, Tuhan, ... apa yang terjadi?" Saya bergumam sendiri. Saya menyortir telegram dan berkeliling gedung itu mencari seseorang yang lain. Saya baca, telegram yang berisi serangan itu dicatat terjadi pukul 1.00 dini hari (serangan mulai 1.25 tengah malam waktu Washington). Saya mendengarkan radio dengan tepekur, apa yang saya khawatirkan akhirnya terjadi.

Saya tahu AS sedikit lebih baik dan saya tahu macam kekuatan militer yang dipunyai AS. Saya betul terpesona melihat jalanan panjang 12.000 kaki .... Saya melihat kekuatan dari banyaknya mobil. Di situ hanya ada 3 orang yang bekerja menghadapi mesin, pekerjaan yang dikerjakan 30-40 orang di Jepang dapat dikerjakan oleh 3 orang saja di AS. Saya merasa bahwa bila Jepang bermusuhan dengan banyak negara, tentu akan merupakan kesulitan.

George Campbell berusia 25 tahun, perwira pada kapal USS Medusa ketika Jepang menyerang. Awak kapal sudah bersatu dan bersiap kembali dalam serangan ketiga dari Jepang itu. Ia berhasil merontokkan dua pesawat Jepang di samping menembak dengan tepat periscope kapal selam Jepang. Sekarang, 75, Campbell berdiam di Grand Rapids, Michigan.

Saya baru saja naik ke atas dan mulai membawa koran dengan secangkir kopi di tangan kanan saya. Beberapa saat kemudian terdengar dengung pesawat yang agak aneh, seperti pesawat tersebut mengadakan manuver tipuan. Tetapi saya pikir, pesawat kami juga sering mengadakan latihan seperti itu. Setelah saya menengok ke atas, kulihat emblem matahari merah, dan tahulah saya bahwa itu betul-betul musuh.

Ketika penyerangan pertama, tak ada perlawanan sama sekali, gelombang kedua perlawanan juga demikian, tetapi ketika perlawanan ketiga kita sudah mulai mempersiapkan diri. Pada setiap serangan, perasaan kami adalah ... saya bersama dengan beberapa ribu orang lainnya yang diserang .... Tetapi kemudian, anda akan menyadari apa yang terjadi di sekitar anda. Anda akan menjerit, menangis ataupun berbuat apa melepaskan kekagetan dan kejengkelan anda. Tetapi itu bukan sekadar teriakan dan tangisan, ini betul terjadi dalam suatu kancah perang besar yang merenggut beribu jiwa manusia dan itu terjadi 7 Desember 1941.

Zenji Abe terbang dalam urutan kedua pada serangan di Pearl Harbor sebagai pilot bomber dari kapal Akagi. Selama perang ia telah membuat pendaratan darurat di Marianas dan menghabiskan waktu satu tahun di hutan sebelum AS menyerang tahun 1945. Ia berada di kamp di Guam selama setengah tahun sebelum akhirnya ia kembali ke Jepang. Saat ini ia berusia 75 tahun, hidup di apartemen di luar Tokio.

Saya tidak begitu bergairah dan sedikit merasa ngeri. Saya menjalani perintah dengan tenang ... dan itu sekitar satu jam setelah kami lepas landas dari Akagi.

Chaki Saito, navigator yang duduk di belakang saya mengatakan ia mendengar suara 'Tora, tora, tora'. Baik, saya berkata. Di antara gumpalan awan putih saya melihat ombak lautan Kaneohe. Saya terbang 3.000 meter di atas permukaan laut dan saya mulai merasa dingin di tengkuk saya. Ketika saya menengok ke kanan arah Pearl Harbor, saya lihat gumpalan asap tebal dan kukira, itulah hasil penyerangan sebelumnya. Saya turunkan pesawat saya sampai 400 meter di atas permukaan laut dan melepaskan 250 kg bom yang menempel di badan pesawat saya. Saya rasa saya sudah benar mengenai sasaran sebuah kapal. Saito berteriak, "Benar, kita sudah melaksanakan target."

Saya pelajari kembali apa yang saya lakukan, dan mungkin yang saya bom itu adalah Arizona.

(NW/M-4)



Sumber: SKM, Minggu kedua Desember 1991



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rangkaian Peristiwa Bandung Lautan Api (4) Perintah: Bumi-hanguskan Semua Bangunan

Oleh AH NASUTION Bandung Lautan Api Setelah di pos komando, oleh kepala staf diperlihatkan "kawat dari Yogya" tanpa alamat si pengirim: "Tiap sejengkal tumpah darah harus dipertahankan." Maka mulailah perundingan-perundingan, dengan sipil, dengan badan perjuangan dan dengan komandan-komandan resimen 8 serta Pelopor. Pihak sipil meminta sekali lagi kepada panglima div Inggris untuk menunda batas waktu, agar rakyat dapat ditenangkan dan diatur. Tapi Inggris menolak. Walikota berpidato, bahwa pemerintah sipil menaati instruksi pemerintah pusat dan akan tetap berada bersama rakyat di dalam kota. Letkol. Sutoko menyarankan: ke luar bersama rakyat. Letkol Omon A. Rahman menyatakan: resmi taat, tapi sebagai rakyat berjuang terus. Mayor Rukmana: ledakan terowongan Citarum di Rajamandala, supaya kita buat "Bandung Lautan Api" dan "Bandung Lautan Air". Keadaan amat emosional Sebagai panglima penanggung jawab saya putuskan akhirn...

Putusan Congres Pemuda-pemuda Indonesia

K ERAPATAN pemoeda-pemoeda Indonesia diadakan oleh perkoempoelan-perkoempoelan pemoeda Indonesia jang berdasarkan kebangsaan dengan namanja : Jong Java, Jong Soematera (pemoeda Soematera), Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen, Jong Islamieten Bond, Jong Bataksbond, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawi dan perhimpoenan. Memboeka rapat tanggal 27 dan 28 October tahun 1928 dinegeri Djakarta ; Kerapatan laloe mengambil poeteoesan :  PERTAMA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA. KEDOEA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA JG SATOE, BANGSA INDONESIA. KETIGA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENDJUNGDJUNG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA. Setelah mendengar poetoesan ini, kerapatan mengeloearkan kejakinan azas ini wadjib dipakai oleh segala perkoempoelan-perkoempoelan kebangsaan Indonesia. Mengeloerkan kejakinan persatoean Indonesia diperkoeat dengan memperhatikan dasar persatuannja : Kemaoean, sedjarah, bahasa hoekoem adat...

Kemerdekaan, Hadiah dari Siapa?

Oleh ERHAM BUDI W. ANAK  bangsa adalah anak sejarah sekaligus ahli waris kisah. Mewarisi kisah berarti juga mewarisi semangat. Dengan semangat itulah, kisah selanjutnya akan ditorehkan oleh para penerus. Berkaitan dengan ulang tahun kemerdekaan yang lusa kita peringati bersama, pertanyaan kritis yang kerap muncul adalah benarkah kemerdekaan yang kita peroleh merupakan buah perjuangan? Ataukah hadiah belaka? Kemerdekaan memang bisa dimaknai sebagai hadiah, tapi tentu bukan pemberian cuma-cuma. Hadiah dari Jepang? Kemerdekaan Indonesia dianggap sebagai hadiah dari Pemerintah Jepang. Asumsi tersebut sebenarnya cukup beralasan. Gagasan menghadiahkan kemerdekaan kepada Indonesia muncul pada 7 September 1944 melalui pernyataan PM Koiso Kuniaki yang menggantikan Hideo Tojo. Sejak saat itulah, Sang Saka Merah Putih boleh dikibarkan. Bahkan, Laksamana Muda Maeda Tadashi mendirikan Asrama Indonesia Merdeka di Jakarta serta membantu biaya perjalanan Sokarno dan Hatta ke beberapa...

"Abangan"

Oleh AJIP ROSIDI I STILAH abangan berasal dari bahasa Jawa, artinya "orang-orang merah", yaitu untuk menyebut orang yang resminya memeluk agama Islam, tetapi tidak pernah melaksanakan syariah seperti salat dan puasa. Istilah itu biasanya digunakan oleh kaum santri  kepada mereka yang resminya orang Islam tetapi tidak taat menjalankan syariah dengan nada agak merendahkan. Sebagai lawan dari istilah abangan  ada istilah putihan , yaitu untuk menyebut orang-orang Islam yang taat melaksanakan syariat. Kalau menyebut orang-orang yang taat menjalankan syariat dengan putihan  dapat kita tebak mungkin karena umumnya mereka suka memakai baju atau jubah putih. Akan tetapi sebutan abangan-- apakah orang-orang itu selalu atau umumnya memakai baju berwarna merah? Rasanya tidak. Sebutan abangan  itu biasanya digunakan oleh orang-orang putihan , karena orang "abangan" sendiri menyebut dirinya "orang Islam". Istilah abangan  menjadi populer sejak digunakan oleh Clifford ...