Langsung ke konten utama

Kebangkitan Nasional dan Revolusi Mental

Oleh PUTI GUNTUR SOEKARNO
Membangun masyarakat lebih sulit dibandingkan dengan membangun negara. Demikian menurut Bung Karno.

Hal itulah yang mendasarinya untuk menggali dasar negara yang benar-benar satu dasar yang mengakar dalam kepribadian masyarakat Indonesia. Bung Karno menyebutkan bahwa Pancasila itu ia gali dari akar kepribadian dan kebudayaan bangsa Indonesia. Penting bagi bangsa ini kembali pada kepribadian nasionalnya sendiri.

Suatu negara jika ingin kuat dan langgeng harus ditata berdasarkan hukumnya sendiri dan berdiri di atas kepribadian nasionalnya sendiri. Tak satu bangsa pun yang bisa berdiri kuat dan langgeng jika hukumnya bukan hukum nasional. Jika satu bangsa memakai hukum yang pada pokoknya bukan hukumnya sendiri, bukan hukum yang berdasarkan atas kepribadiannya sendiri, bangsa yang demikian itu vroeg of laat, kata Bung Karno; pagi atau sore akan gugur atau mengubah hukum-hukumnya itu.

Oleh karena itu, salah satu kewajiban kita ialah mencari kembali kepribadian kita sendiri. Sebab, hanya jika kita berdiri di atas kepribadian kita sendirilah kita bisa berdiri dengan kuat, sentosa, dan langgeng. Bung Karno tak henti-hentinya mengajak bangsa Indonesia untuk menggali kembali kepribadian kita sendiri, dan Pancasila bukanlah "anggitan" Soekarno, tetapi hasil penggalian kepribadian bangsa Indonesia (Soekarno, 1961).

Kita adalah generasi penerus kemerdekaan. Bangsa kita saat ini terus mengalami perubahan: ada yang positif, ada yang negatif. Hal itu tentu bisa dipahami sebagai dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Kita mungkin tidak merasakan secara langsung apa yang diteriakkan Bung Karno di muka pengadilan hakim kolonial Belanda tahun 1930 di Bandung, setelah sebelumnya 8 bulan meringkuk di penjara. Dalam pidatonya itu, "Indonesia Menggugat", disampaikan bahwa kita telah menjadi bangsa kuli dan kulinya bangsa-bangsa. Diceritakan kondisi bangsa kita saat itu dalam kemiskinan akibat imperialisme kolonialisme saat itu.

Kesadaran baru

Bagaimana sekarang? Indonesia saat ini tetap sebagai tempat pengambilan bekal hidup bangsa lain. Tetap menjadi negeri yang menyediakan bekal kebutuhan industri negara lain. Tetap sebagai pasar penjualan barang-barang dan produk-produk hasil industri bangsa dan negara lain. Indonesia saat ini pun masih tetap dan bahkan terus berkembang lebih kompleks lagi menjadi lapangan usaha bagi modal keuangan negara lain.

Kepribadian Indonesia yang tercermin dalam Pancasila mulai luntur dalam praktik hidup bernegara. Pancasila cermin kepribadian Indonesia sebagai sumber hukum negara sering dilanggar sendiri. Kebutuhannya adalah tidak lagi menyoal makna dan moral Pancasila, tetapi bagaimana mempraktikkan cita-cita politik, sosial, ekonomi, dan budaya dalam Pancasila itu di kehidupan negara Indonesia. Di sinilah perlu adanya kebangkitan nasional baru, terutama kebangkitan kesadaran nasional untuk kembali ke Pancasila sebagai kepribadian bangsa dan sebagai bintang penunjuk arah menuju terwujudnya cita-cita nasional indonesia. 

Tentu saja, apa yang dilakukan para pelopor kebangkitan nasional Indonesia saat itu merupakan reaksi atas kemiskinan dan ketertindasan Indonesia di bawah kuasa kolonialisme-imperialisme yang merupakan bentuk politik ekonominya penguasa modal internasional, dimulai dari VOC saat itu. Masa perjuangan selanjutnya adalah masa kebangkitan nasional. Lahirnya Budi Utomo (1908) memunculkan kesadaran kaum terpelajar bangsa Indonesia untuk berpolitik dan mulai memperkuat semangat kebangsaan meski di fase itu dilakukan dengan kerja sama agar pihak Belanda memperbaiki keadaan kesengsaraan itu di Indonesia.

Fase kebangkitan nasional selanjutnya adalah nonkooperatif di mana muncul kesadaran untuk terbebas dan mendapatkan kemerdekaan. Kesadaran untuk tidak bekerja sama dengan pihak kolonialisme-imperialisme merupakan kesadaran lanjut setelah bangsa Indonesia sadar bahwa antara kaum nasionalis dan kaum imperialis ada pertentangan kebutuhan.

Gerakan kebangkitan nasional Indonesia pun terus menghebat, dan pada akhirnya meledak sebagai satu gerakan revolusi nasional yang secara spesifik bisa ditandai dengan Proklamasi 17 Agustus 1945. Revolusi pun selesai hingga rakyat dan bangsa Indonesia bisa mesem (senyum) karena terpenuhi kemakmuran, keadilan, dan cita-cita yang sesuai dengan kepribadian nasionalnya seperti tertuang dalam dasar negara: Pancasila.

Semua ini membutuhkan revolusi kebudayaan dan pembangunan kesadaran baru. Perlu pembangunan manusia Indonesia baru, suatu gerakan hidup baru berkepribadian Indonesia melalui revolusi mental kebangkitan kesadaran. Revolusi mental ini juga sempat dilontarkan oleh capres dari PDI-P, Joko Widodo, di berbagai kesempatan.

Gerakan hidup baru semacam itu bisa menjadi kebangkitan nasional baru bagi bangsa Indonesia. Ini adalah sebuah revolusi mental bangsa Indonesia untuk jadi manusia perbaruan, pionir kemajuan, dan pelopor perubahan. Jadi, jangan kecilkan kehendak baik untuk mengerjakan revolusi mental.

Spirit Bung Karno

Di dalam pidato ulang tahun kemerdekaan tahun 1957 yang berjudul A Year of Decision, Bung Karno juga menyampaikan perihal revolusi mental. Apa yang waktu itu dikenal dengan Gerakan Hidup Baru: " .... Sekali lagi saya katakan: Gerakan Hidup Baru bukanlah satu gerakan untuk sekadar jangan berludah di mana-mana atau jangan membuang puntung rokok di lantai atau di jubin. Ia adalah Satu Gerakan Revolusi Mental. Ia adalah satu gerakan untuk menggembleng manusia Indonesia ini menjadi manusia baru, yang berhati putih, berkemauan baja, besemangat Elang Rajawali, berjiwa api yang menyala-nyala. Maksudnya tidak kecil. Maksudnya besar, untuk menyelesaikan satu perjuangan yang amat besar ...."

Akhirnya, saya teringat apa yang dulu pernah dikutip oleh Bung Karno dari George Bernard Shaw: "Kebahagiaan sejati ialah membaktikan dirimu kepada sesuatu yang besar. Jika engkau mencoba berbuat sesuatu yang besar, maka bayangan kebesarannya sebagian jatuh kepadamu juga."

Jadi, saya pikir apa yang sudah dilontarkan capres dari PDI-P, Joko Widodo, untuk melakukan revolusi mental pantas dikuatkan dengan konsepsi-konsepsi dan dukungan mental untuk dapat direalisasikan dan dimonitor jika terealisasi. Semua anak bangsa terpanggil mengembalikan spirit Bung Karno untuk bermimpi menjadi bangsa yang besar bila pemimpinnya memiliki pikiran dan gagasan besar. Sudah saatnya bangsa ini menata keadaban publik melalui revolusi mental. Bercita-cita dan berbuatlah sesuatu yang besar untuk bangsa dan negaramu, saya yakin Indonesia akan jaya lagi.

PUTI GUNTUR SOEKARNO
Anggota Komisi X DPR
Fraksi PDI-P



Sumber: Kompas, 20 Mei 2014



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Polongbangkeng, Wilayah Republik Pertama di Sulawesi Selatan

P olongbangkeng di Kabupaten Takalar, kini nyaris tak dikenal lagi generasi muda di Sulawesi Selatan. Lagi pula, tak ada yang istimewa di kota yang terletak sekitar 40 kilometer dari Ujungpandang, kecuali jika harus melongok ke masa lalu--masa-masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Dulu, setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Polongbangkeng jadi pusat perjuangan mendukung Proklamasi oleh pejuang-pejuang Sulsel. Ketika NICA mendarat diboncengi tentara Belanda, Polongbangkeng pula yang jadi basis pejuang mempertahankan kedaulatan RI  di tanah Makassar. Para pejuang yang bermarkas di Polongbangkeng berasal dari berbagai daerah seperti Robert Wolter Monginsidi (Minahasa), Muhammad Syah (Banjar), Raden Endang (Jawa), Bahang (Selayar), Ali Malaka (Pangkajene), Sofyan Sunari (Jawa), Emmy Saelan dan Maulwy Saelan (Madura), dan tentu saja pahlawan nasional pimpinan Lasykar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS) Ranggong Daeng Romo. Pada akhir Agustus 1945, Fakhruddin D...

Cheng Ho dan Tiga Teori Jangkar Raksasa

S EBAGAIMANA catatan sejarah, pelayaran Laksamana Cheng Ho menyimpan berjuta kisah sejarah yang sangat menarik di nusantara. Tidak saja karena kebetulan petinggi kekaisaran Mongol yang menguasai daratan Tiongkok dari abad ke-13 sampai ke-17 itu beragama Islam, tetapi ekspedisi laut pada abad ke-15 Masehi itu membawa pengaruh politik dan budaya sangat besar. Jejak sejarah tinggalan ekspedisi Cheng Ho yang merupakan duta intenasional Kaisar Yongle, generasi ketiga keturunan Kaisar Ming dari Mongol yang menguasai daratan Tiongkok, tersebar di sepanjang Pulau Jawa bagian utara. Hinggi kini, jejak-jejak arkeologis, historis, sosiologis, dan kultur dari ekspedisi laut laksamana yang memiliki nama Islam Haji Mahmud Shams ini, bertebaran di sepanjang pantai utara (pantura) Jawa. Di Cirebon armada kapalnya sempat singgah dan menetap sebelum melanjutkan perjalanan ke arah timur dan mendarat di pelabuhan yang kini masuk wilayah Kota Semarang, Jawa Tengah. Laksamana Cheng Ho datang pada masa akhir...

G30S dalam Pelajaran Sekolah

Oleh: SUSANTO ZUHDI K urikulum 2004 yang diujicobakan di Jawa Timur menuai reaksi keras. Pasalnya, pada pelajaran sejarah tidak dicantumkan kata PKI pada "Gerakan 30 September 1965". Aspirasi guru dan sejumlah tokoh di Jawa Timur pun dibawa ke DPR. Masalah itu dibahas dalam rapat para menteri di bawah Menko Kesra pada Juni 2005. Akhirnya Depdiknas menyatakan, dalam masa transisi mata pelajaran sejarah di sekolah menggunakan Kurikulum 1994. Bukan soal fakta Kalau boleh berseloroh, mengapa tidak ditambah saja kata "PKI" sehingga tak perlu revisi selama enam bulan. Persoalannya tidak semudah itu, pun bukan soal fakta "G30S 1965" dengan "PKI" saja, tetapi ada dua hal lain yang diangkat. Pertama, siswa kelas II dan III SLTA jurusan IPA dan SMK tidak diberi lagi pelajaran sejarah. Kedua, soal tuntutan agar mata pelajaran sejarah diberikan secara mandiri (terpisah) baik untuk SD maupun SLTP. Seperti diketahui, dalam Kurikulum 2004 mata pelaja...

JEJAK KERAJAAN DENGAN 40 GAJAH

Prasasti Batutulis dibuat untuk menghormati Raja Pajajaran terkemuka. Isinya tak menyebut soal emas permata. K ETERTARIKAN Menteri Said Agil Husin Al Munawar pada Prasasti Batutulis terlambat 315 tahun dibanding orang Belanda. Prasasti ini telah menyedot perhatian Sersan Scipiok dari Serikat Dagang Kumpeni (VOC), yang menemukannya pada 1687 ketika sedang menjelajah ke "pedalaman Betawi". Tapi bukan demi memburu harta. Saat itu ia ingin mengetahui makna yang tertulis dalam prasasti itu. Karena belum juga terungkap, tiga tahun berselang Kumpeni mengirimkan ekspedisi kedua di bawah pimpinan Kapiten Adolf Winkler untuk melakukan penelitian lebih lanjut. Hasilnya juga kurang memuaskan. Barulah pada 1811, saat Inggris berkuasa di Indonesia, diadakan penelitian ilmiah yang lebih mendalam. Apalagi gubernur jenderalnya, Raffles, sedang getol menulis buku The History of Java . Meski demikian, isi prasasti berhuruf Jawa kuno dengan bahasa Sunda kuno itu sepenuhnya baru dipahami pada awa...

Makam Imam Al-Bukhori

Menarik membaca tulisan Arbain Rambey berjudul "Uzbekistan di Pusaran Sejarah" ( Kompas , 20 Oktober 2019).  Berdasarkan kisah dari pemandu wisata di Tashkent, diceritakan peran Presiden Soekarno memperkenalkan Makam Imam Al-Bukhori di Samarkand yang nyaris terlupakan dalam sejarah. Kisah Soekarno dimulai ketika dalam kunjungan ke Moskwa minta diantar ke makam Imam Al-Bukhori. Menurut buku The Uncensored of Bung Karno, Misteri Kehidupan Sang Presiden  tulisan Abraham Panumbangan (2016, halaman 190-193), "Pada tahun 1961 pemimpin tertinggi partai Komunis Uni Soviet sekaligus penguasa tertinggi Uni Soviet Nikita Sergeyevich Khruschev mengundang Bung Karno ke Moskwa. Sebenarnya Kruschev ingin memperlihatkan pada Amerika bahwa Indonesia adalah negara di belakang Uni Soviet".  Karena sudah lama ingin berziarah ke makam Imam Al-Bukhori, Bung Karno mensyaratkan itu sebelum berangkat ke Soviet. Pontang-pantinglah pasukan elite Kruschev mencari makam Imam Al-Bukhori yang lah...

Manunggaling Ilmu dan Laku

Alkisah ada seorang bocah pribumi yang telaten dan fasih membaca buku-buku tentang kesusastraan dan keagamaan, baik dalam bahasa Jawa, Melayu, Belanda, Jerman, maupun Latin. Bocah ini sanggup melafalkan dengan apik puisi-puisi Virgilius dalam bahasa Latin. Oleh  BANDUNG MAWARDI K etelatenan belajar mengantarkan bocah ini menjadi sosok yang fenomenal dalam tradisi intelektual di Indonesia dan Eropa. Bocah dari Jawa itu dikenal dengan nama Sosrokartono. Herry A Poeze (1986) mencatat, Sosrokartono pada puncak intelektualitasnya di Eropa menguasai sembilan bahasa Timur dan 17 bahasa Barat. Kompetensi intelektualitasnya itu dibarengi dengan publikasi tulisan dan pergaulan yang luas dengan tokoh-tokoh kunci dalam lingkungan intelektual di Belanda. Sosrokartono pun mendapat julukan "Pangeran Jawa" sebagai ungkapan untuk sosok intelektual-priayi dari Hindia Belanda. Biografi intelektual pribumi pada saat itu memang tak bebas dari bayang-bayang kolonial. Sosrokartono pun tumbuh dalam ...

Hari ini, 36 tahun lalu: Bom atom pertama dicoba di Alamogordo

Jalannya sejarah bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia mungkin akan berbeda kalau tidak ada peristiwa yang terjadi 16 Juli, 36 tahun lalu. Pada hari itu Amerika Serikat membuka babak baru di dalam teknik, yakni berhasil meledakkan bom atom di New Mexico, tepatnya di Alamogordo. Percobaan yang berhasil ini telah memungkinkan Amerika Serikat menghasilkan bom atom lainnya yang dijatuhkan atas Hiroshima dan Nagasaki. Ketakutan akan akibat bom atom ini telah membuat Jepang ketakutan dan menyerah kepada sekutu, pada 14 Agustus 1945. Jauh-jauh hari sebelum bom atom pertama diledakkan di gurun Alamogordo itu, kurang lebih enam tahun sebelumnya Presiden Franklin D. Roosevelt menerima sepucuk surat dari Dr. Albert Einstein yang isinya mengenai kemungkinan pembuatan bom uranium yang kemampuannya sangat besar. Surat itulah yang kemudian melahirkan suatu proyek yang sangat dirahasiakan dan hanya kalangan kecil yang mengenalnya dengan nama Manhattan Engineer District di bawah pimpinan Mayor...