Langsung ke konten utama

100 Tahun Nasionalisme Bangsa

ISTILAH 'kebangkitan nasional' dipopulerkan Perdana Menteri Hatta 1948. Saat itu, negeri Indonesia masih diwarnai perang kemerdekaan, ketika situasi politik bergejolak hebat.

Melihat kondisi tersebut, Soewardi Sorjaningrat (Ki Hajar Dewantoro) dan Dr. Rajiman Wediodiningrat mengusulkan kepada Presiden Soekarno, Perdana Menteri Hatta, serta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Ali Sastroamijoyo untuk memperingati kebangunan nasional melalui berdirinya perkumpulan Boedi Oetomo. Perkumpulan yang didirikan 20 Mei 1908 tersebut, dianggap bisa mengingatkan semua orang bahwa persatuan bangsa Indonesia sebenarnya sudah dicanangkan sejak lama. Usulan tersebut kemudian disetujui pemerintah Republik Indonesia dengan melaksanakan Peringatan Kebangunan Nasional yang ke-40 di Yogyakarta.

Namun, diperingatinya pendirian perkumpulan Boedi Oetomo sebagai Hari Kebangkitan Nasional sempat menjadi perdebatan tokoh-tokoh nasional saat itu. Menurut Guru Besar Sejarah Unpad Prof. Dr. Hj. Nina Herlina Lubis, M. S., Boedi Oetomo saat itu dianggap sebagai organisasi yang hanya bertujuan untuk memajukan budaya Jawa.

Meskipun demikian, menurut Nina, Boedi Oetomo memiliki tujuan dan program yang jelas untuk memajukan bangsa pribumi. "Bisa dikatakan bahwa ini merupakan embrio dari paham nasionalisme," ujarnya.

Perkumpulan Boedi Oetomo sendiri lahir dari peran dr. Wahidin Sudirohusodo, lulusan Sekolah Dokter Jawa. Ia menyadari perlu ditanamkan kesadaran nasional agar kaum pribumi bisa menjadi bangsa yang terhormat. Ia menganggap, perlu diterapkan pendidikan pada kaum pribumi untuk mendapatkan kesadaran nasional tersebut.

Untuk mencapai tujuannya, dr. Wahidin kerap melakukan ceramah tentang kesadaran nasional ke seluruh wilayah di Pulau Jawa. Salah satu dari rangkaian perjalanannya tersebut yaitu di STOVIA (School von Opleiding van Indlandsche Artsen), sekolah pendidikan untuk dokter pribumi, akhir 1907. Pada akhir ceramah itu, ia berbincang-bincang lebih lanjut dengan salah seorang pelajar STOVIA, Soetomo.

Pemuda Soetomo kemudian mengapresiasikan cita-cita dr. Wahidin dengan mengadakan pertemuan bersama beberapa pelajar STOVIA. Ia menjelaskan idenya pada pertemuan tersebut dan langsung disambut baik rekan-rekannya. Maka didirikanlah perkumpulan Boedi Oetomo pada hari itu, yang diketuai Soetomo. Menurut Nina, nama Boedi Oetomo sendiri berasal dari bahasa Jawa. Ia mengatakan dari asal usul katanya, Boedi Oetomo bisa diartikan generasi muda yang diharapkan bisa mencapai satu tingkatan budi yang baik (oetomo).

Boedi Oetomo mendapatkan respons luar biasa, baik dari luar STOVIA maupun Jakarta. Dalam beberapa minggu, Boedi Oetomo sudah memiliki 1.200 anggota.

Nina mengatakan, Boedi Oetomo memang tidak menunjukkan secara jelas tujuan mencapai kemerdekaan. "Namun, secara implisit tujuannya sudah mengarah ke sana," ujarnya. Tujuan Boedi Oetomo sendiri yaitu memajukan pengajaran di kalangan rakyat Indonesia, kemajuan dalam bidang ekonomi (pertanian dan peternakan), teknik dan industri, kebudayaan, mempertinggi cita-cita kemanusiaan, serta menjamin kehidupan sebagai bangsa yang terhormat. "Dari tujuan tersebut, Boedi Oetomo jelas bertujuan untuk memajukan pribumi dalam bidang sosekbud dan juga politik," ujarnya.

Selain itu, menurut Nina, Boedi Oetomo merupakan pembuka jalan bagi organisasi yang bertujuan untuk memajukan kaum pribumi. "Setelah berdiri Boedi Oetomo, organisasi lain mulai bermunculan di berbagai wilayah termasuk luar Pulau Jawa," ujarnya.**

DALAM perjalanannya, nasionalisme bangsa Indonesia mengalami ujian di tengah berbagai gejolak politik. Setelah pengakuan kedaulatan 1949, bangsa Indonesia dihadapkan pada gerakan separatis di berbagai tanah air hingga akhirnya memuncak dengan terjadinya tragedi nasional 30 September 1965.

Pada masa Orde Baru, terjadilah apa yang disebut greedy state, yaitu peristiwa di mana negara betul-betul menguasai rakyat. "Dalam situasi ini, nasionalisme seakan ditekan ke bawah karpet atas nama stabilitas politik dan ekonomi," ujar Nina.

Tahun 1998, terjadi reformasi yang memorak-porandakan stabilitas semu Orde Baru. Namun, masa ini kemudian diikuti krisis ekonomi yang berkepanjangan.

Menurut Nina, nasionalisme bangsa Indonesia yang dicita-citakan Wahidin, memang sempat terwujudkan sampai mencapai titik balik saat sudah mengalami kemerdekaan. Kalau dulu sejak Boedi Oetomo berdiri nasionalisme bangsa Indonesia makin meningkat, karena jelas tujuannya yaitu ingin mengusir penjajah. Setelah merdeka, menurut Nina, bangsa Indonesia tidak memiliki musuh bersama lagi sehingga menyebabkan memudarnya nasionalisme.

Rasa nasionalisme memang sempat bangkit pada beberapa kasus tertentu, seperti Ambalat dan klaim negeri Malaysia terhadap lagu Rasa Sayange serta Reog Ponorogo. Namun, paham itu hanya muncul sesaat, ketika peristiwa itu terjadi kemudian memudar kembali.

Ia mengatakan, bangsa Indonesia seperti terlena dengan adanya kemerdekaan sehingga melunturkan rasa nasionalisme dalam diri sendiri, Padahal, menurut dia, saat ini bangsa Indonesia masih memiliki musuh bersama. "Saat ini, bangsa Indonesia harus menyadari bahwa musuh bersama itu ada seperti kemiskinan, korupsi, dan ketidakadilan. Sekarang, nasionalisme itu seolah dihancurkan sendiri oleh bangsa Indonesia dengan adanya korupsi," ujarnya. 

Oleh karena itu, menurut Nina, bangsa Indonesia harus diingatkan dari musuh bersama tersebut. "Misalnya coba kalau koruptor yang berat itu dihukum mati," ujarnya.

Nasionalisme bangsa Indonesia juga harus dimulai dari diri sendiri. "Salah satunya dengan belajar tidak korupsi mulai dari kecil-kecilan dan memerangi informasi yang jelek di televisi," ujarnya. Ia mengatakan, bangsa Indonesia harus merevitalisasi kembali bagaimana caranya agar kita memiliki kesadaran nasional.

Namun, juru bicara kepresidenan Andi Malaranggeng, mengatakan bahwa kebangkitan nasional bangsa Indonesia sampai saat ini terus mengalami kemajuan. Menurut Andi, 100 tahun lalu Indonesia masih hanya bisa membuat satu organisasi pergerakan Boedi Oetomo yang bersifat kesukuan Jawa. Begitu juga saat Indonesia merdeka, Indonesia masih belum memiliki apa-apa. Saat ini, ia berpendapat bahwa bangsa Indonesia memiliki banyak potensi alam dan manusia. Kedudukan negara Indonesia tersebut juga diakui bangsa lain.

"Memang selalu ada tantangan (seperti) harga pangan dan minyak dunia naik, tetapi justru kita kembali menegaskan lagi kebulatan tekad sebagai suatu bangsa untuk menyelesaikan berbagai macam persoalan nasional," ujarnya. Ia mengatakan, krisis minyak dan pangan yang terjadi saat ini, tidak akan menahan bangsa Indonesia untuk bangkit.

Menurut dia, bangsa Indonesia harus menyelesaikan semua permasalahan yang terjadi dengan sikap optimistis. "Barangkali momentum 100 tahun ini merupakan salah satu kesempatan, untuk memikirkan apa peran kita agar bangsa Indonesia bisa bangkit. Bangkit di sini, berarti bangkit lebih tinggi lagi bukan selama ini kita tidur, tidak, kita sudah bangkit tetapi harus ada akselerasi lebih tinggi lagi dalam konteks kemajuan bangsa."

Ia optimistis dengan adanya semangat tersebut, bangsa ini masih terus berjaya di masa depan. "Rasanya Indonesia akan terus eksis untuk menjadi bangsa yang besar di dunia ini untuk seratus tahun ke depan," ujarnya. (Tia Komalasari) ***



Sumber: Pikiran Rakyat, 14 Mei 2008



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hari Ini 44 Tahun Lalu (1) Mereka Tidak Rela Kemerdekaan Lepas Kembali

Pengantar Hari ini, 11 Desember 1990, masyarakat Sulawesi Selatan kembali memperingati peristiwa heroik 44 tahun lalu, di mana segenap lapisan masyarakat ketika itu bahu-membahu berjuang mempertahankan Kemerdekaan yang setahun sebelumnya berhasil diraih bangsa Indonesia. Dalam peristiwa itu ribuan bahkan puluhan ribu orang jadi korban aksi pembunuhan massal ( massacre ) yang dilakukan Pasukan Merah Westerling. Berikut Koresponden Suara Karya   Muhamad Ridwan  mencoba mengungkap kembali peristiwa tersebut dalam dua tulisan, yang diturunkan hari ini dan besok. Selamat mengikuti. T egaknya tonggak satu negara, Jumat 17 Agustus 1945, merupakan kenyataan yang diakui dunia internasional. Bendera kemerdekaan yang dikibarkan bukan hadiah, melainkan hasil perjuangan panjang yang menelan pengorbanan jiwa dan harta rakyat yang tak terperikan. Lalu, tentara Australia (Sekutu) mendarat pada September 1945. Tujuannya untuk melucuti sisa pasukan Nippon. Namun di belakangnya mendongkel person...

Mengenang Peristiwa 40 Tahun Silam: Taruna "Militaire Academie" Berusaha Melucuti Senjata Tentara Jepang

I NDONESIA pernah memiliki akademi militer (akmil) yang berumur sekitar 5 bulan, tapi menghasilkan lulusan "Vaandrig" (Calon Perwira) berusia muda. Selama dalam pendidikan para tarunanya telah mengalami pengalaman heroik dan patriotik. Akmil itu adalah "MA (Militaire Academice) Tangerang". Sabtu pagi ini, para alumni MA Tangerang akan mengadakan apel besar di Taman Makam Pahlawan Taruna, Jl Daan Mogot, Tangerang, Jawa Barat. Selain untuk memperingati berdirinya akmil itu, apel sekaligus untuk memperingati 40 tahun "Peristiwa Pertempuran Lengkong (PPL)". Ketua Umum Dewan Harian Nasional Angkatan 45 Jenderal (Purn) H Surono akan bertindak sebagai inspektur upacara. PPL meletus 25 Januari 1946. Ketika itu taruna MA Tangerang yang menjadi inti pasukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat), dalam usahanya melucuti tentara Jepang di Lengkong, Kecamatan Serpong Tangerang, terjebak dalam pertempuran yang tidak seimbang. Direktur MA Tangerang, Mayor Daan Mogot...

Hari ini, 36 tahun lalu: Bom atom pertama dicoba di Alamogordo

Jalannya sejarah bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia mungkin akan berbeda kalau tidak ada peristiwa yang terjadi 16 Juli, 36 tahun lalu. Pada hari itu Amerika Serikat membuka babak baru di dalam teknik, yakni berhasil meledakkan bom atom di New Mexico, tepatnya di Alamogordo. Percobaan yang berhasil ini telah memungkinkan Amerika Serikat menghasilkan bom atom lainnya yang dijatuhkan atas Hiroshima dan Nagasaki. Ketakutan akan akibat bom atom ini telah membuat Jepang ketakutan dan menyerah kepada sekutu, pada 14 Agustus 1945. Jauh-jauh hari sebelum bom atom pertama diledakkan di gurun Alamogordo itu, kurang lebih enam tahun sebelumnya Presiden Franklin D. Roosevelt menerima sepucuk surat dari Dr. Albert Einstein yang isinya mengenai kemungkinan pembuatan bom uranium yang kemampuannya sangat besar. Surat itulah yang kemudian melahirkan suatu proyek yang sangat dirahasiakan dan hanya kalangan kecil yang mengenalnya dengan nama Manhattan Engineer District di bawah pimpinan Mayor...

RUNTUHNYA HINDIA BELANDA: Menyerahnya Gubernur Jendral AWL TJARDA dan Letnan Jendral TER POORTEN kepada Letnan Jendral IMMAMURA Panglima Perang Jepang 8 Maret 1942

Generasi kita sekarang, mungkin tidak banyak yang mengetahui terjadinya peristiwa penting di tanah air kita 35 tahun yang lalu, yaitu menyerahnya Gubernur Jenderal dan Panglima Perang Hindia Belanda "Tanpa Syarat" kepada Panglima Perang Jepang yang terjadi di Kalijati Bandung pada tanggal 8 Maret 1942. Peristiwa yang mengandung sejarah di Tanah Air kita ini telah ditulis oleh Tuan S. Miyosi seperti di bawah ini: Pada tanggal 8 Maret 1942 ketika fajar kurang lebih jam 07.00 pagi, kami sedang minum kopi sambil menggosok mata, karena kami baru saja memasuki kota Jakarta, dan malamnya banyak diadakan permusyawaratan. Pada waktu itu datanglah seorang utusan dari Markas Besar Balatentara Jepang untuk menyampaikan berita supaya kami secepat mungkin datang, walaupun tidak berpakaian lengkap sekalipun. Kami bertanya kepada utusan itu, apa sebabnya maka kami disuruh tergesa-gesa? Rupa-rupanya balatentara Hindia Belanda memberi tanda-tanda bahwa peperangan hendak dihentikan! Akan ...

Putusan Congres Pemuda-pemuda Indonesia

K ERAPATAN pemoeda-pemoeda Indonesia diadakan oleh perkoempoelan-perkoempoelan pemoeda Indonesia jang berdasarkan kebangsaan dengan namanja : Jong Java, Jong Soematera (pemoeda Soematera), Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen, Jong Islamieten Bond, Jong Bataksbond, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawi dan perhimpoenan. Memboeka rapat tanggal 27 dan 28 October tahun 1928 dinegeri Djakarta ; Kerapatan laloe mengambil poeteoesan :  PERTAMA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA. KEDOEA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA JG SATOE, BANGSA INDONESIA. KETIGA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENDJUNGDJUNG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA. Setelah mendengar poetoesan ini, kerapatan mengeloearkan kejakinan azas ini wadjib dipakai oleh segala perkoempoelan-perkoempoelan kebangsaan Indonesia. Mengeloerkan kejakinan persatoean Indonesia diperkoeat dengan memperhatikan dasar persatuannja : Kemaoean, sedjarah, bahasa hoekoem adat...

Penyerbuan Lapangan Andir di Bandung

Sebetulnya dengan mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, orang asing yang pernah menjajah harus sudah angkat kaki. Tetapi kenyataannya tidak demikian. Masih ada saja bangsa asing yang ingin tetap menjajah. Jepang main ulur waktu, Belanda ngotot tetap mau berkuasa. Tentu saja rakyat Indonesia yang sudah meneriakkan semangat "sekali merdeka tetap merdeka" mengadakan perlawanan hebat. Di mana-mana terjadi pertempuran hebat antara rakyat Indonesia dengan penjajah. Salah satu pertempuran sengit dari berbagai pertempuran yang meletus di mana-mana adalah di Bandung. Bandung lautan api merupakan peristiwa bersejarah yang tidak akan terlupakan.  Pada saat sengitnya rakyat Indonesia menentang penjajah, Lapangan Andir di Bandung mempunyai kisah tersendiri. Di lapangan terbang ini juga terjadi pertempuran antara rakyat Kota Kembang dan sekitarnya melawan penjajah, khususnya yang terjadi pada tanggal 10 Oktober 1945. Lapangan terbang Andir merupakan sala...

Pemuda Penjuru Bangsa

"Berikan aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Berikan aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia". (Ir Soekarno) JAKARTA, KOMPAS -- Pernyataan presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno, itu menggambarkan betapa pemuda merupakan potensi yang luar biasa, tidak hanya untuk pembangunan bangsa, tetapi juga untuk mengguncangkan dunia. Dalam perkembangan bangsa ini, kaum muda banyak mewarnai sejarah Indonesia. Tidak hanya dimulai dengan digelarnya Kongres Pemuda II tahun 1928, yang menegaskan "bertanah air dan berbangsa yang satu, bangsa Indonesia serta berbahasa persatuan, bahasa Indonesia", tetapi peristiwa pembentukan negeri ini, misalnya lahirnya Boedi Oetomo tahun 1908, pun digagas pemuda. Bahkan, organisasi kebangsaan, seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, tidak bisa dipisahkan dari peranan kaum muda. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan, yang diakui sebagai pemuda adalah warga negara yang m...