Langsung ke konten utama

Manusia Pincang dari Pacitan

Fosil manusia Punung dan sejumlah peralatannya telah selesai diteliti. Ada kesinambungan kehidupan sejak zaman pletosin di sana.

DIA ditemukan dalam keadaan utuh dari ujung kepala sampai kaki. Terkubur dalam sebuah gua di daerah Punung, Pacitan, Jawa Timur, tangan kirinya mencengkeram tengkorak monyet. Ada lubang yang cukup besar di gigi bawah bagian kirinya, tembus sampai ke gusi. Ini pertanda bahwa manusia gua itu, yang hidup sekitar 9.000 tahun lalu, pernah mengalami sakit gigi yang parah.

Fosil "manusia Punung" ini diperbincangkan lagi di kalangan arkeolog setelah Francois Semah membeberkan temuan ini pada pertemuan ilmiah arkeologi di Kediri, akhir Juli silam. Bersama kawan-kawannya, arkeolog dari Prancis ini baru saja selesai mengurai fosil yang ditemukan pada 1997 ini. Hasilnya cukup memuaskan. Apalagi bersamaan dengan manusia Punung, ditemukan juga sejumlah peralatan yang menggambarkan berbagai era kehidupan manusia. "Ini temuan luar biasa," ujar Semah, ilmuwan dari Museum Nasional D'Histoire Naturelle, Paris, yang mensponsori penelitian ini.

Dipastikan, manusia bertinggi 180 sentimeter itu di masa hidupnya berjalan pincang. Soalnya, ia memiliki kaki kanan lebih panjang 5 sentimeter dibandingkan dengan kaki kirinya. Diduga, ketidaksempurnaan tubuhnya ini gara-gara mengalami cara hidup yang keras. Meski begitu, manusia Punung sudah mengenal upacara penguburan. Terbukti ada tengkorak monyet alias makaka dan sisa-sisa pembakaran yang ditemukan di kuburannya. "Ini menunjukkan saat itu sudah ada penghormatan terhadap orang mati," kata Harry Truman Simanjuntak, koordinator para arkeolog yang mengadakan penggalian dan penelitian temuan itu.

Bisa pula disimpulkan, manusia Punung sudah mengenal api. Peradaban ini persis dengan gambaran manusia gua lainnya. Menurut Teuku Jacob, ilmuwan dari Universitas Gadjah Mada, kehidupan manusia gua lainnya yang tanda-tandanya pernah ditemukan di Sulawesi, Flores, dan daerah lain di Jawa Timur juga demikian. Mereka sudah bisa membuat api untuk alat penerang, penghangat, dan untuk mengusir binatang buas. "Kalau ada api, ular dan kelelawar takut mendekat," ujarnya.

Hanya, temuan Pacitan menjadi penting karena sebuah fosil manusia utuh bisa digali. Bersamaan dengan itu, di gua yang sama juga ditemukan 17 kerangka manusia lainnya yang berserakan. Ada pula sejumlah kapak batu yang cukup halus yang sezaman dengan manusia gua tersebut. Ini menggambarkan mereka sudah berbudaya cukup tinggi. Apalagi di situ juga ditemukan sejumlah peralatan dari tulang dan kerang. Bisa jadi, manusia Punung sudah menjelajahi pantai dan biasa pula mengonsumsi ikan laut.

Yang lebih menarik, dari berbagai penggalian di Pacitan didapatkan juga sejumlah peralatan dalam usia yang berbeda-beda. Ada peralatan batu yang umurnya sudah mencapai 40 ribu tahun, dan ditemukan pula peratalan yang sudah berumur sekitar 200 ribu tahun. Yang paling tua wujudnya hanya berupa bongkahan batu yang masih kasar tapi ujungnya cukup tajam. Makin muda peralatan itu, makin bagus dan halus wujudnya. 

Semua itu menunjukkan adanya kesinambungan kehidupan zaman purba di Pacitan, dari zaman pletosin, yang berakhir sampai sekitar 100 ribu tahun lalu, sampai zaman holosen, yang dimulai sesudah itu. Kedua zaman itu dipisahkan sebuah peristiwa besar, yakni mencairnya es, sehingga terjadi banjir besar-besaran, yang memusnahkan kehidupan.

Jangan heran jika Truman Simanjuntak mengusulkan agar pemerintah menyatakan Pacitan sebagai "ibu kota prasejarah". "Tidak ada wilayah lain yang menyimpan peninggalan prasejarah begitu lengkap dari berbagai zaman," ujar peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional ini.

Di dunia arkeologi, temuan manusia Punung melengkapi temuan di Wajak, Tulungagung, Jawa Timur, yang dikenal sebagai homo wajakensis. Dipercaya bahwa manusia Wajak ini hidup sekitar 30 ribu tahun lalu, jadi lebih tua daripada manusia Punung. Hanya, fosil yang ditemukan pada 1880 itu tanpa dilengkapi dengan temuan peralatannya, sehingga gambaran kehidupannya tidak jelas.

Menurut teori Out of Africa yang dipeluk banyak arkeolog, manusia Wajak maupun manusia Punung tergolong dalam homo sapiens. Teori ini beranggapan bahwa semua manusia di dunia berasal dari Benua Afrika, termasuk manusia yang hidup di Indonesia di zaman pletosin serta holosen.

Mereka kurang percaya pada teori evolusi ala Darwin. Soalnya, temuan yang ada, termasuk pithecanthropus erectus dari Trinil, Jawa Timur, tidak bisa mendukungnya. Semula, manusia kera yang hidup 2 juta sampai 200 ribu tahun silam ini dianggap sebagai mata rantai penghubung dari evolusi kera ke wujud manusia. Ini didukung dengan bukti: volume otak mereka cuma 900 sentimeter kubik, atau 400 sentimeter kubik lebih kecil dari rata-rata homo sapiens. Dahi mereka juga masih miring, tidak tegak seperti layaknya manusia. Tapi belakangan hasil uji genetis menunjukkan mereka berbeda sekali dengan manusia modern. Karena itu banyak ahli, termasuk Truman dan Semah, cenderung menganut teori Out of Africa.

Cuma, temuan peralatan batu inti berusia 200 ribu tahun di Pacitan menunjukkan di masa itu, jauh sebelum manusia Punung, sudah ada kehidupan manusia. Truman tidak berani menggolongkan manusia Pacitan satu ini sebagai homo sapiens. Sebab, homo sapiens biasanya memakai peralatan batu serpih. Selain itu, yang di Afrika saja kehidupan homo sapiens berlangsung 100 ribu sampai 120 ribu tahun silam. Jadi? "Ada kemungkinan mereka berupa pithecanthropus erectus seperti juga di Wajak," ujarnya.

Bagi Teuku Jacob, yang tidak percaya seratus persen pada teori Out of Africa, kalaupun ada homo sapiens yang hidup 200 tahun lalu di Pacitan, tentu tidak jadi soal. Sebab, temuan itu tidak harus dikaitkan dengan homo sapiens di Afrika. "Sejauh ini masih ada keraguan apakah homo sapiens di Indonesia berasal dari luar atau hasil evolusi," kata ahli antropologi ragawi ini.

Teka-teki itu bisa dijawab dengan lebih meyakinkan andai kata di sana juga ditemukan fosil manusia atau manusia kera yang sezaman dengan peralatan itu. Jika impian ini terwujud, semakin lengkaplah Pacitan sebagai "ibu kota prasejarah". 

Nur Khoiri, Heru C. Nugroho, Dwidjo U. Maksum (Pacitan)



Sumber: Tempo No. 25/XXXI/19-25 Agustus 2002



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hari Ini 44 Tahun Lalu (1) Mereka Tidak Rela Kemerdekaan Lepas Kembali

Pengantar Hari ini, 11 Desember 1990, masyarakat Sulawesi Selatan kembali memperingati peristiwa heroik 44 tahun lalu, di mana segenap lapisan masyarakat ketika itu bahu-membahu berjuang mempertahankan Kemerdekaan yang setahun sebelumnya berhasil diraih bangsa Indonesia. Dalam peristiwa itu ribuan bahkan puluhan ribu orang jadi korban aksi pembunuhan massal ( massacre ) yang dilakukan Pasukan Merah Westerling. Berikut Koresponden Suara Karya   Muhamad Ridwan  mencoba mengungkap kembali peristiwa tersebut dalam dua tulisan, yang diturunkan hari ini dan besok. Selamat mengikuti. T egaknya tonggak satu negara, Jumat 17 Agustus 1945, merupakan kenyataan yang diakui dunia internasional. Bendera kemerdekaan yang dikibarkan bukan hadiah, melainkan hasil perjuangan panjang yang menelan pengorbanan jiwa dan harta rakyat yang tak terperikan. Lalu, tentara Australia (Sekutu) mendarat pada September 1945. Tujuannya untuk melucuti sisa pasukan Nippon. Namun di belakangnya mendongkel person...

Mengenang Peristiwa 40 Tahun Silam: Taruna "Militaire Academie" Berusaha Melucuti Senjata Tentara Jepang

I NDONESIA pernah memiliki akademi militer (akmil) yang berumur sekitar 5 bulan, tapi menghasilkan lulusan "Vaandrig" (Calon Perwira) berusia muda. Selama dalam pendidikan para tarunanya telah mengalami pengalaman heroik dan patriotik. Akmil itu adalah "MA (Militaire Academice) Tangerang". Sabtu pagi ini, para alumni MA Tangerang akan mengadakan apel besar di Taman Makam Pahlawan Taruna, Jl Daan Mogot, Tangerang, Jawa Barat. Selain untuk memperingati berdirinya akmil itu, apel sekaligus untuk memperingati 40 tahun "Peristiwa Pertempuran Lengkong (PPL)". Ketua Umum Dewan Harian Nasional Angkatan 45 Jenderal (Purn) H Surono akan bertindak sebagai inspektur upacara. PPL meletus 25 Januari 1946. Ketika itu taruna MA Tangerang yang menjadi inti pasukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat), dalam usahanya melucuti tentara Jepang di Lengkong, Kecamatan Serpong Tangerang, terjebak dalam pertempuran yang tidak seimbang. Direktur MA Tangerang, Mayor Daan Mogot...

Hari ini, 36 tahun lalu: Bom atom pertama dicoba di Alamogordo

Jalannya sejarah bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia mungkin akan berbeda kalau tidak ada peristiwa yang terjadi 16 Juli, 36 tahun lalu. Pada hari itu Amerika Serikat membuka babak baru di dalam teknik, yakni berhasil meledakkan bom atom di New Mexico, tepatnya di Alamogordo. Percobaan yang berhasil ini telah memungkinkan Amerika Serikat menghasilkan bom atom lainnya yang dijatuhkan atas Hiroshima dan Nagasaki. Ketakutan akan akibat bom atom ini telah membuat Jepang ketakutan dan menyerah kepada sekutu, pada 14 Agustus 1945. Jauh-jauh hari sebelum bom atom pertama diledakkan di gurun Alamogordo itu, kurang lebih enam tahun sebelumnya Presiden Franklin D. Roosevelt menerima sepucuk surat dari Dr. Albert Einstein yang isinya mengenai kemungkinan pembuatan bom uranium yang kemampuannya sangat besar. Surat itulah yang kemudian melahirkan suatu proyek yang sangat dirahasiakan dan hanya kalangan kecil yang mengenalnya dengan nama Manhattan Engineer District di bawah pimpinan Mayor...

RUNTUHNYA HINDIA BELANDA: Menyerahnya Gubernur Jendral AWL TJARDA dan Letnan Jendral TER POORTEN kepada Letnan Jendral IMMAMURA Panglima Perang Jepang 8 Maret 1942

Generasi kita sekarang, mungkin tidak banyak yang mengetahui terjadinya peristiwa penting di tanah air kita 35 tahun yang lalu, yaitu menyerahnya Gubernur Jenderal dan Panglima Perang Hindia Belanda "Tanpa Syarat" kepada Panglima Perang Jepang yang terjadi di Kalijati Bandung pada tanggal 8 Maret 1942. Peristiwa yang mengandung sejarah di Tanah Air kita ini telah ditulis oleh Tuan S. Miyosi seperti di bawah ini: Pada tanggal 8 Maret 1942 ketika fajar kurang lebih jam 07.00 pagi, kami sedang minum kopi sambil menggosok mata, karena kami baru saja memasuki kota Jakarta, dan malamnya banyak diadakan permusyawaratan. Pada waktu itu datanglah seorang utusan dari Markas Besar Balatentara Jepang untuk menyampaikan berita supaya kami secepat mungkin datang, walaupun tidak berpakaian lengkap sekalipun. Kami bertanya kepada utusan itu, apa sebabnya maka kami disuruh tergesa-gesa? Rupa-rupanya balatentara Hindia Belanda memberi tanda-tanda bahwa peperangan hendak dihentikan! Akan ...

Putusan Congres Pemuda-pemuda Indonesia

K ERAPATAN pemoeda-pemoeda Indonesia diadakan oleh perkoempoelan-perkoempoelan pemoeda Indonesia jang berdasarkan kebangsaan dengan namanja : Jong Java, Jong Soematera (pemoeda Soematera), Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen, Jong Islamieten Bond, Jong Bataksbond, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawi dan perhimpoenan. Memboeka rapat tanggal 27 dan 28 October tahun 1928 dinegeri Djakarta ; Kerapatan laloe mengambil poeteoesan :  PERTAMA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA. KEDOEA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA JG SATOE, BANGSA INDONESIA. KETIGA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENDJUNGDJUNG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA. Setelah mendengar poetoesan ini, kerapatan mengeloearkan kejakinan azas ini wadjib dipakai oleh segala perkoempoelan-perkoempoelan kebangsaan Indonesia. Mengeloerkan kejakinan persatoean Indonesia diperkoeat dengan memperhatikan dasar persatuannja : Kemaoean, sedjarah, bahasa hoekoem adat...

Penyerbuan Lapangan Andir di Bandung

Sebetulnya dengan mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, orang asing yang pernah menjajah harus sudah angkat kaki. Tetapi kenyataannya tidak demikian. Masih ada saja bangsa asing yang ingin tetap menjajah. Jepang main ulur waktu, Belanda ngotot tetap mau berkuasa. Tentu saja rakyat Indonesia yang sudah meneriakkan semangat "sekali merdeka tetap merdeka" mengadakan perlawanan hebat. Di mana-mana terjadi pertempuran hebat antara rakyat Indonesia dengan penjajah. Salah satu pertempuran sengit dari berbagai pertempuran yang meletus di mana-mana adalah di Bandung. Bandung lautan api merupakan peristiwa bersejarah yang tidak akan terlupakan.  Pada saat sengitnya rakyat Indonesia menentang penjajah, Lapangan Andir di Bandung mempunyai kisah tersendiri. Di lapangan terbang ini juga terjadi pertempuran antara rakyat Kota Kembang dan sekitarnya melawan penjajah, khususnya yang terjadi pada tanggal 10 Oktober 1945. Lapangan terbang Andir merupakan sala...

Pemuda Penjuru Bangsa

"Berikan aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Berikan aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia". (Ir Soekarno) JAKARTA, KOMPAS -- Pernyataan presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno, itu menggambarkan betapa pemuda merupakan potensi yang luar biasa, tidak hanya untuk pembangunan bangsa, tetapi juga untuk mengguncangkan dunia. Dalam perkembangan bangsa ini, kaum muda banyak mewarnai sejarah Indonesia. Tidak hanya dimulai dengan digelarnya Kongres Pemuda II tahun 1928, yang menegaskan "bertanah air dan berbangsa yang satu, bangsa Indonesia serta berbahasa persatuan, bahasa Indonesia", tetapi peristiwa pembentukan negeri ini, misalnya lahirnya Boedi Oetomo tahun 1908, pun digagas pemuda. Bahkan, organisasi kebangsaan, seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, tidak bisa dipisahkan dari peranan kaum muda. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan, yang diakui sebagai pemuda adalah warga negara yang m...