Langsung ke konten utama

Kubah Mesjid, Bukan Asli Arsitektur Islam

Kubah sebagai bagian dari arsitektur bangunan, bukan merupakan nama yang asing lagi kedengarannya. Ia merupakan bagian yang sukar dipisahkan dari bangunan mesjid. Kubah memang seakan sudah menjadi trademark-nya arsitektur mesjid di dunia. Hampir dapat dipastikan bahwa semua mesjid yang ada di muka bumi ini menyertakan kubah sebagai bagian dari bangunan mesjidnya. Tak heran pula, bila kemudian ada yang mengatakan bahwa kubah merupakan ciri khas dari arsitektur mesjid. Bahkan kubah telah menjadi simbol dari bangunan mesjid.

Lapangan Terbuka

Pada awalnya, mesjid bukanlah merupakan suatu bangunan yang megah perkasa seperti mesjid-mesjid yang tampil di masa kejayaannya yang penuh keindahan dengan ciri-ciri keagungan arsitektural pada penampilan mesjidnya. Mesjid Quba di Madinah sebagai mesjid pertama yang didirikan oleh Nabi Muhammad s.a.w. di sekitar tahun 622 M misalnya, memiliki bentuk yang sangat sederhana dan merupakan karya spontan masyarakat muslim di Medinah saat itu. Denahnya segi empat dengan diberi dinding sebagai pembatas di sekelilingnya. Bagian tengahnya merupakan lapangan terbuka.

Mesjid Al Haram (Masjidil Haram) di Mekkah pun, pada mulanya merupakan mesjid lapangan yang berbentuk sederhana. Seperti halnya mesjid Quba, mesjid Al Haram pun dikelilingi oleh serambi dan menghadap ke lapangan terbuka di bagian tengah. Di tengah lapangan mesjid tersebut terdapat "Ka'bah", yaitu bangunan kubus yang kemudian menjadi arah shalat bagi seluruh umat Islam di dunia.

Melihat bentuk kedua mesjid pertama ini, dapat dikatakan bahwa pada awalnya bangunan mesjid merupakan tipe lapangan terbuka, karena yang menjadi unsur utamanya adalah lapangan terbuka yang terletak di bagian tengah mesjidnya. Menurut catatan sejarah, bagian lapangan terbuka tesebut, dipergunakan sebagai tempat pertemuan, bahkan juga menjadi pusat setiap kegiatan masyarakat Arab pada saat itu.

Perkembangan bentuk arsitektur mesjid, terjadi pada masa dinasti Umaiyah berkuasa di sekitar abad ke-7 M. Mesjid-mesjid yang terdapat di Basra, Kufa, dan Fustat (nama lama kota Kairo) telah menunjukkan bahwa bentuknya mulai diperindah dengan pemakaian bahan-bahan dinding dari batu-batu merah serta mulai dipergunakan tiang-tiang (pilar) dari batu. Keseluruhannya merupakan bangunan mesjid segi empat yang beratap rata, dengan penonjolan atap sebagai mihrab. Atapnya ditopang oleh sejumlah pilar. Meskipun telah diperindah, namun dapat dikatakan pula bahwa bentuk arsitektur mesjidnya tidak jauh berbeda dengan bentuk arsitektur mesjid Quba dan mesjid Al Haram, di mana lapangan terbuka yang merupakan unsur utama bangunan mesjid terdapat di bagian tengah mesjid.

Pada perkembangan selanjutnya, lapangan terbuka tersebut kemudian ditutup--dengan memberinya atap--dan menjadi bangunan induk dikelilingi oleh bangunan serambi yang beratap lebih rendah. Dari sudut arsitektural, penutupan bagian lapangan terbuka ini kemungkinan dilakukan untuk memperoleh ruang yang lebih luas. Pada dasarnya, konstruksi bangunan yang dipergunakan lebih dititikberatkan pada pencapaian bidang datar saja. Hal ini sesuai dengan kebiasaan bangsa Arab yang mendirikan bangunan beratap rata.

Pada masa kemudian, arsitektur mesjid menampakkan mulai dipergunakannya bidang-bidang lengkung sebagai pengganti bentangan datar di antara dua bangunan tegak. Dengan dipergunakannya bidang-bidang lengkung ini, maka atap mesjid tidak lagi beratap rata, tetapi berkembang ke arah pemakaian lengkung dan kubah.

Kubah Pertama

Menurut data sejarah, mesjid pertama di dunia yang mempergunakan bidang lengkung dan kubah ini adalah sebuah mesjid yang terdapat di Yerussalem. Didirikan pada tahun 691 M di masa pemerintahan Sultan Abdul Malik bin Marwan. Mesjid ini diberi nama mesjid Umar, sedangkan orang Arab menamakannya Qubet es Syahra yang berarti mesjid berkubah. Sementara, dalam beberapa literatur, mesjid ini terkenal dengan sebutan The Dome of Rock (kubah batu).

Mesjid ini memiliki denah yang berbentuk segi delapan (oktagonal) dengan atapnya yang berbentuk kubah. Atap kubah ini ditopang oleh empat buah pilar utama yang memiliki ukuran raksasa. Konon, alasan dibuatnya atap kubah ini hanya sekadar untuk menutupi sebuah batu suci yang terletak di bagian tengah bangunan. Batu suci--yang hingga saat ini masih bisa disaksikan--tersebut merupakan batu keramat yang dianggap suci oleh orang Kristen dan Yahudi dan kini batu suci itu merupakan titik pusat bangunan mesjid Qubet es Syahra.

Untuk ukuran masa itu, mesjid Qube es Syahra ini boleh dibilang merupakan sebuah bangunan megah yang kaya akan hiasan yang menyelimuti hampir seluruh permukaan bangunan mesjidnya. Kemegahan itu antara lain bisa dibuktikan dari seluruh permukaan kubahnya yang dilapisi dengan emas tipis. Bisa dibayangkan, betapa tidak murahnya mendirikan mesjid Qube es Syahra ini. Konon, hal ini dilakukan oleh Sultan Abdul Malik bin Marwan, karena sultan ini berambisi hendak menjadikan kota Yerussalem sebagai pusat pengembangan agama Islam yang baru selain Mekkah.

Bukan Arsitektur Islam

Sejarah arsitektur mesjid mencapai puncak keemasannya di Persia pada sekitar tahun 1.000 M. Pada masa ini, lahir suatu gaya lengkung tersendiri yang berbeda dari bentuk-bentuk yang sudah lazim dijumpai sebelumnya, yaitu lengkung yang merupakan bentuk lunas kapal terbalik atau yang terkenal dengan gaya Persian arch (lengkung Persia).

Mesjid-mesjid di Persia umumnya memiliki model yang serupa dengan mesjid-mesjid di Arab, yaitu memiliki lapangan di tengah, serta di sisi bangunan terdapat sayap atau bagian ruangan yang menjorok ke luar yang disebut dengan istilah liwan. Liwan-liwan ini dihubungkan oleh serambi di sekeliling lapangan. Kubahnya berbentuk "topi prajurit Persia". Pada perkembangan selanjutnya, kubah mesjid berbentuk bulat yang meruncing pada bagian atasnya. Bentuk kubah ini banyak dijumpai pada mesjid-mesjid di India dan juga di Indonesia.

Bila ditelusuri lebih jauh, arsitektur kubah yang kini telah menjadi trade mark-nya bangunan mesjid, ternyata bukan merupakan asli arsitektur Islam. Jauh sebelum agama Islam lahir, arsitektur bentuk kubah ini telah dikenal dan dipergunakan sejak beberapa abad sebelum Masehi. Pada kebudayaan Babilonia (yang terletak sepanjang sungai Efrat dan Tigris di Irak) misalnya, telah dijumpai arsitektur bentuk kubah yang menutupi sebagian bangunan Zigurat. Dari kebudayaan Sasamid pun (nenek moyang bangsa Persia) ditemukan arsitektur bentuk kubah sebagai penutup atap bangunannya. Sedangkan di India, arsitektur bentuk kubah pun telah dikenal sejak sekitar tahun 400 Sebelum Masehi, dengan dibuktikan oleh stupa Sanchi.

Berdasar kenyataan ini, besar kemungkinan bahwa kubah yang kini telah menjadi simbol dari bangunan mesjid, bukan merupakan asli arsitektur Islam. Ia merupakan bentuk pengembangan dari arsitektur yang sebelumnya sudah ada. (Hasanuddin / Arkeolog)

 

Sumber: Suara Karya, 10 Maret 1994    

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenang Peristiwa 40 Tahun Silam: Taruna "Militaire Academie" Berusaha Melucuti Senjata Tentara Jepang

I NDONESIA pernah memiliki akademi militer (akmil) yang berumur sekitar 5 bulan, tapi menghasilkan lulusan "Vaandrig" (Calon Perwira) berusia muda. Selama dalam pendidikan para tarunanya telah mengalami pengalaman heroik dan patriotik. Akmil itu adalah "MA (Militaire Academice) Tangerang". Sabtu pagi ini, para alumni MA Tangerang akan mengadakan apel besar di Taman Makam Pahlawan Taruna, Jl Daan Mogot, Tangerang, Jawa Barat. Selain untuk memperingati berdirinya akmil itu, apel sekaligus untuk memperingati 40 tahun "Peristiwa Pertempuran Lengkong (PPL)". Ketua Umum Dewan Harian Nasional Angkatan 45 Jenderal (Purn) H Surono akan bertindak sebagai inspektur upacara. PPL meletus 25 Januari 1946. Ketika itu taruna MA Tangerang yang menjadi inti pasukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat), dalam usahanya melucuti tentara Jepang di Lengkong, Kecamatan Serpong Tangerang, terjebak dalam pertempuran yang tidak seimbang. Direktur MA Tangerang, Mayor Daan Mogot...

Harun Nasution: Ajarah Syiah Tidak Akan Berkembang di Indonesia

JAKARTA (Suara Karya): Ajarah Syiah yang kini berkembang di Iran tidak akan berkembang di Indonesia karena adanya perbedaan mendasar dalam aqidah dengan ajaran Sunni. Hal itu dikatakan oleh Prof Dr Harun Nasution, Dekan pasca Sarjana IAIN Jakarta kepada Suara Karya  pekan lalu. Menurut Harun, ajaran Syiah Duabelas di dalam rukun Islamnya selain mengakui syahadat, shalat, puasa, haji, dan zakat juga menambahkan imamah . Imamah artinya keimanan sebagai suatu jabatan yang mempunyai sifat Ilahi, sehingga Imam dianggap bebas dari perbuatan salah. Dengan kata lain Imam adalah Ma'sum . Sedangkan dalam ajaran Sunni, yang dianut oleh sebagian besar umat Islam Indonesia berkeyakinan bahwa hanya Nabi Muhammad saja yang Ma'sum. Imam hanyalah orang biasa yang dapat berbuat salah. Oleh karena Imam bebas dari perbuatan salah itulah maka Imam Khomeini di Iran mempunyai karisma sehingga dapat menguasai umat Syiah di Iran. Apapun yang diperintahkan oleh Imam Khomeini selalu diturut oleh umatnya....

Hari ini, 36 tahun lalu: Bom atom pertama dicoba di Alamogordo

Jalannya sejarah bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia mungkin akan berbeda kalau tidak ada peristiwa yang terjadi 16 Juli, 36 tahun lalu. Pada hari itu Amerika Serikat membuka babak baru di dalam teknik, yakni berhasil meledakkan bom atom di New Mexico, tepatnya di Alamogordo. Percobaan yang berhasil ini telah memungkinkan Amerika Serikat menghasilkan bom atom lainnya yang dijatuhkan atas Hiroshima dan Nagasaki. Ketakutan akan akibat bom atom ini telah membuat Jepang ketakutan dan menyerah kepada sekutu, pada 14 Agustus 1945. Jauh-jauh hari sebelum bom atom pertama diledakkan di gurun Alamogordo itu, kurang lebih enam tahun sebelumnya Presiden Franklin D. Roosevelt menerima sepucuk surat dari Dr. Albert Einstein yang isinya mengenai kemungkinan pembuatan bom uranium yang kemampuannya sangat besar. Surat itulah yang kemudian melahirkan suatu proyek yang sangat dirahasiakan dan hanya kalangan kecil yang mengenalnya dengan nama Manhattan Engineer District di bawah pimpinan Mayor...

Gedung Kebangkitan Nasional Lebih Dikenal Kalangan Pelajar

Ruang "Anatomi" hanyalah sebuah ruangan kecil yang terletak di salah satu sudut gedung. Tapi dibanding dengan ruangan lain yang ada di komplek Gedung Kebangkitan Nasional, ruang "Anatomi" merupakan ruang yang paling bersejarah. Di ruang berukuran 16,7 x 7,8 meter itulah lahir perkumpulan Budi Oetomo. Budi Oetomo yang dilahirkan 20 Mei 1908 oleh para pelajar sekolah kedokteran Stovia adalah organisasi pergerakan nasional pertama di Indonesia yang merintis jalan ke arah pergerakan bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan. Jadi tepat sekali kalau gedung eks-Stovia itu dinamakan Gedung Kebangkitan Nasional (GKN). Di dalam gedung tersebut terdapat Museum Kebangkitan Nasional yang bertugas menyelenggarakan pengumpulan, perawatan, pengawetan, penelitian, penerbitan, pemberian bimbingan edukatif kultural, perpustakaan, dokumentasi, dan penyajian benda-benda bernilai budaya dan ilmiah yang berhubungan dengan sejarah kebangkitan nasional. Peranan Museum Kebangkitan Nasiona...

Arek-arek Soerobojo Hadang Sekutu

Mengungkap pertempuran bersejarah 10 Nopember 1945 sebagai mata rantai sejarah kemerdekaan Indonesia, pada hakekatnya peristiwa itu tidaklah berdiri sendiri. Ia merupakan titik klimaks dari rentetan insiden, peristiwa dan proses sejarah kebangkitan rakyat Jawa Timur untuk tetap melawan penjajah yang ingin mencoba mencengkeramkan kembali kukunya di wilayah Indonesia merdeka. Pertempuran 10 Nopember 1945--tidak saja merupakan sikap spontan rakyat Indonesia, khususnya Jawa Timur tetapi juga merupakan sikap tak mengenal menyerah untuk mempertahankan Ibu Pertiwi dari nafsu kolonialis, betapapun mereka memiliki kekuatan militer yang jauh lebih sempurna. Rentetan sejarah yang sudah mulai membakar suasana, sejak Proklamasi dikumandangkan oleh Proklamator Indonesia: Soekarno dan Hatta tgl 17 Agustus 1945. Rakyat Jawa Timur yang militan berusaha membangun daerahnya di bawah Gubernur I-nya: RMTA Soeryo. Pemboman Kota Hiroshima dan Nagasaki menjadikan bala tentara Jepang harus bertekuk lutut pada ...

Ritual Nasional yang Lahir dari Perlawanan Surabaya

Oleh Wiratmo Soekito P ERLAWANAN organisasi-organisasi pemuda Indonesia di Surabaya selama 10 hari dalam permulaan bulan November 1945 dalam pertempuran melawan pasukan-pasukan Inggris yang dibantu dengan pesawat-pesawat udara dan kapal-kapal perang memang tidak dapat mengelakkan jatuhnya kurban yang cukup besar. Akan tetapi, hasil Perlawanan Surabaya itu bukannya  kekalahan, melainkan, kemenangan . Sebab, hasil Perlawanan Surabaya itulah yang telah menyadarkan Inggris untuk memaksa Belanda agar berunding dengan Indonesia sampai tercapainya Perjanjian Linggarjati (1947), yang kemudian dirusak oleh Belanda, sehingga timbullah perlawanan-perlawanan baru dalam Perang Kemerdekaan Pertama (1947-1948) dan Perang Kemerdekaan Kedua (1948-1949), meskipun tidak semonumental Perlawanan Surabaya. Gugurnya para pahlawan Indonesia dalam Perlawanan Surabaya memang merupakan kehilangan besar bagi Republik, yang ketika itu baru berumur 80 hari, tetapi sebagai martir, mereka telah melahirkan satu ri...

Hari Pahlawan: MENGENANG 10 NOPEMBER 1945

Majalah Inggeris "Army Quarterly" yang terbit pada tanggal 30 Januari 1948 telah memuat tulisan seorang Mayor Inggeris bernama R. B. Houston dari kesatuan "10 th Gurkha Raffles", yang ikut serta dalam pertempuran di Indonesia sekitar tahun 1945/1946. Selain tentang bentrokan senjata antara kita dengan pihak Tentara Inggeris, Jepang dan Belanda di sekitar kota Jakarta, di Semarang, Ambarawa, Magelang dan lain-lain lagi. Maka Mayor R. B. Houston menulis juga tentang pertempuran-pertempuran yang telah berlangsung di Surabaya. Perlu kita ingatkan kembali, maka perlu dikemukakan di sini, bahwa telah terjadi dua kali pertempuran antara Tentara Inggeris dan Rakyat Surabaya. Yang pertama selama 3 malam dan dua hari, yaitu kurang lebih 60 jam lamanya dimulai pada tanggal 28 Oktober 1945 sore, dan dihentikan pada tanggal 30 Oktober 1945 jauh di tengah malam. Dan yang kedua dimulai pada tanggal 10 Nopember 1945 pagi sampai permulaan bulan Desember 1945, jadi lebih dari 21 har...