Langsung ke konten utama

Istilah Kiai, Kapan Muncul dan Dari Mana?

Mubaligh kondang KH Zainuddin MZ mungkin tidak disebut kiai ketika yang bersangkutan masih berstatus mahasiswa. Zainuddin yang pernah membintangi film layar lebar Nada dan Dakwah bersama Rhoma Irama ini barangkali baru punya nama panggilan tambahan kiai setelah dirinya aktif berdakwah.

Kiai memang sebuah istilah yang khusus. Penyandangnya merupakan orang-orang tertentu yang memiliki kelebihan dalam pemahaman dan pelaksanaan ajaran agama Islam. Di samping itu yang bersangkutan juga biasanya merupakan tokoh panutan masyarakat.

Yang menjadi pertanyaan sekarang, kapan istilah kiai muncul? Lalu mengapa sebutan ini diberikan kepada mereka yang dianggap memiliki kelebihan di bidang agama Islam? Dan siapakah yang memberikan sebutan itu kepada mereka?

"Saya kurang tahu pasti," jawab KH Drs Ahmad Sahid, pimpinan Pondok Pesantren Al Falah, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung ketika ditanya kapan istilah kiai muncul.

Menurut Ahmad Sahid yang juga anggota Komisi E DPRD Jabar ini, kiai sebenarnya bukan merupakan istilah baru. Dia mulai mendengar sebutan itu ketika mulai memasuki dunia pesantren tahun 1963.

Sementara sepengetahuan KH Abdullah Muchtar, pimpinan Pondok Pesantren An Nidzom Kabupaten Sukabumi, istilah kiai mulai dikenal seiring dengan masuknya agama Islam ke Indonesia. Para penyebar Islam disebutnya sebagai orang-orang yang memperkenalkan istilah tersebut.

Sedangkan pimpinan Pondok Pesantren Khusus Anak Yatim As Syafi'iyah Jakarta, Ny Hj Tutty Alawiyah ketika disodori pernyataan serupa cuma menjawab, "Istilah kiai itu kayaknya berasal dari bahasa Jawa."

Pendapat Tutty Alawiyah mendapat pembenaran dari anggota Dewan Ahli Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF) Jakarta, M Syafi'i Anwar SH. Syafi'i menunjukkan bahwa dalam terminologi Jawa terdapat istilah Ki. Menurut Syafi'i, istilah Ki ini merupakan kependekan dari sebutan kiai.

Sebelum Islam datang dan menyebar di Jawa, demikian Syafi'i, penggunaan istilah Ki untuk orang-orang tertentu sudah berlaku. Umpamanya sebutan Ki diberikan kepada para pendeta agama Hindu.

Kemudian ketika Islam datang, "Istilah Ki mengalami transformasi menjadi kiai. Jadi ada unsur intervensi kultural dari Islam terdapat budaya Jawa," tutur Syafi'i.

Akan tetapi walaupun istilah Ki mengalami transformasi menjadi kiai, derajat sebutannya tidak berubah. Panggilan kiai tetap diberikan kepada orang-orang tertentu yang dianggap memiliki kelebihan di bidang agama Islam. Walaupun sebenarnya, menurut Syafi'i, khazanah Islam tidak mengenal istilah tersebut.

Dalam Islam, orang yang ahli atau dianggap lebih dalam penguasaan ilmu agama Islam disebut ulama. Dan istilah ulama ini ada dalam (terminologi) Islam, papar Syafi'i.

Berdasarkan riwayat kebahasaan itulah Syafi'i berpendapat, istilah kiai hanya dikenal di kalangan budaya Jawa. Di beberapa daerah lain istilah kiai sebagai sebutan buat mereka yang memiliki kelebihan di bidang agama Islam, sebelumnya nyaris tidak dikenal. Sebagai contoh di Jawa Barat lebih dikenal sebutan ajengan, kemudian di Sumatera Barat orang-orang biasa menyebut buya.

Lalu di Jakarta, ditambahkan oleh Tutty Alawiyah, tokoh-tokoh yang mempunyai kelebihan di bidang agama Islam lazim disebut mualim atau ustadz.

Namun meskipun istilah kiai pada akarnya lebih dikenal di kalangan budaya Jawa, pemakaiannya dewasa ini sudah merebak menjadi menasional. Tidak peduli yang bersangkutan berasal dari etnis apa, sepanjang dirinya mempunyai kelebihan di bidang agama Islam secara spontan bakal dipanggil kiai.

Hanya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Balai Pustaka), istilah kiai memiliki enam arti. Pertama, merupakan sebutan bagi alim ulama (cerdik pandai di agama Islam) semisal Haji Wahid Hasyim. Kedua, merupakan sebutan untuk alim ulama (kebanyakan). Ketiga, merupakan sebutan bagi guru ilmu gaib (dukun dsb). Keempat, sebutan bagi kepala distrik di Kalimantan Selatan. Kelima, sebutan yang mengawali nama benda yang dianggap bertuah (senjata, gamelan dsb). Keenam, sebutan samaran untuk harimau (jika orang melewati hutan).

Tidak Minta

Boleh jadi kiai merupakan gelar yang sangat istimewa. Gelar ini juga diyakini bisa muncul di depan nama tokoh tertentu bukan atas prakarsa pribadinya. "Saya kira begtu. Kiainya sendiri saya yakin tidak minta," pendapat Syafi'i Anwar.

Tutty Alawiyah pun berpandangan senada. "Pemberian sebutan kiai itu datang secara spontan dari masyarakat. Bukan ulamanya yang menamai sendiri," katanya.

"Memang masyarakatlah yang menyebut saya kiai. Saya sendiri tidak mengerti mengapa disebut kiai," tutur KH Ahmad Sahid.

Walaupun menurut Tutty Alawiyah ada juga ulama yang senang dipanggil kiai oleh masyarakat, namun dalam perasaan Ahmad Sahid, kesan yang timbul setelah disebut kiai wajar-wajar saja. Bahkan anggota DPRD dari FKP ini terus terang merasa tidak layak dipanggil kiai. Tapi karena masyarakat sudah terlanjur menyebutnya kiai, maka Ahmad Sahid dalam setiap geraknya selalu berusaha untuk bersikap mawas diri. "Menyandang sebutan kiai itu berat," ujarnya.

KH Abdullah Muchtar pun berpendapat serupa dengan Ahmad Sahid. "Secara lahiriah saya tidak merasa bangga mendapat sebutan kiai. Sebutan itu bahkan menjadikan beban. Saya risi jika dengan menyandang sebutan itu saya ternyata tidak mampu mengemban misi di bidang agama Islam," paparnya.

Istilah kiai memang mengandung kadar khusus. Seseorang tidak bisa dengan begitu saja dinamai kiai. "Ada prakondisi tertentu yang dituntut," ujar Syafi'i Anwar.

Seseorang sebelum berhak menyandang panggilan kiai paling tidak harus merupakan orang yang tafaquh fid din (mendalami dan menguasai ilmu agama Islam); mempunyai integritas dari sudut keilmuan, moral dan kepribadian, serta mendapat kepercayaan dari masyarakat; dan mendapat pengakuan sosial dari masyarakat.

"Jadi tidak bisa sembarang seseorang disebut kiai. Ada tingkat atau derajat tertentu yang harus dilewatinya. Biar seseorang itu pintar, tapi bila tidak mendapat pengakuan masyarakat dia tidak dapat disebut kiai," kata Syafi'i Anwar tegas. (Wan Priatna / Heddi Soleh).

 

Sumber: Suara Karya, 8 Maret 1994 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hari Ini 44 Tahun Lalu (1) Mereka Tidak Rela Kemerdekaan Lepas Kembali

Pengantar Hari ini, 11 Desember 1990, masyarakat Sulawesi Selatan kembali memperingati peristiwa heroik 44 tahun lalu, di mana segenap lapisan masyarakat ketika itu bahu-membahu berjuang mempertahankan Kemerdekaan yang setahun sebelumnya berhasil diraih bangsa Indonesia. Dalam peristiwa itu ribuan bahkan puluhan ribu orang jadi korban aksi pembunuhan massal ( massacre ) yang dilakukan Pasukan Merah Westerling. Berikut Koresponden Suara Karya   Muhamad Ridwan  mencoba mengungkap kembali peristiwa tersebut dalam dua tulisan, yang diturunkan hari ini dan besok. Selamat mengikuti. T egaknya tonggak satu negara, Jumat 17 Agustus 1945, merupakan kenyataan yang diakui dunia internasional. Bendera kemerdekaan yang dikibarkan bukan hadiah, melainkan hasil perjuangan panjang yang menelan pengorbanan jiwa dan harta rakyat yang tak terperikan. Lalu, tentara Australia (Sekutu) mendarat pada September 1945. Tujuannya untuk melucuti sisa pasukan Nippon. Namun di belakangnya mendongkel person...

Mengenang Peristiwa 40 Tahun Silam: Taruna "Militaire Academie" Berusaha Melucuti Senjata Tentara Jepang

I NDONESIA pernah memiliki akademi militer (akmil) yang berumur sekitar 5 bulan, tapi menghasilkan lulusan "Vaandrig" (Calon Perwira) berusia muda. Selama dalam pendidikan para tarunanya telah mengalami pengalaman heroik dan patriotik. Akmil itu adalah "MA (Militaire Academice) Tangerang". Sabtu pagi ini, para alumni MA Tangerang akan mengadakan apel besar di Taman Makam Pahlawan Taruna, Jl Daan Mogot, Tangerang, Jawa Barat. Selain untuk memperingati berdirinya akmil itu, apel sekaligus untuk memperingati 40 tahun "Peristiwa Pertempuran Lengkong (PPL)". Ketua Umum Dewan Harian Nasional Angkatan 45 Jenderal (Purn) H Surono akan bertindak sebagai inspektur upacara. PPL meletus 25 Januari 1946. Ketika itu taruna MA Tangerang yang menjadi inti pasukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat), dalam usahanya melucuti tentara Jepang di Lengkong, Kecamatan Serpong Tangerang, terjebak dalam pertempuran yang tidak seimbang. Direktur MA Tangerang, Mayor Daan Mogot...

Hari ini, 36 tahun lalu: Bom atom pertama dicoba di Alamogordo

Jalannya sejarah bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia mungkin akan berbeda kalau tidak ada peristiwa yang terjadi 16 Juli, 36 tahun lalu. Pada hari itu Amerika Serikat membuka babak baru di dalam teknik, yakni berhasil meledakkan bom atom di New Mexico, tepatnya di Alamogordo. Percobaan yang berhasil ini telah memungkinkan Amerika Serikat menghasilkan bom atom lainnya yang dijatuhkan atas Hiroshima dan Nagasaki. Ketakutan akan akibat bom atom ini telah membuat Jepang ketakutan dan menyerah kepada sekutu, pada 14 Agustus 1945. Jauh-jauh hari sebelum bom atom pertama diledakkan di gurun Alamogordo itu, kurang lebih enam tahun sebelumnya Presiden Franklin D. Roosevelt menerima sepucuk surat dari Dr. Albert Einstein yang isinya mengenai kemungkinan pembuatan bom uranium yang kemampuannya sangat besar. Surat itulah yang kemudian melahirkan suatu proyek yang sangat dirahasiakan dan hanya kalangan kecil yang mengenalnya dengan nama Manhattan Engineer District di bawah pimpinan Mayor...

RUNTUHNYA HINDIA BELANDA: Menyerahnya Gubernur Jendral AWL TJARDA dan Letnan Jendral TER POORTEN kepada Letnan Jendral IMMAMURA Panglima Perang Jepang 8 Maret 1942

Generasi kita sekarang, mungkin tidak banyak yang mengetahui terjadinya peristiwa penting di tanah air kita 35 tahun yang lalu, yaitu menyerahnya Gubernur Jenderal dan Panglima Perang Hindia Belanda "Tanpa Syarat" kepada Panglima Perang Jepang yang terjadi di Kalijati Bandung pada tanggal 8 Maret 1942. Peristiwa yang mengandung sejarah di Tanah Air kita ini telah ditulis oleh Tuan S. Miyosi seperti di bawah ini: Pada tanggal 8 Maret 1942 ketika fajar kurang lebih jam 07.00 pagi, kami sedang minum kopi sambil menggosok mata, karena kami baru saja memasuki kota Jakarta, dan malamnya banyak diadakan permusyawaratan. Pada waktu itu datanglah seorang utusan dari Markas Besar Balatentara Jepang untuk menyampaikan berita supaya kami secepat mungkin datang, walaupun tidak berpakaian lengkap sekalipun. Kami bertanya kepada utusan itu, apa sebabnya maka kami disuruh tergesa-gesa? Rupa-rupanya balatentara Hindia Belanda memberi tanda-tanda bahwa peperangan hendak dihentikan! Akan ...

Putusan Congres Pemuda-pemuda Indonesia

K ERAPATAN pemoeda-pemoeda Indonesia diadakan oleh perkoempoelan-perkoempoelan pemoeda Indonesia jang berdasarkan kebangsaan dengan namanja : Jong Java, Jong Soematera (pemoeda Soematera), Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen, Jong Islamieten Bond, Jong Bataksbond, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawi dan perhimpoenan. Memboeka rapat tanggal 27 dan 28 October tahun 1928 dinegeri Djakarta ; Kerapatan laloe mengambil poeteoesan :  PERTAMA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA. KEDOEA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA JG SATOE, BANGSA INDONESIA. KETIGA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENDJUNGDJUNG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA. Setelah mendengar poetoesan ini, kerapatan mengeloearkan kejakinan azas ini wadjib dipakai oleh segala perkoempoelan-perkoempoelan kebangsaan Indonesia. Mengeloerkan kejakinan persatoean Indonesia diperkoeat dengan memperhatikan dasar persatuannja : Kemaoean, sedjarah, bahasa hoekoem adat...

Penyerbuan Lapangan Andir di Bandung

Sebetulnya dengan mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, orang asing yang pernah menjajah harus sudah angkat kaki. Tetapi kenyataannya tidak demikian. Masih ada saja bangsa asing yang ingin tetap menjajah. Jepang main ulur waktu, Belanda ngotot tetap mau berkuasa. Tentu saja rakyat Indonesia yang sudah meneriakkan semangat "sekali merdeka tetap merdeka" mengadakan perlawanan hebat. Di mana-mana terjadi pertempuran hebat antara rakyat Indonesia dengan penjajah. Salah satu pertempuran sengit dari berbagai pertempuran yang meletus di mana-mana adalah di Bandung. Bandung lautan api merupakan peristiwa bersejarah yang tidak akan terlupakan.  Pada saat sengitnya rakyat Indonesia menentang penjajah, Lapangan Andir di Bandung mempunyai kisah tersendiri. Di lapangan terbang ini juga terjadi pertempuran antara rakyat Kota Kembang dan sekitarnya melawan penjajah, khususnya yang terjadi pada tanggal 10 Oktober 1945. Lapangan terbang Andir merupakan sala...

Pemuda Penjuru Bangsa

"Berikan aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Berikan aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia". (Ir Soekarno) JAKARTA, KOMPAS -- Pernyataan presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno, itu menggambarkan betapa pemuda merupakan potensi yang luar biasa, tidak hanya untuk pembangunan bangsa, tetapi juga untuk mengguncangkan dunia. Dalam perkembangan bangsa ini, kaum muda banyak mewarnai sejarah Indonesia. Tidak hanya dimulai dengan digelarnya Kongres Pemuda II tahun 1928, yang menegaskan "bertanah air dan berbangsa yang satu, bangsa Indonesia serta berbahasa persatuan, bahasa Indonesia", tetapi peristiwa pembentukan negeri ini, misalnya lahirnya Boedi Oetomo tahun 1908, pun digagas pemuda. Bahkan, organisasi kebangsaan, seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, tidak bisa dipisahkan dari peranan kaum muda. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan, yang diakui sebagai pemuda adalah warga negara yang m...