Langsung ke konten utama

Sumpah Pemuda

Oleh: Alwi Shahab

Memasuki sebuah gedung di Jl Kramat Raya 106, Kelurahan Kwitang, Jakarta Pusat kita dapat menyelami kembali peristiwa bersejarah 73 tahun lalu. Saat para pemuda dari berbagai Nusantara mengikrarkan Sumpah Pemuda: Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa. Di gedung yang kini dilestarikan menjadi Museum Sumpah Pemuda itu, dapat ditemui berbagai koleksi yang berkaitan dengan peristiwa itu, pada Minggu malam 28 Oktober 1928. Di antaranya koleksi biola milik komponis Wage Rudolf Soepratman, yang dipakai untuk pertama kalinya memperdengarkan lagu kebangsaan Indonesia sesaat sebelum Sumpah Pemuda dibacakan. Gesekan biolanya kadang diselingi suaranya yang agak parau, mendapatkan sambutan antusias dari para pemuda yang berjumlah sekitar 300 orang, rata-rata berusia 20-an tahun. Pemuda Soepratman, yang berbadan kurus menerima ucapan selamat dan pelukan hadirin dengan mata berkaca-kaca.

Tampilnya generasi muda dalam pergerakan nasional saat itu merupakan salah satu dampak diberlakukannya politik etis oleh pemerintah kolonial pada awal abad ke-20. Politik ini terpaksa dilakukan Belanda karena menghadapi kecaman-kecaman keras, akibat kekejaman yang luar biasa terhadap tanah jajahannya. Termasuk sistem tanam paksa yang mengakibatkan jutaan rakyat Indonesia menderita dan ribuan orang meninggal dunia. Dengan sistem etis Belanda memberikan kesempatan kepada pemuda Indonesia untuk menempuh pendidikan. 

Akibatnya banyak pemuda dari berbagai daerah yang berdatangan di Batavia untuk menempuh pendidikan. Waktu itu, di luar Pulau Jawa, sekolah seperti MULO dapat dihitung dengan jari. Padahal MULO hanya setingkat SMP. Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara adalah contoh daerah yang hanya mempunyai satu MULO di Makasar.

Di Batavia, para pemuda pelajar ini merasa senasib dan seperjuangan. Kemudian mereka mendirikan organisasi-organisasi kepemudaan berdasarkan kedaerahan. Maka lahirlah Jong (baca young = pemuda) Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Minahasa, Jong Celebes, Jong Ambon, Jong Bataks Bond, Jong Timoreesch Bond, Sekar Rukun (organisasi pemuda pelajar dari Sunda), dan Pemuda Kaum Betawi. Kedua himpunan yang terakhir ini menolak menggunakan istilah 'jong' karena dianggap berbau kolonial. Dua tahun menjelang Sumpah Pemuda juga berdiri Jong Islamieten Bond. Organisasi pemuda bernapaskan Islam ini, lebih didorong oleh kegiatan partai politik, yakni Partai Sarekat Islam (PSI).

Para pemuda ini kemudian mengadakan Kongres Pemuda yang sekaligus bertujuan untuk melahirkan berdirinya organisasi-organisasi pemuda dalam satu atap. Kongres diadakan 30 April - 2 Mei 1926. Seluruh pengantarnya Bahasa Belanda. Kongres ini tidak menghasilkan keputusan secara bulat. Soal bahasa, pemilihan tiga bahasa (Jawa, Belanda, Melayu) sebagai bahasa nasional masih diperdebatkan. Mengenai bahasa Jawa, yang mayoritas digunakan masyarakat atau pemuda Jawa dalam pergaulan, sulit diterima untuk dijadikan bahasa persatuan atau nasional. Bahasa Belanda dianggap bahasa kolonial. Bahasa Melayu, sekalipun memiliki pendukung yang banyak, tapi dalam Kongres Pemuda 1926 belum bisa diterima sebagai bahasa persatuan dan nasional.

Kongres Pemuda ke-2 sendiri berlangsung di tiga gedung mengingat para pemuda kediaman kost-nya berpencar-pencar di Batavia. Rapat pertama diadakan Sabtu (27/8/1928) di gedung Katholieke Jongenlingen Bond di Waterlooplein (kini Jl Lapangan Banteng). Rapat dimulai pukul 19.00 - 23.30. Rapat kedua (Minggu) dimulai pukul 08.00 - 12.00 di gedung Oost Java Bioscoop di Koningsplein Noord (Medan Merdeka Utara) depan MBAD.

Rapat ketiga Minggu, 28 Oktober 1928, pukul 17.30 - 23.30 WIB di gedung Indonessishe Clubgebouw Jl Kramat 106, yang menghasilkan Sumpah Pemuda. Rapat ini rupanya tidak berjalan mulus, karena mendapat gangguan berupa larangan dan ancaman penghentian pertemuan dari Adjunct Hoofdcommisaris van Politie van der Vlugt. Pelarangan terjadi saat pemakaian kata-kata Indonesia Merdeka. Mendapat ancaman itu, ketua kongres, Soegodo Djojopoespito tetap tenang. Dengan senyum simpul dan telunjuk ke atas, berkata kepada peserta: "Verboden ..., tetapi kita tahu sama tahu." Hadirin menyambutnya dengan riuh, riang, dan kadang dengan nada memperolok petugas polisi rahasia Belanda (PID) itu yang ada di lokasi.

Gedung Kramat 106 ini sejak 1928 memang ditempati sebagai kost oleh para pelajar. Pada awalnya ia sebuah rumah milik Sie Kong Liong. Tahun 1934 sudah tidak ada pelajar lagi yang tinggal di sini. Oleh pemiliknya disewakan pada Pang Tjeng Yam yang menggunakan sebagai rumah tinggal. Pada 1937 disewa Loh Jing Tjoe yang menggunakannya sebagai toko bunga. Gedung yang pernah dijadikan asrama Bea Cukai ini, juga pernah menjadi Hotel Hersia. []



Sumber: Republika, 28 Oktober 2001



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenang Peristiwa 40 Tahun Silam: Taruna "Militaire Academie" Berusaha Melucuti Senjata Tentara Jepang

I NDONESIA pernah memiliki akademi militer (akmil) yang berumur sekitar 5 bulan, tapi menghasilkan lulusan "Vaandrig" (Calon Perwira) berusia muda. Selama dalam pendidikan para tarunanya telah mengalami pengalaman heroik dan patriotik. Akmil itu adalah "MA (Militaire Academice) Tangerang". Sabtu pagi ini, para alumni MA Tangerang akan mengadakan apel besar di Taman Makam Pahlawan Taruna, Jl Daan Mogot, Tangerang, Jawa Barat. Selain untuk memperingati berdirinya akmil itu, apel sekaligus untuk memperingati 40 tahun "Peristiwa Pertempuran Lengkong (PPL)". Ketua Umum Dewan Harian Nasional Angkatan 45 Jenderal (Purn) H Surono akan bertindak sebagai inspektur upacara. PPL meletus 25 Januari 1946. Ketika itu taruna MA Tangerang yang menjadi inti pasukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat), dalam usahanya melucuti tentara Jepang di Lengkong, Kecamatan Serpong Tangerang, terjebak dalam pertempuran yang tidak seimbang. Direktur MA Tangerang, Mayor Daan Mogot...

Hari ini, 36 tahun lalu: Bom atom pertama dicoba di Alamogordo

Jalannya sejarah bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia mungkin akan berbeda kalau tidak ada peristiwa yang terjadi 16 Juli, 36 tahun lalu. Pada hari itu Amerika Serikat membuka babak baru di dalam teknik, yakni berhasil meledakkan bom atom di New Mexico, tepatnya di Alamogordo. Percobaan yang berhasil ini telah memungkinkan Amerika Serikat menghasilkan bom atom lainnya yang dijatuhkan atas Hiroshima dan Nagasaki. Ketakutan akan akibat bom atom ini telah membuat Jepang ketakutan dan menyerah kepada sekutu, pada 14 Agustus 1945. Jauh-jauh hari sebelum bom atom pertama diledakkan di gurun Alamogordo itu, kurang lebih enam tahun sebelumnya Presiden Franklin D. Roosevelt menerima sepucuk surat dari Dr. Albert Einstein yang isinya mengenai kemungkinan pembuatan bom uranium yang kemampuannya sangat besar. Surat itulah yang kemudian melahirkan suatu proyek yang sangat dirahasiakan dan hanya kalangan kecil yang mengenalnya dengan nama Manhattan Engineer District di bawah pimpinan Mayor...

Hari Pahlawan: MENGENANG 10 NOPEMBER 1945

Majalah Inggeris "Army Quarterly" yang terbit pada tanggal 30 Januari 1948 telah memuat tulisan seorang Mayor Inggeris bernama R. B. Houston dari kesatuan "10 th Gurkha Raffles", yang ikut serta dalam pertempuran di Indonesia sekitar tahun 1945/1946. Selain tentang bentrokan senjata antara kita dengan pihak Tentara Inggeris, Jepang dan Belanda di sekitar kota Jakarta, di Semarang, Ambarawa, Magelang dan lain-lain lagi. Maka Mayor R. B. Houston menulis juga tentang pertempuran-pertempuran yang telah berlangsung di Surabaya. Perlu kita ingatkan kembali, maka perlu dikemukakan di sini, bahwa telah terjadi dua kali pertempuran antara Tentara Inggeris dan Rakyat Surabaya. Yang pertama selama 3 malam dan dua hari, yaitu kurang lebih 60 jam lamanya dimulai pada tanggal 28 Oktober 1945 sore, dan dihentikan pada tanggal 30 Oktober 1945 jauh di tengah malam. Dan yang kedua dimulai pada tanggal 10 Nopember 1945 pagi sampai permulaan bulan Desember 1945, jadi lebih dari 21 har...

Harun Nasution: Ajarah Syiah Tidak Akan Berkembang di Indonesia

JAKARTA (Suara Karya): Ajarah Syiah yang kini berkembang di Iran tidak akan berkembang di Indonesia karena adanya perbedaan mendasar dalam aqidah dengan ajaran Sunni. Hal itu dikatakan oleh Prof Dr Harun Nasution, Dekan pasca Sarjana IAIN Jakarta kepada Suara Karya  pekan lalu. Menurut Harun, ajaran Syiah Duabelas di dalam rukun Islamnya selain mengakui syahadat, shalat, puasa, haji, dan zakat juga menambahkan imamah . Imamah artinya keimanan sebagai suatu jabatan yang mempunyai sifat Ilahi, sehingga Imam dianggap bebas dari perbuatan salah. Dengan kata lain Imam adalah Ma'sum . Sedangkan dalam ajaran Sunni, yang dianut oleh sebagian besar umat Islam Indonesia berkeyakinan bahwa hanya Nabi Muhammad saja yang Ma'sum. Imam hanyalah orang biasa yang dapat berbuat salah. Oleh karena Imam bebas dari perbuatan salah itulah maka Imam Khomeini di Iran mempunyai karisma sehingga dapat menguasai umat Syiah di Iran. Apapun yang diperintahkan oleh Imam Khomeini selalu diturut oleh umatnya....

Ritual Nasional yang Lahir dari Perlawanan Surabaya

Oleh Wiratmo Soekito P ERLAWANAN organisasi-organisasi pemuda Indonesia di Surabaya selama 10 hari dalam permulaan bulan November 1945 dalam pertempuran melawan pasukan-pasukan Inggris yang dibantu dengan pesawat-pesawat udara dan kapal-kapal perang memang tidak dapat mengelakkan jatuhnya kurban yang cukup besar. Akan tetapi, hasil Perlawanan Surabaya itu bukannya  kekalahan, melainkan, kemenangan . Sebab, hasil Perlawanan Surabaya itulah yang telah menyadarkan Inggris untuk memaksa Belanda agar berunding dengan Indonesia sampai tercapainya Perjanjian Linggarjati (1947), yang kemudian dirusak oleh Belanda, sehingga timbullah perlawanan-perlawanan baru dalam Perang Kemerdekaan Pertama (1947-1948) dan Perang Kemerdekaan Kedua (1948-1949), meskipun tidak semonumental Perlawanan Surabaya. Gugurnya para pahlawan Indonesia dalam Perlawanan Surabaya memang merupakan kehilangan besar bagi Republik, yang ketika itu baru berumur 80 hari, tetapi sebagai martir, mereka telah melahirkan satu ri...

Lahirnya Bangsa Indonesia

Oleh Onghokham SETIAP tahun Indonesia memperingati Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober, hari yang cukup penting sebagai hari peringatan nasional, yang melebihi hari-hari peringatan nasional lain, seperti Hari Kartini, Hari Kebangkitan Nasional, dan lain-lain. Dalam tulisan ini kami akan mencoba menempatkannya dalam proporsi sejarah Indonesia. Pada tanggal 28 Oktober 1928 sekelompok pemuda-pelajar di kota yang dahulu disebut Batavia, ibukota Hindia Belanda, dan kini menjadi Jakarta, ibukota Republik Indonesia, mengucapkan Sumpah Pemuda. Peristiwa ini patut disebut pembentukan atau proklamasi adanya bangsa ( nation ) Indonesia. Konsep bangsa ini lahir dari proses apa yang disebut dalam sejarah kita pergerakan nasional. Ia diambil dari definisi bangsa ( nation ) di Eropa, khususnya dari Ernest Renan, yang mengatakan bahwa bangsa menempati satu wilayah tertentu, berbahasa satu, dan yang terpenting merasa senasib dan seperjuangan. Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 juga bukan yang pertama kali mencetu...

Dr. Danudirjo Setiabudi

Dr. Danudirdjo Setiabudi  adalah nama Indonesia dari Dr. Ernest F. E. Douwes Dekker. Beberapa waktu yang lalu, pemerintah memberikan gelar kepada Danudirjo sebagai Perintis Perkembangan Pers Indonesia, bersama beberapa orang yang lain yang berjasa. Kalau pemerintah menganggap Danudirjo sebagai perintis perkembangan pers Indonesia, maka sebenarnya jasa beliau lebih besar dari itu. Beliau adalah pendekar perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bersama Suwardi Suryaningrat (K. H. Dewantara) dan Dr. Cipto Mangunkusumo, mereka disebut Tiga Serangkai, karena mereka bertiga bersama-sama memperjuangkan kemerdekaan bangsa lewat wadah Indische Partij. Danudirjo Setiabudi lahir pada tahun 1879 di sebuah kota kecil di Jawa Timur yakni Pasuruan. Setelah berhasil menamatkan sekolah menengahnya dan sekolah lanjutannya di Indonesia, Danurdirjo pergi ke Eropa dan melanjutkan pelajarannya, kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Zurich (Swiss). Sejak bocah, Danudirjo telah memiliki jiwa kemerdekaan yang...