Langsung ke konten utama

Museum Sumpah Pemuda: Pernah Menjadi Hotel dan Toko Bunga

Suasana di gedung tua yang terletak di Jalan Kramat Raya 106 itu nyaris hening. Meski di depannya, hilir mudik kendaraan yang melintasi Jalan Kramat Raya tak henti-hentinya mengeluarkan suara raungan. Keramaian di jalan utama ibu kota itu seakan tak mampu menghidupkan suasana dalam gedung.

Padahal sekitar 73 tahun yang lalu, di gedung ini pernah terjadi kesibukan yang menjadi tonggak penting bagi berdirinya negara Indonesia. Di tempat inilah para pemuda dari berbagai daerah memekikkan perlunya satu nusa, satu bahasa, dan satu bangsa.

Namun kini gedung yang telah menjadi Museum Sumpah Pemuda (MSP) seakan menjadi saksi bisu bagi perjalanan bangsa Indonesia. Suasana hening dan sepi semakin meneguhkan gedung yang memiliki total luas 1.284 m2 ini sebagai bangunan bersejarah.

Gedung tua ini memang sarat catatan sejarah. Sebelum diresmikan sebagai Museum Sumpah Pemuda tahun 1971, gedung ini sempat mengalami pemugaran. Pemugaran ini ditanggung oleh pihak pemerintah DKI Jakarta dan diresmikan untuk yang kali kedua oleh Ali Sadikin, Gubernur DKI Jakarta. 

Sebelumya gedung Kramat 106 ini adalah sebuah rumah milik Sie Kong Liang. Menurut Suswadi, kepala seksi Bimbingan dan Edukasi Museum, saat bangsa Indonesia masih dijajah Belanda, pemilik rumah menyewakannya kepada para pelajar yang tergabung dalam Langen Siswo tahun 1925. 

Para pelajar tersebut kemudian menjadikannya sebagai pondokan. "Sebagai pondokan, tentu saja dimanfaatkan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang positif. Kegiatan tersebut di antaranya seperti latihan kesenian dan diskusi politik," Suswadi menjelaskan kepada Republika.

Aktivitas para pemuda membawa gedung ini menjadi tempat persiapan Kongres Pemuda I tahun 1926. Usai berbagai kegiatan itu, gedung ini semakin terkenal bagi aktivis pemuda saat itu. Sehingga gedung inilah yang dipilih para aktivis pemuda dari berbagai daerah sebagai tempat pertemuan membahas persoalan yang muncul saat itu. 

Pada tahun 1928 gedung ini diberi nama Indonesische Clubgebouw atau Wisma Indonesia oleh para penghuninya. "Pemberian nama ini adalah sebuah bentuk rasa nasionalisme untuk menjadi bangsa yang satu," ujar Suswadi. Pada tahun yang sama, di gedung ini dilakukan pula persiapan dan pelaksanaan kegiatan Kongres Pemuda II yang kemudian dikenal sebagai Hari Sumpah Pemuda.

Namun, setelah peristiwa Sumpah Pemuda, banyak para penghuni yang meninggalkan gedung Kramat 106. Alasannya karena para pelajar tersebut telah tamat. Akhirnya pada tahun 1934, para pelajar sudah tidak ada lagi yang menyewanya. Kemudian oleh pemiliknya, gedung ini disewakan kepada Pang Tjem Jam yang digunakannya sebagai rumah tinggal. 

Tahun 1937 penyewa gedung berganti kepada Loh Jing Tjoe pada tahun 1937. Loh yang memang keluarga pedagang memanfaatkan gedung yang disewanya itu sebagai toko bunga. Bisnis toko bunga berlangsung dari 1937-1948. Tahun 1948-1951 gedung ini disulap menjadi hotel.

Selesai menjadi hotel, gedung ini disewa oleh Bea dan Cukai sebagai tempat perkantoran dan penampungan karyawan. Kemudian atas usulan mantan penghuninya maka gedung Kramat 106 diusulkan untuk menjadi gedung bersejarah. Mendikbud yang bertugas pada tahun 1984 mengeluarkan SK Mendikbud No. 029/0/1984 untuk menetapkan sebagai Museum Sumpah Pemuda.

Meski memiliki sejarah panjang, MSP tidak banyak koleksinya. Menurut Kepala Museum, Aris Ibnu Darodjad, keterbatasan ini disebabkan oleh minimnya data-data asli. "Koleksi yang ada sekarang hanya biola milik WR Supratman dan bangunan saja. Sedangkan foto asli yang ada hanya foto diri dari para tokoh saja. Dan untuk foto-foto kejadian kami tidak memilikinya," paparnya.

Menurutnya pengunjung museum ini umumnya adalah pelajar dan pengunjung umum. "Para pelajar terdiri dari pelajar SD, SLTP, dan SMU. Jumlah mereka adalah yang terbanyak. Sedangkan untuk pengunjung dari luar negeri hanya ada 9 orang saja. Itu juga pada tahun 2000 saja," tuturnya.

Berdasarkan data MSP, jumlah pengunjung pada tahun 2000 hanya sebesar 6.983 orang. Sementara pada tahun-tahun sebelum krisis, jumlah pengunjungnya sangat banyak. Misalnya saja, paparnya, tahun 1996 jumlah pengunjungya sebanyak 20.200 orang. "Nah ini mungkin disebabkan oleh krisis ekonomi juga."

Ada enam ruangan dalam gedung tua ini. Ruangan tersebut adalah ruang pengenalan, ruang pra sumpah pemuda, ruang persiapan sumpah pemuda, ruang kongres pemuda II, ruang tokoh, dan ruang sesudah sumpah pemuda.

Ruang pengenalan adalah ruangan yang terletak di bagian depan gedung, persis di pintu masuk utama. Ruang seluas 5x6 meter ini dipamerkan maket gedung MSP pada bagian tengah. Sejumlah vandel dan bendera para peserta kongres yang bertepatan menghadap pintu masuk utama.

Ada lukisan karya Dadung Udansyah (tahun 2000) yang bertema 'Di Tangan Perempuan Hari Depan Bangsa'. Lukisan ini terletak pada sebelah kanan pintu masuk utama. Ada pula teks pidato Presiden Soeharto pada dinding di sebelah kiri pintu masuk utama.

Ruang pra sumpah pemuda yang terletak di sebelah kiri ruang pengenalan. Ruangan ini terletak di bagian depan gedung, sejajar dengan ruang pengenalan. Di ruang ini dipamerkan koleksi yang berkaitan dengan kegiatan para pemuda dalam organisasi kedaerahan. 

Di ruang pra sumpah pemuda ini cahaya matahari tak bisa masuk dengan leluasa karena tidak ada ventilasi. Itu sebabnya, selain terkesan pengap, ruang ini juga lebih gelap dibanding ruang lainnya. Dalam ruangan ini terdapat patung Moh. Yamin dan atribut kepanduan tempo dulu. 

Di sebelah ruang pra sumpah pemuda ada ruang persiapan sumpah pemuda. Ruang ini memamerkan koleksi yang berkaitan dengan kegiatan Kongres Pemuda I. Dalam ruangan ini terdapat pula beberapa patung seperti Moh. Hatta, M. Tabrani, dan Prof Soenario.

Begitu keluar dari ruang pra sumpah pemuda, kita akan melihat ruang kongres pemuda II yang terletak di seberangnya. Dalam ruangan ini memamerkan beberapa koleksi yang menggambarkan peristiwa kongres pemuda II. Di antaranya adalah suasana sidang ketiga kongres pemuda II.

Setelah itu kita akan berlanjut masuk ke dalam ruangan sumpah tokoh. Di ruangan ini dipamerkan koleksi yang berkaitan dengan tokoh pemuda yang berperan dalam pergerakan pemuda sejak tahun 1908-1930. Kemudian dari ruangan ini, akan dapat kita masuki ruangan sesudah sumpah pemuda. Ruangan ini berisi peristiwa kegiatan setelah diikrarkannya sumpah pemuda sampai Orde Baru. [] c10



Sumber: Republika, 28 Oktober 2001



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Harun Nasution: Ajarah Syiah Tidak Akan Berkembang di Indonesia

JAKARTA (Suara Karya): Ajarah Syiah yang kini berkembang di Iran tidak akan berkembang di Indonesia karena adanya perbedaan mendasar dalam aqidah dengan ajaran Sunni. Hal itu dikatakan oleh Prof Dr Harun Nasution, Dekan pasca Sarjana IAIN Jakarta kepada Suara Karya  pekan lalu. Menurut Harun, ajaran Syiah Duabelas di dalam rukun Islamnya selain mengakui syahadat, shalat, puasa, haji, dan zakat juga menambahkan imamah . Imamah artinya keimanan sebagai suatu jabatan yang mempunyai sifat Ilahi, sehingga Imam dianggap bebas dari perbuatan salah. Dengan kata lain Imam adalah Ma'sum . Sedangkan dalam ajaran Sunni, yang dianut oleh sebagian besar umat Islam Indonesia berkeyakinan bahwa hanya Nabi Muhammad saja yang Ma'sum. Imam hanyalah orang biasa yang dapat berbuat salah. Oleh karena Imam bebas dari perbuatan salah itulah maka Imam Khomeini di Iran mempunyai karisma sehingga dapat menguasai umat Syiah di Iran. Apapun yang diperintahkan oleh Imam Khomeini selalu diturut oleh umatnya....

Cheng Ho dan Tiga Teori Jangkar Raksasa

S EBAGAIMANA catatan sejarah, pelayaran Laksamana Cheng Ho menyimpan berjuta kisah sejarah yang sangat menarik di nusantara. Tidak saja karena kebetulan petinggi kekaisaran Mongol yang menguasai daratan Tiongkok dari abad ke-13 sampai ke-17 itu beragama Islam, tetapi ekspedisi laut pada abad ke-15 Masehi itu membawa pengaruh politik dan budaya sangat besar. Jejak sejarah tinggalan ekspedisi Cheng Ho yang merupakan duta intenasional Kaisar Yongle, generasi ketiga keturunan Kaisar Ming dari Mongol yang menguasai daratan Tiongkok, tersebar di sepanjang Pulau Jawa bagian utara. Hinggi kini, jejak-jejak arkeologis, historis, sosiologis, dan kultur dari ekspedisi laut laksamana yang memiliki nama Islam Haji Mahmud Shams ini, bertebaran di sepanjang pantai utara (pantura) Jawa. Di Cirebon armada kapalnya sempat singgah dan menetap sebelum melanjutkan perjalanan ke arah timur dan mendarat di pelabuhan yang kini masuk wilayah Kota Semarang, Jawa Tengah. Laksamana Cheng Ho datang pada masa akhir...

Dr. Danudirjo Setiabudi

Dr. Danudirdjo Setiabudi  adalah nama Indonesia dari Dr. Ernest F. E. Douwes Dekker. Beberapa waktu yang lalu, pemerintah memberikan gelar kepada Danudirjo sebagai Perintis Perkembangan Pers Indonesia, bersama beberapa orang yang lain yang berjasa. Kalau pemerintah menganggap Danudirjo sebagai perintis perkembangan pers Indonesia, maka sebenarnya jasa beliau lebih besar dari itu. Beliau adalah pendekar perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bersama Suwardi Suryaningrat (K. H. Dewantara) dan Dr. Cipto Mangunkusumo, mereka disebut Tiga Serangkai, karena mereka bertiga bersama-sama memperjuangkan kemerdekaan bangsa lewat wadah Indische Partij. Danudirjo Setiabudi lahir pada tahun 1879 di sebuah kota kecil di Jawa Timur yakni Pasuruan. Setelah berhasil menamatkan sekolah menengahnya dan sekolah lanjutannya di Indonesia, Danurdirjo pergi ke Eropa dan melanjutkan pelajarannya, kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Zurich (Swiss). Sejak bocah, Danudirjo telah memiliki jiwa kemerdekaan yang...

Penyerbuan Lapangan Andir di Bandung

Sebetulnya dengan mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, orang asing yang pernah menjajah harus sudah angkat kaki. Tetapi kenyataannya tidak demikian. Masih ada saja bangsa asing yang ingin tetap menjajah. Jepang main ulur waktu, Belanda ngotot tetap mau berkuasa. Tentu saja rakyat Indonesia yang sudah meneriakkan semangat "sekali merdeka tetap merdeka" mengadakan perlawanan hebat. Di mana-mana terjadi pertempuran hebat antara rakyat Indonesia dengan penjajah. Salah satu pertempuran sengit dari berbagai pertempuran yang meletus di mana-mana adalah di Bandung. Bandung lautan api merupakan peristiwa bersejarah yang tidak akan terlupakan.  Pada saat sengitnya rakyat Indonesia menentang penjajah, Lapangan Andir di Bandung mempunyai kisah tersendiri. Di lapangan terbang ini juga terjadi pertempuran antara rakyat Kota Kembang dan sekitarnya melawan penjajah, khususnya yang terjadi pada tanggal 10 Oktober 1945. Lapangan terbang Andir merupakan sala...

Arek-arek Soerobojo Hadang Sekutu

Mengungkap pertempuran bersejarah 10 Nopember 1945 sebagai mata rantai sejarah kemerdekaan Indonesia, pada hakekatnya peristiwa itu tidaklah berdiri sendiri. Ia merupakan titik klimaks dari rentetan insiden, peristiwa dan proses sejarah kebangkitan rakyat Jawa Timur untuk tetap melawan penjajah yang ingin mencoba mencengkeramkan kembali kukunya di wilayah Indonesia merdeka. Pertempuran 10 Nopember 1945--tidak saja merupakan sikap spontan rakyat Indonesia, khususnya Jawa Timur tetapi juga merupakan sikap tak mengenal menyerah untuk mempertahankan Ibu Pertiwi dari nafsu kolonialis, betapapun mereka memiliki kekuatan militer yang jauh lebih sempurna. Rentetan sejarah yang sudah mulai membakar suasana, sejak Proklamasi dikumandangkan oleh Proklamator Indonesia: Soekarno dan Hatta tgl 17 Agustus 1945. Rakyat Jawa Timur yang militan berusaha membangun daerahnya di bawah Gubernur I-nya: RMTA Soeryo. Pemboman Kota Hiroshima dan Nagasaki menjadikan bala tentara Jepang harus bertekuk lutut pada ...

Misteri Jangkar Raksasa Laksamana Cheng Ho: Kabut Sejarah di Perairan Cirebon

TINGGINYA menjulang sekitar 4,5 sampai 5 meter. Bentuknya sebagaimana jangkar sebuah kapal, terbuat dari besi baja yang padat dan kokoh. Bagian tengahnya lurus serta di bawahnya berupa busur dengan kedua ujung yang lancip. J ANGKAR kapal berukuran besar itu sampai kini diletakkan di ruangan sebelah utara dari balairung utama Vihara Dewi Welas Asih. Dengan berat yang mencapai lebih dari tiga ton, benda bersejarah itu disimpan dalam posisi berdiri dan disandarkan di tembok pembatas serambi utara dengan balairung utama yang menjadi pusat pemujaan terhadap Dewi Kwan Im, dewi kasih sayang.  Tempat peribadatan warga keturunan Tionghoa pemeluk agama Buddha ini terletak di areal kota tua di pesisir utara Kota Cirebon. Bangunan yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya sejak 2011 ini didirikan pada awal pertengahan abad ke-16, tepatnya tahun 1559 Masehi. Letaknya berada di pesisir pantai, persis bersebelahan dengan Pelabuhan Kota Cirebon. Kelenteng ini berada di antara gedung-gedung tua m...

Hari Pahlawan: MENGENANG 10 NOPEMBER 1945

Majalah Inggeris "Army Quarterly" yang terbit pada tanggal 30 Januari 1948 telah memuat tulisan seorang Mayor Inggeris bernama R. B. Houston dari kesatuan "10 th Gurkha Raffles", yang ikut serta dalam pertempuran di Indonesia sekitar tahun 1945/1946. Selain tentang bentrokan senjata antara kita dengan pihak Tentara Inggeris, Jepang dan Belanda di sekitar kota Jakarta, di Semarang, Ambarawa, Magelang dan lain-lain lagi. Maka Mayor R. B. Houston menulis juga tentang pertempuran-pertempuran yang telah berlangsung di Surabaya. Perlu kita ingatkan kembali, maka perlu dikemukakan di sini, bahwa telah terjadi dua kali pertempuran antara Tentara Inggeris dan Rakyat Surabaya. Yang pertama selama 3 malam dan dua hari, yaitu kurang lebih 60 jam lamanya dimulai pada tanggal 28 Oktober 1945 sore, dan dihentikan pada tanggal 30 Oktober 1945 jauh di tengah malam. Dan yang kedua dimulai pada tanggal 10 Nopember 1945 pagi sampai permulaan bulan Desember 1945, jadi lebih dari 21 har...