Langsung ke konten utama

Melacak Sejarah Islam di Indonesia (4): Tasawuf Memudahkan Penerimaan Masyarakat

Setelah masyarakat muslim terbentuk antara lain melalui perdagangan dan perkawinan, dibukanya lembaga pendidikan yang mengajarkan tentang agama Islam (pesantren) dipandang merupakan sesuatu yang mutlak untuk didirikan. Selain ditujukan untuk mencetak tenaga-tenaga muslim muda, pada saat itu pesantren juga ditujukan untuk semakin menyebarluaskan ajaran Islam di Indonesia.

Para santri yang datang belajar di suatu pesantren banyak yang berasal dari luar wilayah di mana pesantren itu didirikan. Setelah keluar dari suatu pesantren, para santri tersebut kembali ke tempat asalnya masing-masing. Di kampungnya, mereka kemudian menjadi tenaga-tenaga edukatif yang menyiarluaskan ajaran-ajaran Islam dan bukan tidak mungkin bila mereka pun kemudian membuka pesantren di wilayahnya.

Dalam hal menjaring para santri, sebuah pesantren ternyata ditentukan pula oleh nama besar yang disandang oleh sang kyai (pemimpin pesantren). Semakin terkenal seorang kyai, semakin terkenal pula pesantrennya dan pengaruhnya akan mencapai radius yang lebih jauh lagi. Kita menyimak misalnya bagaimana pesantren Sunan Giri pada masa pertumbuhan dan perkembangan agama Islam di Pulau Jawa sangat berpengaruh terhadap penyebaran Islam di wilayah sekitarnya.

Bahkan para penyusun sejarah Islam negeri ini sepakat bahwa pesantren Sunan Giri berperan besar dalam penyebaran Islam di daerah Maluku. Banyak orang Maluku yang belajar di pesantren tersebut dan begitu pula sebaliknya para penguasa di Maluku banyak mengundang para kyai dari pesantren Sunan Giri untuk menjadi guru agama di kepulauan penghasil rempah-rempah itu.

Di lain pihak, tidak sedikit pula dari para kyai atau ulama yang diangkat menjadi penasihat kerajaan oleh raja yang berkuasa. Sehingga secara tidak langsung para kyai atau ulama yang telah diangkat menjadi penasihat kerajaan tersebut sedikit banyak berpengaruh juga terhadap berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh raja atau sultan yang sedang berkuasa.

Sebagai lembaga pendidikan, pesantren memiliki peran sebagai alat transformasi kultural yang menyeluruh dalam kehidupan masyarakat. Figur kyai, santri, serta seluruh perangkat fisik yang menandai sebuah pesantren senantiasa dikelilingi oleh sebuah kultur yang bersifat keagamaan. Kultur tersebut mengatur perilaku seseorang, pola hubungan antarwarga masyarakat bahkan hubungan antara satu masyarakat dan masyarakat lainnya. Karenanya, pesantren berfungsi pula sebagai sarana integratif dalam masyarakat.

Demikian pentingnya kedudukan dan fungsi dari suatu pesantren, tak salah bila kemudian para penyusun sejarah Islam negeri ini menempatkan pesantren sebagai salah satu sarana yang efektif dalam penyebaran Islam di Indonesia.

Tasawuf

Dibanding dengan saluran penyebaran Islam lainnya, tasawuf merupakan sarana yang paling efektif dalam proses Islamisasi di Indonesia. Hal ini dimungkinkan karena sifat khas dari tasawuf yang memudahkan penerimaan masyarakat yang belum muslim untuk masuk ke dalam lingkungannya. Selain itu, keberhasilan tasawuf dalam penyebaran Islam di Indonesia ditunjang pula oleh guru-gurunya yang cerdik di dalam menelaah latar sosial dan budaya dari masyarakat yang akan dipengaruhinya tersebut.

Tasawuf adalah salah satu ajaran yang dikenal dalam Islam yaitu suatu ajaran tentang perjalanan-perjalanan menuju Tuhan yang dimulai dengan memasuki tarika atau perjalanan di bawah pimpinan seorang Syekh dan akhirnya dengan usaha mencapai tingkat kejiwaan yang tertinggi menurut kemampuannya. Para pengikutnya disebut sufi. Ajaran tasawuf berhubungan erat dengan tarekat, yaitu jalan yang ditempuh oleh kaum sufi dalam mendekatkan diri dengan Tuhan. Sering kali, jalan yang ditempuh ini pada praktiknya mempergunakan mistik sebagai sasarannya.

Kedatangan ahli-ahli tasawuf ke Indonesia diperkirakan terutama sejak abad ke-13 M yaitu masa perkembangan dan persebaran ahli-ahli tasawuf dari Parsi dan India. Meskipun demikian, di Indonesia perkembangan ahli-ahli tasawuf dengan ajarannya tampak nyata sekitar abad-abad ke-16 dan 17 M, terutama di Aceh dan Jawa. Di Aceh, tokoh tasawuf yang terkenal adalah Hamzah Fansuri, Syamsuddin as Sumatrani, Nuruddin Ar-Raniri, dan Abdurrauf dari Singkel. Sedangkan ahli tasawuf yang terkenal di Jawa adalah Syekh Siti Jenar, Sunan Bonang, Sunan Panggung, dan sebagainya.

Di Aceh, ajaran Hamzah Fansuri dan Syamsuddin as-Sumatrani mendapat perlindungan dari Sultan Iskandar Muda. Dengan adanya dukungan dari penguasa tertinggi Aceh itu, Hamzah Fansuri dan Syamsuddin semakin leluasa untuk menyebarluaskan fahamnya lewat karya-karya sastra (dalam bentuk prosa dan syair dengan bahasa Arab dan Indonesia dan bernapaskan keagamaan) yang dihasilkannya. Di antara karya-karya sastra Hamzah Fansuri yang terkenal adalah: Asrar al-arifina fi bayan 'ilm-as suluk wal tawhid, Syair si Burung Pungai, Syar Perahu, Syair Sidang Fakir, dan Syair Dagang. Sedangkan karya sastra Syamsuddin yang terkenal antara lain adalah Mir'at al mu'min, Jawhar alhaka'ik, dan sebagainya.

Dalam tulisannya yang berjudul Indonesia, Mysticism and Activism: Unity in Muslim Civilization, GWJ Drewes mengatakan bahwa ajaran Hamzah Fansuri dan Syamsuddin as-Sumatrani disebut Wujudiyya, yaitu suatu ajaran yang memandang bahwa wujud makhluk-makhluk yang dibesarkan sebenarnya tidak ada, yang ada hanyalah wujud Penciptanya. Nama yang lebih populer dari ajarannya adalah martabat tujuh yaitu suatu ajaran yang menggambarkan tingkat-tingkat emanasi Yang Mutlak.

Ajaran tasawuf Hamzah Fansuri dan Syamsuddin as-Sumatrani mengenai martabat tujuh ini mempunyai pengaruh di Jawa. Pada dasarnya, emanasi dalam martabat tujuh dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu la ta'ayyun (tanpa pembedaan), a'yan thabita (realitas-realitas yang terpendam), dan a'yan kharija (realitas-realitas yang mengalir keluar).

Tiga tingkatan ini ternyata dikenal pula dalam agama Siva dan Buddha Mahayana. Tingkatan la ta'ayyun dalam agama Siva sejajar dengan Niskala dan Dharmakaya dalam agama Buddha Mahayana; a'yan thabita setara dengan Sakala-Niskala dalam agama Siva dan Sambhogakaya dalam agama Buddha Mahayana; a'yan kharija bisa disejajarkan dengan Sakala dalam agama Siva dan Nirmanakaya dalam agama Buddha Mahayana. Dengan demikian jelas bahwa tasawuf dianggap merupakan sarana penyebaran Islam yang paling berhasil dibanding saluran Islamisasi lainnya, karena memang (untuk kasus masyarakat Jawa dan Sumatera) tasawuf mengandung ajaran yang sebenarnya pula tidak jauh berbeda dengan ajaran sebelum Islam.

Hanya saja, barangkali Islam lebih menyempurnakan konsep tentang Ketuhanan yang sebelumnya telah dikenal, sehingga masyarakat Indonesia (terutama Sumatera dan Jawa) tidak terlalu sulit untuk menerima agama Islam. Sementara untuk tempat-tempat yang agama Siva dan Buddha-nya tidak berurat akar dalam kehidupan masyarakatnya, para ahli tasawuf begitu cerdiknya untuk menyelaraskan ajaran tasawuf dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat yang akan diislamkan tersebut.

Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa pada awalnya agama Islam disajikan kepada bangsa Indonesia dalam bentuk yang menunjukkan persamaan dengan alam pikiran orang-orang Indonesia. Persamaan tersebut bukan hanya pada alam pikirannya, tetapi juga pada gambaran ciri-ciri yang dianggap mutlak.

Kesenian

Salah satu saluran Islamisasi yang juga tak kalah penting kaitannya dalam proses Islamisasi di Indonesia adalah kesenian: seni bangunan, seni pahat/ukir, seni pertunjukan (tari, wayang, musik), dan seni sastra. Seni bangunan ditandai dengan banyak didirikannya masjid pada masa awal pertumbuhan agama Islam di Indonesia. Beberapa unsur bangunan masjid-masjid kuno di Indonesia menunjukkan persamaan dengan unsur bangunan yang telah dikenal oleh masyarakat Indonesia masa pra-Islam.

Atapnya yang bertingkat misalnya banyak dijumpai pada bangunan-bangunan yang didirikan pada masa Indonesia-Hindu (terutama candi). Bangunan dengan atap bertingkat serupa itu disebut dengan bangunan Meru. Menurut konsepsi Hindu, meru dipercaya sebagai gunung suci tempat berkumpulnya para Dewa. Karenanya, bangunan meru dianggap sebagai replika dari gunung Meru.

Dalam seni ukir, contoh adanya "persamaan" itu (baik bentuk maupun konsepsinya) misalnya ditunjukkan oleh lengkungan yang terdapat pada mimbar masjid dengan mengambil pola kalamakara (suatu pola yang biasanya terdapat pada relung-relung candi). Nisan kubur yang terdapat di Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera banyak menunjukkan unsur seni Indonesia pra-Islam dan pra-Hindu.

Sedangkan seni pertunjukan (khususnya tari dan musik) menampilkan seni tari dan musik yang sering dipertunjukkan dalam upacara-upacara keagamaan. Misalnya gamelan yang disebut sekaten yang terdapat di keraton Cirebon dan Yogyakarta. Seni pertunjukan yang berperan besar dalam proses Islamisasi di Jawa adalah pementasan wayang. Di antara Wali Sanga, yang terkenal paling mahir dalam mementaskan wayang adalah Sunan Kalijaga.

Ceritera atau lakon yang dibawakannya pada awalnya dipetik dari Mahabrata dan Ramayana (yang telah dikenal oleh masyarakat Jawa masa sebelumnya). Namun sedikit demi sedikit tokoh-tokohnya diganti dengan tokoh-tokoh Islam, tanpa mengganti seluruh isi ceriteranya. Konon setiap Sunan Kalijaga mentas, ia tidak pernah memungut bayaran kepada para penontonnya. Tetapi ia minta agar penontonnya mengikutinya mengucapkan kalimat Shahadat (sebagai syarat mutlak masuk agama Islam).

Demikianlah, secara proses budaya telah diuraikan bagaimana agama Islam tumbuh dan berkembang di Indonesia. (Habis - Hasanuddin, arkeolog dari Universitas Indonesia).



Sumber: Suara Karya, 12 Maret 1993



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rangkaian Peristiwa Bandung Lautan Api (4) Perintah: Bumi-hanguskan Semua Bangunan

Oleh AH NASUTION Bandung Lautan Api Setelah di pos komando, oleh kepala staf diperlihatkan "kawat dari Yogya" tanpa alamat si pengirim: "Tiap sejengkal tumpah darah harus dipertahankan." Maka mulailah perundingan-perundingan, dengan sipil, dengan badan perjuangan dan dengan komandan-komandan resimen 8 serta Pelopor. Pihak sipil meminta sekali lagi kepada panglima div Inggris untuk menunda batas waktu, agar rakyat dapat ditenangkan dan diatur. Tapi Inggris menolak. Walikota berpidato, bahwa pemerintah sipil menaati instruksi pemerintah pusat dan akan tetap berada bersama rakyat di dalam kota. Letkol. Sutoko menyarankan: ke luar bersama rakyat. Letkol Omon A. Rahman menyatakan: resmi taat, tapi sebagai rakyat berjuang terus. Mayor Rukmana: ledakan terowongan Citarum di Rajamandala, supaya kita buat "Bandung Lautan Api" dan "Bandung Lautan Air". Keadaan amat emosional Sebagai panglima penanggung jawab saya putuskan akhirn...

Putusan Congres Pemuda-pemuda Indonesia

K ERAPATAN pemoeda-pemoeda Indonesia diadakan oleh perkoempoelan-perkoempoelan pemoeda Indonesia jang berdasarkan kebangsaan dengan namanja : Jong Java, Jong Soematera (pemoeda Soematera), Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen, Jong Islamieten Bond, Jong Bataksbond, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawi dan perhimpoenan. Memboeka rapat tanggal 27 dan 28 October tahun 1928 dinegeri Djakarta ; Kerapatan laloe mengambil poeteoesan :  PERTAMA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA. KEDOEA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA JG SATOE, BANGSA INDONESIA. KETIGA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENDJUNGDJUNG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA. Setelah mendengar poetoesan ini, kerapatan mengeloearkan kejakinan azas ini wadjib dipakai oleh segala perkoempoelan-perkoempoelan kebangsaan Indonesia. Mengeloerkan kejakinan persatoean Indonesia diperkoeat dengan memperhatikan dasar persatuannja : Kemaoean, sedjarah, bahasa hoekoem adat...

Kemerdekaan, Hadiah dari Siapa?

Oleh ERHAM BUDI W. ANAK  bangsa adalah anak sejarah sekaligus ahli waris kisah. Mewarisi kisah berarti juga mewarisi semangat. Dengan semangat itulah, kisah selanjutnya akan ditorehkan oleh para penerus. Berkaitan dengan ulang tahun kemerdekaan yang lusa kita peringati bersama, pertanyaan kritis yang kerap muncul adalah benarkah kemerdekaan yang kita peroleh merupakan buah perjuangan? Ataukah hadiah belaka? Kemerdekaan memang bisa dimaknai sebagai hadiah, tapi tentu bukan pemberian cuma-cuma. Hadiah dari Jepang? Kemerdekaan Indonesia dianggap sebagai hadiah dari Pemerintah Jepang. Asumsi tersebut sebenarnya cukup beralasan. Gagasan menghadiahkan kemerdekaan kepada Indonesia muncul pada 7 September 1944 melalui pernyataan PM Koiso Kuniaki yang menggantikan Hideo Tojo. Sejak saat itulah, Sang Saka Merah Putih boleh dikibarkan. Bahkan, Laksamana Muda Maeda Tadashi mendirikan Asrama Indonesia Merdeka di Jakarta serta membantu biaya perjalanan Sokarno dan Hatta ke beberapa...

"Abangan"

Oleh AJIP ROSIDI I STILAH abangan berasal dari bahasa Jawa, artinya "orang-orang merah", yaitu untuk menyebut orang yang resminya memeluk agama Islam, tetapi tidak pernah melaksanakan syariah seperti salat dan puasa. Istilah itu biasanya digunakan oleh kaum santri  kepada mereka yang resminya orang Islam tetapi tidak taat menjalankan syariah dengan nada agak merendahkan. Sebagai lawan dari istilah abangan  ada istilah putihan , yaitu untuk menyebut orang-orang Islam yang taat melaksanakan syariat. Kalau menyebut orang-orang yang taat menjalankan syariat dengan putihan  dapat kita tebak mungkin karena umumnya mereka suka memakai baju atau jubah putih. Akan tetapi sebutan abangan-- apakah orang-orang itu selalu atau umumnya memakai baju berwarna merah? Rasanya tidak. Sebutan abangan  itu biasanya digunakan oleh orang-orang putihan , karena orang "abangan" sendiri menyebut dirinya "orang Islam". Istilah abangan  menjadi populer sejak digunakan oleh Clifford ...