Langsung ke konten utama

Melacak Sejarah Islam di Indonesia (1): Mulai Masuk sejak Abad Ke-7?

Lebih dari 80% penduduk Indonesia yang kini berjumlah sekitar 180 juta jiwa adalah pemeluk agama Islam.

Dalam sejarahnya, agama Islam di Indonesia tumbuh dan berkembang demikian cepatnya. Di pulau Jawa misalnya, agama Islam berkembang dalam kurun waktu yang relatif singkat, setelah kerajaan Hindu terbesar Majapahit mengalami kemunduran di akhir abad ke-15 M. Namun demikian, salah satu permasalahan menarik yang sampai saat ini tampaknya masih menjadi bahan perdebatan para ahli adalah mengenai kapan agama Islam pertama kali masuk di Indonesia dan siapa yang membawanya serta bagaimana proses penyebarannya.


Dua Teori

Sampai saat ini, setidaknya ada dua teori yang beredar di kalangan para pakar tentang kapan kedatangan agama Islam di Indonesia. Pendapat pertama menyatakan bahwa agama Islam masuk di Indonesia pada abad pertama Hijriah atau abad ke-7 Masehi. Pendapat ini terutama mendasarkan teorinya pada berita Cina dari zaman dinasti Tang yang menceriterakan adanya orang-orang Ta-shih yang mengurungkan niatnya untuk menyerang kerajaan Ho-ling di bawah pemerintahan Ratu Shima (674 M), karena pemerintahan di Ho-ling itu sangat keras. Sebutan Ta-Shih dalam berita Cina tersebut oleh sebagian ahli ditafsirkan sebagai orang-orang Arab. 

Dari berita Jepang yang ditulis sekitar tahun 748 M, yang mengisahkan tentang perjalanan pendeta Kanshin, nama Ta-shih ini disebut juga. Dikisahkan pula bahwa pada masa itu di Kanfu (Kanton) terdapat kapal-kapal Po-sse dan Tashih K-uo. Menurut Rita Rose Di Maglio dalam tulisannya yang berjudul Arab Trade with Indonesia and the Malay, Peninsula from the 8th to the 16th Century (1970), istilah Po-sse dapat menunjukkan jenis bangsa Melayu, tetapi nama Tashih disebut hanya untuk menunjukkan orang-orang Arab dan Parsi.

Sumber sejarah lain yang menyebut nama Ta-shih, berasal dari Chau Ju-kau yang mengutip berita Chou Ku-Fei tahun 1178 M dan mengatakan bahwa tempat orang-orang Ta-shih itu ada dua. Nama Ta-shih yang pertama diidentifikasikan dengan nama Fo-lo-an dan terletak di suatu daerah yang termasuk kerajaan Sriwijaya dan menurut P Wheatley, letak tempat tersebut ialah di kota Kuala Brang sekitar 25 mil dari sungai Trengganu. Kedua, berdasarkan berita Chou Ju-kau yang menyatakan bahwa Ta-shih dapat ditempuh dalam waktu lima hari pelayaran dari Cho-po, Rita Rose Di Maglio lantas berasumsi bahwa Tashish terletak di Sumatera Selatan. Senada dengan apa yang telah dikemukakan Rita Rose Di Maglio, Groeneveldt mengemukakan bahwa Ta-shih adalah sebutan untuk kaum Arab di pesisir Barat Sumatera yang dianggapnya telah lama bermukim di sana.

Demikianlah, para ahli yang berpendapat bahwa agama Islam telah masuk ke Indonesia sejak abad pertama Hijriah atau abad ke-7 Masehi, mendasarkan teorinya atas sumber sejarah berupa berita-berita asing yang menyebut nama Ta-shih dan diinterpretasikan sebagai nama suatu tempat di wilayah Sumatera dan merupakan pemukiman orang-orang Arab atau Parsi.

Sementara itu, sebagian ahli yang tidak setuju dengan pendapat di atas, lebih cenderung untuk berpendapat bahwa agama Islam masuk di Indonesia pada sekitar abad ke-13 M. Ada beberapa hal yang dijadikan landasan teori para ahli yang mendukung teori kedua tentang awal mula penyebaran di Indonesia ini. Sebagian ahli mengatakan bahwa kedatangan agama Islam di Indonesia tidak bisa dilepaskan dalam kaitannya dengan runtuhnya dinasti Abbasiah di Hulagu pada tahun 1258 M.

Mereka yang setuju dengan dugaan di atas, lebih lanjut menyatakan bahwa setelah runtuhnya dinasti Abbasiah, para pengikutnya yang beragama Islam kemudian menyebar ke berbagai tempat, di antaranya adalah ke Indonesia. Di lain pihak, beberapa ahli lebih cenderung untuk mengambil sumber sejarah berita Marco Polo dan Ibn Battutah sebagai landasan teorinya untuk memperkuat dugaan bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-13 M.

Berita Marco Polo yang berasal dari tahun 1292 M misalnya, menyebutkan bahwa sewaktu ia mengunjungi Indonesia, di daerah Perlak dan sekitarnya (terutama pesisir Sumatera) sudah terbentuk suatu komunitas masyarakat muslim. Pendapat yang melandaskan teorinya atas berita asing ini antara lain dikemukakan oleh C. Snouch Hurgronje dalam artikelnya yang berjudul De Islam in Nederlandsch-Indie dan dimuat dalam Verspreide Geschriften jilid IV (1913). 

Sementara itu, JP Moquette dalam tulisannya yang berjudul De Eerste Vorsten van Samoedra-Pase (Noord Soematra) (1913), lebih cenderung mempergunakan tinggalan arkeologis nisan kubur Sultan Malik As Salih di Sumatra yang berangka tahun 1297 M, sebagai landasan teorinya. Di antara landasan teori yang telah dikemukakan para ahli tentang abad ke-13 M, ada pula ahli yang memfokuskan pada segi ajaran/aliran dalam agama Islam sebagai landasan teorinya. Ia adalah AH Johns, seorang sarjana asing yang lebih tertarik akan aliran sufisme dalam Islam.

Dalam tulisannya yang berjudul Sufism as a Category in Indonesia Literature and History dan dimuat dalam Journal of Southeast Asian History edisi Juli tahun 1861, AH Johns berpendapat bahwa kedatangan agama Islam hingga terbentuknya masyarakat Muslim di Indonesia pada abad ke-13 M, disebabkan oleh masa arus penyebaran dan kedatangan ajaran tasawuf di Indonesia.

Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa hingga saat ini ada dua teori tentang masa awal kedatangan agama Islam di Indonesia, yaitu abad ke-7 M dan abad ke-13 M. Namun demikian, meskipun masing-masing teori tersebut dikemukakan dengan landasan teori yang tampaknya kuat, namun sebenarnya pula kedua teori tersebut masing-masing mengandung kelemahan.


Lemah

Teori abad ke-7 yang melandaskan teorinya atas interpretasi nama Ta-shih, mengandung beberapa kelemahan. Bahwa teori ini tidak didukung oleh adanya/ditemukannya tinggalan-tinggalan arkeologis yang berasal dari sekitar abad ke-7 M. Padahal dalam upaya penelusuran sejarah budaya, tinggalan arkeologis ini merupakan bukti kuat suatu argumentasi ilmiah. Lagi pula kajian Toponim yang telah dilakukan oleh Rita Rose Di Maglio yang mengatakan bahwa Ta-shih terletak di daerah Sumatera (hasil interpretasi atas berita Chau Ju-kau yag mengatakan bahwa Ta-shih dapat ditempuh lima hari pelayaran dari Cho-po), juga mengandung kelemahan.

Kelemahan atas hasil kajian toponim ini tampak misalnya dengan mengajukan pertanyaan berikut: ke arah mana lima hari pelayaran yang dimaksud? Bila arah pelayaran itu ke arah barat laut, pendapat Rita Rose Di Maglio bisa jadi mendekati kebenaran. Namun bila arah pelayaran yang dimaksud adalah ke arah utara, timur laut atau timur, maka pendapat itu belum bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah (Cho-po oleh para ahli sering diidentifikasikan dengan Jawa).

Sementara itu, teori tentang masuknya Islam pada abad ke-13 M yang melandaskan teorinya atas tinggalan arkeologis berupa nisan kubur Sultan Malik As Shalih yang berangka tahun 1297 M--seperti telah dikemukakan oleh JP Moquette--juga mengandung kelemahan. Bahkan kelemahannya ini bisa dikatakan sangat prinsipil. Sebab ternyata terdapat tinggalan arkeologis yang secara kronologis lebih tua dibanding nisan kubur tersebut. Tinggalan arkeologis itu ditemukan di daerah Leran, Gresik, Jawa Timur, berupa nisan kubur dari Fatimah binti Maimun bin Hibatullah yang meninggal pada tahun 492 H atau tahun 1102 M.

Tinggalan arkeologis yang ditemukan di daerah Leran ini, sekaligus juga menjadi bukti bahwa agama Islam sudah ada di Pulau Jawa dalam abad ke-12 M dan berdasarkan tinggalan arkeologis ini pula, agaknya kini kita harus mempertegas dan memperketat kembali kerangka teoritis yang kita bangun dalam upaya penelusuran sejarah Islam di Indonesia. Penelusuran sejarah awal mula agama Islam masuk ke Indonesia, haruslah dilihat sebagai suatu proses yang berkelanjutan dan bukan sesuatu yang stagnan.

Sebagai suatu proses yang berkelanjutan, setidaknya ada tiga variabel yang harus kita lihat untuk mampu menjelaskan tentang sejarah agama Islam di Indonesia, yaitu tahap kedatangan, tahap penyebaran, dan tahap perkembangan. Dengan demikian dapat dikatakan pula bahwa abad ke-7 M, bisa dikatakan sebagai tahap kedatangan agama Islam di Indonesia. Abad ke-8-12 M, sebagai tahap penyebaran agama Islam di Indonesia dan abad ke-13 M (yang ditandai dengan telah berdirinya bentuk pemerintahan/kerajaan yang bercorak Islam) sebagai tahap perkembangan. Lantas pertanyaannya kini, siapa atau dari mana agama Islam masuk ke Indonesia? (Hasanuddin)



Sumber: Suara Karya, 9 Maret 1993



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gedung Kebangkitan Nasional Lebih Dikenal Kalangan Pelajar

Ruang "Anatomi" hanyalah sebuah ruangan kecil yang terletak di salah satu sudut gedung. Tapi dibanding dengan ruangan lain yang ada di komplek Gedung Kebangkitan Nasional, ruang "Anatomi" merupakan ruang yang paling bersejarah. Di ruang berukuran 16,7 x 7,8 meter itulah lahir perkumpulan Budi Oetomo. Budi Oetomo yang dilahirkan 20 Mei 1908 oleh para pelajar sekolah kedokteran Stovia adalah organisasi pergerakan nasional pertama di Indonesia yang merintis jalan ke arah pergerakan bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan. Jadi tepat sekali kalau gedung eks-Stovia itu dinamakan Gedung Kebangkitan Nasional (GKN). Di dalam gedung tersebut terdapat Museum Kebangkitan Nasional yang bertugas menyelenggarakan pengumpulan, perawatan, pengawetan, penelitian, penerbitan, pemberian bimbingan edukatif kultural, perpustakaan, dokumentasi, dan penyajian benda-benda bernilai budaya dan ilmiah yang berhubungan dengan sejarah kebangkitan nasional. Peranan Museum Kebangkitan Nasiona...

Ritual Nasional yang Lahir dari Perlawanan Surabaya

Oleh Wiratmo Soekito P ERLAWANAN organisasi-organisasi pemuda Indonesia di Surabaya selama 10 hari dalam permulaan bulan November 1945 dalam pertempuran melawan pasukan-pasukan Inggris yang dibantu dengan pesawat-pesawat udara dan kapal-kapal perang memang tidak dapat mengelakkan jatuhnya kurban yang cukup besar. Akan tetapi, hasil Perlawanan Surabaya itu bukannya  kekalahan, melainkan, kemenangan . Sebab, hasil Perlawanan Surabaya itulah yang telah menyadarkan Inggris untuk memaksa Belanda agar berunding dengan Indonesia sampai tercapainya Perjanjian Linggarjati (1947), yang kemudian dirusak oleh Belanda, sehingga timbullah perlawanan-perlawanan baru dalam Perang Kemerdekaan Pertama (1947-1948) dan Perang Kemerdekaan Kedua (1948-1949), meskipun tidak semonumental Perlawanan Surabaya. Gugurnya para pahlawan Indonesia dalam Perlawanan Surabaya memang merupakan kehilangan besar bagi Republik, yang ketika itu baru berumur 80 hari, tetapi sebagai martir, mereka telah melahirkan satu ri...

Mengenang Peristiwa 40 Tahun Silam: Taruna "Militaire Academie" Berusaha Melucuti Senjata Tentara Jepang

I NDONESIA pernah memiliki akademi militer (akmil) yang berumur sekitar 5 bulan, tapi menghasilkan lulusan "Vaandrig" (Calon Perwira) berusia muda. Selama dalam pendidikan para tarunanya telah mengalami pengalaman heroik dan patriotik. Akmil itu adalah "MA (Militaire Academice) Tangerang". Sabtu pagi ini, para alumni MA Tangerang akan mengadakan apel besar di Taman Makam Pahlawan Taruna, Jl Daan Mogot, Tangerang, Jawa Barat. Selain untuk memperingati berdirinya akmil itu, apel sekaligus untuk memperingati 40 tahun "Peristiwa Pertempuran Lengkong (PPL)". Ketua Umum Dewan Harian Nasional Angkatan 45 Jenderal (Purn) H Surono akan bertindak sebagai inspektur upacara. PPL meletus 25 Januari 1946. Ketika itu taruna MA Tangerang yang menjadi inti pasukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat), dalam usahanya melucuti tentara Jepang di Lengkong, Kecamatan Serpong Tangerang, terjebak dalam pertempuran yang tidak seimbang. Direktur MA Tangerang, Mayor Daan Mogot...

Hari ini, 36 tahun lalu: Bom atom pertama dicoba di Alamogordo

Jalannya sejarah bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia mungkin akan berbeda kalau tidak ada peristiwa yang terjadi 16 Juli, 36 tahun lalu. Pada hari itu Amerika Serikat membuka babak baru di dalam teknik, yakni berhasil meledakkan bom atom di New Mexico, tepatnya di Alamogordo. Percobaan yang berhasil ini telah memungkinkan Amerika Serikat menghasilkan bom atom lainnya yang dijatuhkan atas Hiroshima dan Nagasaki. Ketakutan akan akibat bom atom ini telah membuat Jepang ketakutan dan menyerah kepada sekutu, pada 14 Agustus 1945. Jauh-jauh hari sebelum bom atom pertama diledakkan di gurun Alamogordo itu, kurang lebih enam tahun sebelumnya Presiden Franklin D. Roosevelt menerima sepucuk surat dari Dr. Albert Einstein yang isinya mengenai kemungkinan pembuatan bom uranium yang kemampuannya sangat besar. Surat itulah yang kemudian melahirkan suatu proyek yang sangat dirahasiakan dan hanya kalangan kecil yang mengenalnya dengan nama Manhattan Engineer District di bawah pimpinan Mayor...

Indonesia Menjelang Perang Pasifik (2) Spionase Jepang di Hindia Belanda Lebih Hebat Sejak Pertengahan Th 30-an

Oleh: H ROSIHAN ANWAR SPIONASE  aktif pihak Jepang di Hindia Belanda dilaksanakan lebih hebat sejak pertengahan tahun 1930-an. Salah satu perkakas spionase paling aktif ialah Nanyo Warehousing Company. Seorang karyawannya di Betawi adalah Naoju Aratame, perwira marine yang khusus ditugaskan dengan pekerjaan spionase. Kemudian dia ditempatkan sebagai pegawai konsulat-jenderal Jepang di Betawi. Sesudah tahun 1939 hampir semua karyawan perusahaan-perusahaan Jepang di Hindia Belanda dilibatkan dalam pekerjaan spionase. Kujiro Hayashi menjabat sebagai Direktur utama perusahaan Nanyo Kyokai yang terkenal karena menspesialisasikan diri dalam pembiayaan perdagangan kecil dan pengiriman para karyawan. Bulan Mei 1940 dia mengunjungi Hindia Belanda. Tujuan resmi perjalanannya ialah melaksanakan missi muhibah kepada pemerintah Hindia Belanda. Dari sepucuk surat yang dicegat setelah keberangkatannya ternyata apa tujuan sebenarnya perjalanannya yakni koordinasi kegiatan-kegiatan spionas...

Dr. Danudirjo Setiabudi

Dr. Danudirdjo Setiabudi  adalah nama Indonesia dari Dr. Ernest F. E. Douwes Dekker. Beberapa waktu yang lalu, pemerintah memberikan gelar kepada Danudirjo sebagai Perintis Perkembangan Pers Indonesia, bersama beberapa orang yang lain yang berjasa. Kalau pemerintah menganggap Danudirjo sebagai perintis perkembangan pers Indonesia, maka sebenarnya jasa beliau lebih besar dari itu. Beliau adalah pendekar perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bersama Suwardi Suryaningrat (K. H. Dewantara) dan Dr. Cipto Mangunkusumo, mereka disebut Tiga Serangkai, karena mereka bertiga bersama-sama memperjuangkan kemerdekaan bangsa lewat wadah Indische Partij. Danudirjo Setiabudi lahir pada tahun 1879 di sebuah kota kecil di Jawa Timur yakni Pasuruan. Setelah berhasil menamatkan sekolah menengahnya dan sekolah lanjutannya di Indonesia, Danurdirjo pergi ke Eropa dan melanjutkan pelajarannya, kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Zurich (Swiss). Sejak bocah, Danudirjo telah memiliki jiwa kemerdekaan yang...

TRAGEDI HIROSHIMA: Maaf Itu Tidak Pernah Terucapkan ....

Di mata rakyat Jepang, nama Paul Warfield Tibbet Jr menyisakan kenangan pedih. Dialah orang yang meluluhlantakkan Kota Hiroshima dalam sekejap pada 6 Agustus 1945 lalu. Yang lebih pedih lagi, Tibbets, seperti juga pemerintah Amerika Serikat, tidak pernah mau meminta maaf atas perbuatannya itu. Akibat bom atom 'Little Boy' berbobot 9.000 pon (4 ton lebih) yang dijatuhkan dari pesawat pengebom B-29 bernama Enola Gay, 140 ribu warga Hiroshima harus meregang nyawa seketika dan 80 ribu lainnya menyusul kemudian dengan penderitaan luar biasa. Sebuah kejadian yang menjadi catatan tersendiri dalam sejarah perang yang pernah ada di muka bumi. Hingga kini seluruh rakyat Jepang masih menanti kata 'maaf' dari pemerintah AS atas perbuatan mereka 62 tahun silam itu. Paling tidak, Tibbets secara pribadi mau menyampaikan penyesalannya. "Tapi ia tidak pernah meminta maaf. Seperti juga pemerintah AS, ia justru beralasan bom itu telah menyelamatkan jutaan orang Amerika dan Jepa...